Segala amal baik dan perbuatan buruk manusia, akan terlihat saat berjalan pada titian shirath/NU Online
Segala amal baik dan perbuatan buruk manusia, akan terlihat saat berjalan pada titian shirath/NU Online
KOMENTAR

KAJIAN alam akhirat tidak mungkin terlepas dari pembahasan tentang shirath atau titian yang membentang di atas jurang neraka, yang ujungnya adalah kehidupan surgawi.

Perjalanan di atas shirath ini tentulah berat, dengan tantangan jilatan api neraka di bawahnya. Tidak seorang pun yang dapat mengelak dari fase ini, sebagaimana ditegaskan surat Maryam ayat 71:

“Tidak ada seorang pun di antaramu yang tidak melewatinya (shirath di atas neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan.”

Tidak seorang pun yang dapat mengelak dari perjalanan di titian ini, karena shirath merupakan jalan menuju garis finish, surga atau neraka. Dari itu, penting sekali memahami perjalanan shirath, berikut pula perbekalan atau persiapan yang diperlukan.

Imam Al-Ghazali dalam buku Ihya Ulumuddin Jilid 9; Zuhud, Cinta dan Kematian (2018: 481-482) menerangkan: Shirath (titian), yaitu jembatan yang memanjang di atas punggung neraka, lebih tajam daripada pedang dan lebih halus daripada rambut. Maka, siapa saja yang beristikamah di alam ini di atas jalan yang lurus, niscaya ia ringan di atas titian akhirat, dan ia selamat.

Sedangkan siapa saja yang berpaling dari sikap istikamah terhadap urusan dunia, dan ia memberatkan punggungnya dengan dosa-dosa dan sikap durhaka, maka ia akan tergelincir pada permulaan tapak kaki dari titian, dan ia akan terjatuh ke neraka.

Dari gambaran tersebut, berjalan di atas shirath itu memang tidaklah mudah. Jika pemain sirkus tergelincir, dia akan terjatuh ke tanah atau lantai. Sedangkan bila seorang insan tergelincir di shirath, maka dirinya akan terjungkal ke dasar jurang neraka. Sunguh risiko yang teramat mengerikan.

Imam Al-Ghazali (2018: 481-482) mengingatkan: Maka berpikirlah sekarang tentang ketakutan yang bertempat di kalbumu apabila kamu melihat titian dan kehalusannya. Kemudian mengetuk pendengaranmu, kelemahan keadaanmu, keguncangan kalbumu, keguncangan tapak kakimu, dan beratnya punggungmu dengan dosa- dosa yang mencegahmu dari berjalan di atas hamparan bumi, lebih-lebih dari ketajaman titian.

Dari itu, jangan pernah terlena dengan gemerlap dunia, sebab ada titian akhirat yang benar-benar mendebarkan. Daripada larut dalam kegundahan, lebih baik memperkuat bekal agar selamat kelak dalam menjalaninya.

Insan mulia seperti Nabi Muhammad Saw saja sungguh menaruh perhatian besar terhadap fase titian ini. Bukan hanya memikirkan dirinya sendiri, beliau juga membimbing umatnya. Bahkan, Rasulullah adalah nabi yang berdiri tegak di ujung shirath, memanjatkan doa supaya satu per satu umatnya selamat hingga ke surga.

M. Abdul Mujieb dkk, pada Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali (2009: 432-433) menjelaskan: Di dalam riwayat Muslim, juga riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah Saw berdiri di ujung jembatan memerhatikan orang-orang yang lewat sambil terus berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah!”

Keadaan orang yang lewat di atas shirath ini bermacam-macam, sesuai dengan

keadaannya di dunia. Semakin banyak amal baiknya, semakin cepat melewatinya, dan selamat hingga sampai di seberang, untuk selanjutnya terus berjalan menuju surga.

Sebaliknya, orang yang durhaka dan maksiat kepada Allah Swt, berjalan tertatih-tatih bahkan ada yang merangkak-rangkak, kemudian jatuh ke dalam neraka.

Di dunia ini cukup banyak jembatan ekstrim yang membentang di atas jurang menganga. Namun belum ada yang menandingi shirath di akhirat, sebab yang paling menganga itu justru jurang neraka. Patutlah Nabi Muhammad Saw memanjatkan doa, supaya umatnya selamat.

M Abdul Mujieb dkk, (2009: 432-433) menjelaskan: Waktu untuk melewati ash-shirath ini terjadi setelah selesai dilakukan penimbangan amal, sehingga sudah diketahui keadaan seseorang, apakah ia ahli surga atau ahli neraka. Namun mereka tetap harus melewatinya. Ahli surga dapat melewatinya dengan selamat, sementara ahli neraka jatuh bergelimpangan ke dalam neraka.[4]

Sukses tidaknya kita di titian akhirat sangat bergantung dari amalan di dunia. Pahala-pahala selama di dunia akan mendukung percepatan langkah di atas shirath, bahkan kita dapat melesat bak kilat yang mempermulus usaha memasuki surga.

Sebaliknya, dosa-dosa selama di dunia hanya akan menjadi beban berat, yang membuat kita tergelincir di shirath lalu tercebur hingga ke kerak neraka. Berhati-hatilah!




Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Sebelumnya

Menyambungkan Jiwa dengan Al-Qur’an

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur