MENGAPA sejumlah orang bisa mengalami brain fog setelah terpapar COVID-19?
Tidak terbayang sebelumnya bahwa setelah pulih dari COVID-19 kita justru kerap merasa lesu, berkurang daya ingat, sulit berkonsentrasi, dan entah mengapa—merasa terpuruk. Virus tersebut ternyata bisa mempengaruhi otak dan menciptakan 'kabut' pada otak.
Contohnya saja, saat mengobrol dengan seorang teman, kita ingat wajah dan mendengar suaranya, tapi tidak mengerti apa yang dia katakan. Kita juga menjadi mudah lupa atau sulit sekali memejamkan mata untuk tidur.
Penyebab brain fog pascaCOVID belum dipahami
“Brain fog adalah istilah awam yang menggambarkan pemikiran lambat atau lamban yang memengaruhi memori, konsentrasi, dan/atau kejernihan mental. Ini adalah gejala yang dilaporkan sendiri, dan definisinya dapat bervariasi antara individu dan dokter, ”kata Associate Professor Kevin Tan, konsultan senior di Departemen Neurologi National Neuroscience Institute seperti dilansir CNA.
Fenomena tersebut tidak hanya terbatas pada COVID-19 saja, lanjut Assoc Prof Tan. Apa yang disebut brain fog dapat dikaitkan dengan banyak alasan lain seperti kehamilan, menopause, dan pemulihan dari infeksi lain dan cedera kepala ringa. Termasuk juga efek samping yang diketahui dari obat-obatan tertentu seperti kemoterapi.
Tetapi pertanyaan besarnya tetap: Mengapa virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19, memengaruhi kemampuan kognitif seperti memori, fokus, dan fungsi termasuk perencanaan dan multitasking?
“Ini belum bisa dipahami dengan baik sampai saat ini,” kata Assoc Prof Tan.
Sebelumnya, sebuah studi kecil menunjukkan adanya ‘penyusutan otak’ setelah COVID-19. Namun temuan itu memerlukan penelitian lebih luas dan lebih banyak bukti.
Ada pula dugaan bahwa brain fog bisa jadi diakibatkan badai sitokin. Durasi brain fog berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
Terkait ingatan dan fokus yang melemah setelah pulih dari COVID-19, perkiraan tingkat disfungsi kognitif seperti itu berkisar antara 22 persen hingga 32 persen kasus. Gangguan tersebut tidak memandang jenis kelamin maupun usia.
Menurut penelitian terhadap lebih dari 3.000 orang dari 56 negara, timbulnya brain fog terjadi pada sekitar 31 persen responden pada minggu pertama gejala COVID-19.
Kondisi tersebut memburuk selama tiga bulan pertama, memuncak pada hampir 67 persen peserta, sebelum menurun di bulan-bulan berikutnya. Pada bulan ketujuh, sekitar 55 persen dari mereka mengalami disfungsi kognitif.
Brain fog adalah bagian dari COVID yang panjang, dengan gejala yang berlangsung selama berbulan-bulan. Orang-orang yang dirawat di ICU berpotensi lebih besar mengalami brain fog.
Meski demikian, pasien COVID dengan gejala ringan tetap bisa mengalami kondisi mudah lupa dan sulit fokus.
“Gejala sering membaik dari waktu ke waktu, namun bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan karena seperti halnya infeksi apa pun, pemulihan dapat sangat bervariasi antar individu.”
Olahraga untuk memerangi brain fog
Olahraga dapat berperan dalam meningkatkan fungsi kognitif, terutama yang bersifat aerobik seperti berlari dan bersepeda, menurut Harvard Health. Peningkatan kapasitas untuk mengangkut oksigen ke otak dapat meningkatkan jumlah pembuluh darah dan sinapsis serta meningkatkan volume otak.
Selain olahraga, bermain game, membuat kerajinan, membaca, bermain catur atau teka teki silang juga bisa menjadi stimulan yang dibutuhkan untuk menghilangkan brain fog. Tentu saja diimbangi dengan gaya hidup sehat.
“Pertimbangkan untuk menemui dokter jika gangguan memori atau kognitif secara signifikan mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Dokter harus fokus karena mungkin ada alasan lain yang menyebabkan kita mengalami gangguan kognitif setelah pulih dari COVID-19," tegas Assoc Prof Tan.
KOMENTAR ANDA