SEBUAH perpustakaan khusus perempuan dibuka di kota Kabul, Afghanistan pada Rabu (24/8/2022).
Aktivis hak perempuan Afghanistan berharap perpustakaan tersebut dapat memberikan oasis bagi perempuan yang terputus dari dunia pendidikan dan kehidupan publik di bawah kekuasaan Taliban.
Sejak mengambil alih Afghanistan setahun yang lalu, kelompok Islam Taliban mengatakan perempuan tidak boleh meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki dan harus menutupi wajah mereka, meskipun beberapa perempuan di pusat kota mengabaikan aturan tersebut.
Hingga kini, anak perempuan dilarang untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah. Padahal Taliban pernah berjanji untuk membuka kembali sekolah pada Maret lalu.
"Kami membuka perpustakaan dengan dua tujuan: pertama, untuk gadis-gadis yang tidak bisa pergi ke sekolah dan kedua, untuk perempuan yang kehilangan pekerjaan dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan," kata Zhulia Parsi, salah satu pendiri perpustakaan.
Lebih dari 1.000 buku termasuk novel dan buku bergambar serta judul non-fiksi tentang politik, ekonomi, dan sains masuk dalam koleksi perpustakaan.
Buku-buku itu sebagian besar disumbangkan oleh para guru, penyair, dan penulis ke Crystal Bayat Foundation, sebuah organisasi hak-hak perempuan Afghanistan yang membantu mendirikan perpustakaan.
Beberapa aktivis perempuan yang ikut unjuk rasa dalam beberapa bulan terakhir juga turut membantu mendirikan perpustakaan di toko sewaan di pusat perbelanjaan yang memiliki sejumlah toko katering perempuan.
Sebagian besar gadis remaja sekarang tidak memiliki akses ke ruang kelas dan ribuan perempuan telah diberhentikan dari pekerjaan mereka karena pembatasan yang berkembang.
Kehidupan masyarakat—terutama perempuan semakin bertambah sulit dengan krisis ekonomi yang dihadapi Afghanistan.
Sejak awal berkuasa, Taliban mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam. Namun kenyataannya, akses pendidikan gadis remaja terputus di jenjang sekolah menengah. Perempuan juga dipaksa untuk menanggalkan profesi mereka, terutama di bidang hukum, keamanan, layanan publik, dan seni yang selama ini menjadi sumber pendapatan ekonomi keluarga.
Pemerintah Barat mengecam keras sikap Taliban yang 'melenyapkan' perempuan dari kehidupan publik. Banyak perempuan Afghanistan menyatakan frustrasi dan meminta otoritas Taliban untuk menghormati hak-hak mereka.
“Mereka tidak bisa memusnahkan kami dari masyarakat, jika mereka memusnahkan kami dari satu bidang, kami akan melanjutkan dari bidang lain,” kata Mahjoba Habibi, seorang pembela hak-hak perempuan, saat peresmian perpustakaan.
Dilaporkan Reuters, juru Bicara Taliban belum bersedia diminta komentar tentang pembukaan perpustakaan yang dibuka di sebuah pusat perbelanjaan di Kabul tersebut.
KOMENTAR ANDA