Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

MASYARAKAT cukup terhenyak ketika membaca berita tentang seorang ibu hamil yang digotong menggunakan tandu sarung sejauh 7 km, menuju tempat pelayanan kesehatan terdekat. Sayang, sang ibu akhirnya meninggal dunia, menyusul bayinya yang sudah duluan wafat dalam kandungan.

Setelah dipastikan meninggal dunia, jenazah ibu dan bayinya kembali digotong dengan tandu sarung, pulang ke desa untuk dikebumikan.

Banyak kisah tentang ibu-ibu yang meregang nyawa saat melahirkan sangat. Di Indonesia, perkiraan jumlahnya cukup tinggi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatakan, tren tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih terjadi hingga saat ini.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, terdapat 6.856 jumlah kematian ibu pada 2021. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya 4.197 kematian ibu pada 2019.

Itu adalah angka yang mengejutkan, artinya setiap tahun kita kehilangan ribuan ibu, atau terjadi kematian massal di kalangan kaum hawa Indonesia.

Tidak perlu menyalahkan pihak manapun, sebab kematian ribuan ibu ini menjadi tanggung jawab bersama. Tidak ada gunanya mengkambinghitamkan letak demografi Indonesia, sebab dimanapun lokasinya keselamatan ibu mestilah diutamakan.

Menarik sekali apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, tatkala istrinya Mariyah, hendak melahirkan. Bukannya tetap di kota, tetapi beliau memutuskan untuk memboyongnya ke pinggiran Madinah. Bukannya ingin mengabaikan, tetapi Beliau telah menyiapkan dan memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang.

Abdul Wasik Ahmad Baijuri dalam bukunya Cermin Wanita (2020: 199) menguraikan: Nabi Saw memindahkan Mariyah ke daerah dataran tinggi di pinggiran kota Madinah. Di sana, Mariyah lebih tenteram dan semakin tenang dalam menjaga kesehatan janin mulia yang sedang dikandungnya.

Mariyah dibantu oleh Shiren saat menyambut kelahiran putranya. Dan pada bulan Dzulhijjah tahun ke delapan hijriyah, Mariyah melahirkan putranya. Proses persalinan dibantu oleh seorang wanita yang biasa mengurus kaum ibu ketika melahirkan, dia adalah Salma (istri Abu Rofi’).

Rasulullah Saw tampak menyendiri di pojok rumah, berdoa dan bersyukur kepada Allah Swt. Ketika Ummu Rofi’ menyampaikan bahwa putranya sudah lahir, Beliau menimangnya dan memberi nama Ibrahim.

Salma sendiri bukanlah bidan amatiran, Rasulullah memang menyiapkan yang terbaik untuk keselamatan istrinya.

Ahmad Khalil Jam’ah dalam buku 70 Tokoh Wanita dalam Kehidupan Rasulullah (2019: 474) menguraikan: Salma melaksanakan pekerjaan ini untuk keluarga Nabi Saw yang suci. Di hari-hari selanjutnya, Salma juga membidani Fatimah binti Rasulullah.

Beliau sangat menghormati Salma, karena keikhlasan dan kesetiaannya. Salma juga memiliki keahlian dalam bidang keperawatan, ia sangat perhatian kepada orang sakit dan apa saja yang menjadi kebutuhan untuk meringankan rasa sakitnya.

Kehamilan dan juga proses kelahiran yang dijalani seorang ibu menjadi perhatian besar masyarakat, bukan hanya suami atau keluarganya saja.

Ringkasnya begini, tatkala seorang wanita telah hamil, maka siapapun orang yang menyaksikan hendaknya menunjukkan perhatian, bagaimana supaya melahirkan dengan lancar, di mana tempat melahirkan yang baik? Dan apa yang perlu dipersiapkan jika terjadi kondisi darurat pada proses melahirkan kelak?

Artinya, segala kemungkinan diperhitungkan dengan matang, termasuk segenap risiko yang dapat saja merenggut nyawa.

Sebagaimana kisah Rasulullah, menyambut Mariyah yang hendak melahirkan, Beliau menempatkan ibu hamil itu ke pinggiran kota, lokasi yang udaranya segar, bebas polusi, serta relatif tenang untuk perjuangan hidup mati menjadi ibu.

Sekalipun pindah ke pinggir kota, bukan berarti fasilitas menjadi minimalis. Rasulullah sudah menyiapkan bidan berpengalaman, ada pula tim siaga Abu Rofi’, selain tentunya Nabi Muhammad menjadi suami Siaga. Syukurnya, proses melahirkan bayi Ibrahim berlangsung lancar.

Kebahagiaan Rasulullah dirasakan oleh segenap kaum muslimin yang mengiringi kehamilan istri Nabi asal Mesir, Mariyah al-Qibtiah. Tidak hanya Nabi Muhammad Saw yang memberikan perhatian besar, kaum muslimin dan muslimat juga memberikan pelayanan terbaik.

Artinya, atas nama kemanusiaan, maka keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya merupakan tanggung jawab bersama.




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur