Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

ANGKA perkawinan anak meningkat tajam selama pandemi Covid-19. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan, kenaikannya mencapai 300%.

Memprihatinkan, karena pernikahan yang dilakukan oleh pasangan sebelum mencapai usia 18 akan memiliki banyak dampak buruk, baik dari segi kesehatan, kekerasan seksual, hingga hak asasi manusia.

Beberapa penelitian bahkan menunjukkan, pernikahan dini di usia remaja memiliki dampak buruk dari sisi medis maupun psikologis, serta lebih berisiko berujung pada perceraian.

Ada banyak alasan mengapa orangtua menikahkan anaknya di usia yang belum cukup, salah satunya adalah faktor ekonomi. Namun harus dilihat dampak buruk dari pernikahan dini ini:

Rentan Terkena Penyakit Seksual

Pasangan yang memilih menikah di usia dini rentan sekali terjangkit penyakit seksual, terutama HIV. Sebab, kurangnya pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman, sehingga penggunaan alat kontrasepsi pun masih sangat rendah.

Risiko Terjadinya Kekerasan Seksual Meningkat

Studi menunjukkan, perempuan yang menjalani pernikahan dini justru cenderung mengalami kekerasan dari pasangannya. Usia yang masih sangat muda untuk menjalani rumah tangga seringkali membuat pasangan belum mampu berpikir dewasa. Apalagi, kondisi emosionalnya belum stabil.

Risiko Kehamilan Meningkat

Kehamilan usia dini bukanlah hal yang mudah, justru cenderung lebih berisiko. Pada janin, risikonya adalah bayi lahir prematur dan berat badannya sangat rendah. Sementara ibu, bagi yang baru berusia belasan tahun, lebih berisiko mengalami anemia dan preeklamsia di masa kehamilannya.

Akan Ada Masalah dalam Psikologis Anak

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia perempuan saat menikah, semakin tjnggi risiko terkena gangguan mental, seperti kecemasan, gangguan suasana hati, dan depresi.

Risiko Tingkat Sosial dan Ekonomi yang Rendah

Pernikahan dini merampas masa remaja anak. Sebagian dari mereka yang menjalani pernikahan dini, cenderung ortu sekolah karena harus membiayai pernikahannya. Karena putus sekolah itulah, anak tidak punya modal menikah dan berumah tangga.

Pernikahan tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Perlu kematangan  fisik, psikologis dan emosional. Agar tidak berlarut, kedewasaan diri secara mental dan finansial merupakan aspek oenting sebelum memutuskan untuk menjalani hidup ini.
 




Bahaya Literasi Rendah di Tengah Disrupsi Digital

Sebelumnya

UNESCO Pilih Busan Jadi Tuan Rumah Pertemuan Warisan Dunia Tahun Depan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News