Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

PEMERINTAH China mengeluarkan peringatan panas tertinggi di hampir 70 kota dalam gelombang panas kedua pada minggu terakhir Juli.

Badan Meteorologi China memperkirakan suhu melebihi 40 derajat Celsius (104 derajat Fahrenheit). Sebanyak 393 kota lainnya diperkirakan akan mengalami suhu 35 derajat Celsius ke atas.

Suhu di China meningkat lebih cepat dari rata-rata global, dan gelombang panas terbaru telah menimbulkan kekhawatiran baru tentang laju pemanasan global yang makin sulit dibendung.

Gelombang panas terbaru didefinisikan sebagai periode cuaca panas ekstrem selama tiga hari atau lebih, yang menjadi kedua di bulan Juli. Inilah suhu rata-rata harian tertinggi sejak tahun 1961, termasuk pekan lalu, provinsi Zhejiang dan Fujian melampaui rekor suhu lokal.

Kepala Pusat Meteorologi Nasional Fu Jiaolan menyatakan gelombang panas terbaru diperkirakan akan sama dengan gelombang sebelumnya yang berlangsung 5-17 Juli. Namun cuaca buruk saat ini bisa berdampak pada lebih banyak orang karena "peringatan merah" telah diberikan ke lebih banyak wilayah.

China mengoperasikan empat tingkat sistem peringatan cuaca. Peringatan merah menunjukkan suhu 40 derajat Celsius atau lebih tinggi, oranye untuk 35 derajat Celsius atau lebih tinggi, kemudian ada kuning dan biru. Hampir 70 kota telah mendapat peringatan merah.

Di Guangzhou, biro meteorologi setempat memperkirakan cuaca panas akan berlansung selama 23 hari dan menjad gelombang panas terlama di kota bagian selatan China itu sejak tahun 1951.

Chen Chunyan, kepala ahli di Observatorium Meteorologi Xinjiang, mengatakan kepada media pemerintah bahwa durasi panjang gelombang panas telah mempercepat pencairan gletser di pegunungan yang berbatasan dengan wilayah tersebut.

"Suhu tinggi yang terus-menerus telah mempercepat pencairan gletser di daerah pegunungan, dan menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang, dan tanah longsor di banyak tempat," kata Chen.

Cuaca yang tidak biasa ini tidak terbatas pada Xinjiang, yang merupakan rumah bagi wilayah gurun yang luas dan terbiasa dengan suhu panas. Sejak bulan Mei, lusinan orang di Cina selatan telah tewas dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal akibat banjir dahsyat dan tanah longsor.

Ditambah dengan gelombang panas, cuaca ekstrem dapat berdampak signifikan bagi perekonomian China.

Banjir, kekeringan, dan siklon tropis diperkirakan merugikan China sekitar 238 USD miliar per tahun, menurut laporan yang dirilis tahun lalu oleh Organisasi Meteorologi Dunia.

Dan Chen mengatakan bahwa jika gelombang panas berlanjut di Xinjiang, itu juga dapat membahayakan produksi kapas, pukulan tambahan bagi ekonomi China karena terus menghadapi perlambatan yang disebabkan oleh pandemi.

Diketahui, Cina adalah produsen kapas terbesar kedua di dunia dan sebanyak 85 persen kapas produksi Cina berasal dari Xinjiang.

 




Bahaya Literasi Rendah di Tengah Disrupsi Digital

Sebelumnya

UNESCO Pilih Busan Jadi Tuan Rumah Pertemuan Warisan Dunia Tahun Depan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News