Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

“COBALAH ikut arisan.”

“Toh, biayanya kecil dan manfaatnya besar.”

Perempuan yang sejatinya bening itu terlihat pucat. Dia memahami maksud baik dari saran suami tercinta. Baru saja pindah di daerah yang relatif baru adat istiadatnya, membuat arisan sangat membantu dalam sosialisasi.

Bukannya tidak suka bergaul, akan tetapi dirinya punya suatu keyakinan teguh. Dan itu pula yang membuat perempuan taat beragama itu masih enggan ikut arisan. Alasannya, “Bukankah arisan itu serupa dengan judi?”

Suaminya terkejut. Kita semua mungkin juga kaget. Kok bisa-bisanya arisan yang teramat lazim dilakukan emak-emak disebut beraroma judi?

“Sesuatu yang sudah biasa belum tentu halal,” tegasnya.

Sang suami pun angguk-angguk kepala sesudah mendengar uraian dari perempuan tersebut. Dia pun setuju sang istri tidak jadi mengikuti arisan emak-emak di sana.

Dalam arisan ada undian, bukankah begitu pula dengan judi? Dalam arisan terdapat uang yang dikocok menentukan siapa yang dapat, tidakkah serupa dengan judi? Akhirnya, samakan hukum arisan dengan judi?

Deretan pertanyaan ini jangan sampai membuat ibu-ibu malah dilanda kegalauan tatkala mengikuti arisan, asalkan kita sama-sama tahu bimbingan agama tentang arisan yang halal.

Farid Nu’man dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer (2020: 245) mengungkapkan:    

Arisan dalam artian sederhana adalah sekumpulan orang yang mengumpulkan uang lalu diundi (qur'ah). Ini bukanlah judi karena tidak ada pihak yang menang atau kalah dan semua anggota akan mendapatkan apa yang disepakati dalam arisan, misal uang, pada akhirnya dan pada gilirannya. Ini sama halnya seperti menabung, hanya saja dalam arisan, perolehan total uangnya ada yang didahulukan atau ditunda.

Arisan sama seperti seseorang yang berutang kepada beberapa orang, dan ini tidak ada larangannya dalam nash, sehingga bara'atul ashliyyah, kembali pada hukum asal bahwa segala akad duniawi adalah mubah.

Imam Ibnu al-Qayyim berkata, “Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalah adalah sah sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya.  

Bagi kalangan yang memperbolehkan arisan berpegang pada hadis Nabi Muhammad. Sebagaimana dikutip oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali pada kitab Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 5 (2005: 536-537) menerangkan:

Hadis Abud Darda, “Apa yang telah Allah halalkan di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal dan apa yang Dia haramkan maka itu adalah haram, sedangkan apa yang Dia diamkan (tidak ditentukan halal atau haram), itu adalah suatu karunia. Maka dari itu, terimalah karunia-Nya karena sesungguhnya Allah tidak pernah lupa.”

Pada dasarnya arisan itu hukumnya boleh-boleh saja. Bukankah dalam arisan terdapat berlimpah manfaat; adanya unsur tolong menolong dan mempererat hubungan sosial.

Namun, arisan dapat menjadi sesuatu yang dilarang atau diharamkan apabila sudah memakai atau mengandung unsur-unsur perjudian. Sehingga keengganan perempuan ikut arisan pada kisah pembuka dapat dimaklumi karena melihat arisan itu sudah menyimpang; dalam pelaksanaannya telah mengandung unsur perjudian. Nah lho!

Penjelasan berikut ini akan membantu kita agar arisan yang dilaksanakan tidak terjerumus pada unsur perjudian dan tetap setia dalam aturan agama.

Ahmad Sarwat pada Ensiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat (2019: 197-198) menguraikan beberapa ketentuan:

a.Tidak ada menang dan kalah
Dalam arisan yang sering kita jumpai, tidak ada menang atau kalah, yang ada hanya siapa yang mendapat arisan sesuai dengan nama yang keluar dari hasil pengocokan.

Nama yang sudah mendapat uang arisan dipastikan tidak akan mendapat lagi karena namanya sudah dikeluarkan dari daftar nama-nama yang dikocok. Kecuali apabila yang bersangkutan mengikuti arisan dengan dua nama; dengan membayar untuk dua orang.

Sementara judi diharamkan karena ada pihak yang kalah dan kehilangan uang yang dipertaruhkan; di mana uang itu menjadi hak pihak yang menang dan tidak ada penggiliran yang adil dalam urusan menang dan kalah.

b. Menang bergiliran
Kalaupun ada istilah menang dan kalah dalam arisan, pada hakikatnya bukan memang atau kalah yang sesungguhnya. Seorang peserta arisan tidak akan kehilangan uangnya meskipun kelihatannya dia harus mengeluarkan uang tiap kali arisan. Semua uangnya pasti akan kembali lagi secara utuh ketika mendapat giliran menang.

c. Tidak ada uang yang dipertaruhkan
Arisan sama sekali tidak mempertaruhkan uang, yang ada hanya semacam menabung uang karena semua uang yang dibayarkan untuk arisan pada hakikatnya akan kembali lagi secara utuh. Kalaupun ada undian, bukan untuk menentukan siapa yang diuntungkan dari arisan, melainkan hanya menetapkan siapa yang berhak mendapat uang terlebih dulu.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih