Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

MAHAR menjadi salah satu syarat sah sebuah pernikahan. Mahar bukan sekadar benda, tapi menyimpan makna mendalam jika ditilik dari sudut pandang Islam.

Perintah pemberian mahar terdalam dalam surat An-Nisa ayat 4, yang artinya:

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu Sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Pengertian mahar juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam yang diterbitkan Departemen Agama RI (2001). Mahar adalah pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita, baik bentuk barang, uang, atau jasa, yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Pemberian itu merupakan bentuk kesungguhan dan cerminan kasih sayang calon suami terhadap calon istri. Mahar juga menjadi bukti bahwa pihak calon suami siap menafkahi calon istri, baik duniawi maupun akhirat.

Jika begitu, berapa minimal nominal mahar yang baik?

Mahar yang baik tidak melulu berarti mahal. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 31, penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh Islam.

Seperti diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi ra, Rasulullah SAW bersabda:

“… Carilah sesuatu (mahar) cincin sekalipun terbuat dari besi. Jika tidak mendapati, mahar berupa surat-surat Al Quran yang engkau hafal.” (HR Bukhari No 1587)

Tidak ada nominal khusus

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, tidak ada nominal khusus yang menjadi kewajiban sebuah mahar. Dari hadits tersebut juga diketahui bahwa mahar tidak harus berupa uang kertas.

Hal ini telah disepakati oleh para ulama dan mengenai batas minimalnya, ulama Imam Syafi’I mengatakan bahwa sebaiknya mahar adalah harta ukuran minimal yang masih dihargai masyarakat, dianggap bernilai, dan layak diperdagangkan.

Makruh bagi laki-laki untuk memberi maskawin suatu yang pembayarannya menyusahkan atau sulit untuk dilunasi jika itu berupa pinjaman. Dalam pelaksanaan pembayarannya juga tidak bisa dipaksakan dengan kekerasan, sebaiknya dilakukan perundingan.

Dalam hadits shahih Tirmizi, Umar Ibn Khattab pernah berkhutbah:

“Ketahuilah! Janganlah kamu berlebihan dalam memberikan maskawin kepada wanita-wanita, karena kalaupun maskawin itu adalah sebagai penghormatan di dunia atau sebagai ketaqwaan di sisi Allah SWT, maka orang yang paling mulia di antara kamu adalah Nabi SAW. Beliau tidak pernah memberikan maskawin kepada istri-istrinya dan di antara putri-putrinya tidak pernah diberi maskawin lebih dari 12 Uqiyyah.”

Jadi, minimal nominal mahar tidak disebutkan, namun putri-putri Rasulullah SAW tidak pernah menerima maskawin lebih dari 12 Uqiyyah.




Memilih Alpukat yang Tepat untuk Disantap

Sebelumnya

Tak Perlu Dicuci, Ini Cara Membersihkan Daging Sebelum Dimasak

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family