Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

PADA suatu kisah, istri seorang ulama, yaitu Syeikh al Imam Syaqiq Al Balkhi, seorang sufi Khurasan yang wafat pada tahun 149H/810 M, membeli semangka.

Ketika disantap, ternyata buah semangka itu terasa hambar. Istri sang Syeikh tersebut pun menggerutu, mengeluhkan semangkanya yang tidak manis. Syeikh Al Imam Syaqiq menanggapi dengan tenang kekesalan istrinya itu. Setelah selesai didengarkan emosi sang istri, Ia pun bertanya kepada istrinya dengan lembut.

“Kepada siapakah engkau kesal wahai istriku? Kepada pedagang buahnya kah? Atau kepada petani yang menanamnya? Atau bahkan kepada Yang Menciptakan buah semangka itu?”

Istri sang Syeikh terdiam. Sambil tersenyum, Syeikh Al Imam Syaqiq melanjutkan perkataannya, “Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik. Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula dengan seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan panen yang terbaik. Maka sasaran emosimu berikutnya yang tersisa, adalah kepada yang menciptakan semangka itu.”

Pertanyaan Syeikh Al Imam Syaqiq menembus ke dalam relung hat sang istri. Terlihat air mata menggenang di kedua pelupuk matanya.

Syeikh Al-Imam Syaqiq Al-Balkhi pun melanjutkan nasihatnya, “Bertakwalah wahai istriku. Terimalah segala sesuatu yang menjadi ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan keberkahan pada kita.”

Mendengar nasihat suaminya, sang istri pun menunduk dan menangis menyadari  kesalahannya dan ridha dengan apa yang telah Allah Subhanallahuwata’ala tetapkan.

Hikmah paling penting dari kisah di atas adalah :

Setiap keluhan yang terucap menandakan kita tidak ridha dengan ketetapan Allah, hal itu akan menjauhkan berkah Allah yang akan turun kepada kita. Karena dalam hidup  berkah bukan kondisi serba cukup dan mencukupi saja, namun berkah adalah bertambahnya ketaatan kita kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan segala kondisi yang ada, baik yang kita sukai ataupun sebaliknya.

Apakah berkah itu?

Berkah adalah kebaikan yang banyak dan abadi, yang berasal dari Allah Subhanahuwata’ala, mencakup material dan spiritual,  seperti harta yang bermanfaat, keamanan dan ketenangan serta kebahagiaan batin

Makanan yang berkah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan yang mampu membuat yang memakannya menjadi lebih taat setelah memakannya. Untuk para suami, ia menjadi lebih sholeh, rajin ke masjid dan bersikap lebih lemah lembut ke keluarganya. Sedangkan para istri, menjadi taat beribadah, lebih santun dan menghargai suaminya.

Hidup yang berkah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru berkah seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ayyub Alaihisallam, sakitnya menjadikannya bertambah taat kepada Allah.

Usia yang berkah tidak selalu panjang usia. Ada sebagian orang yang usianya pendek, namun sangat taat kepada Allah Subhanahuwa’atala, seperti Mush’ab bin Umair. Beliau adalah utusan yang dikirimkan oleh Rasulullah Shallahuwa’alaihi wasallam untuk mengajarkan agama Islam kepada kaum Anshar di Madinah sebelum Rasulullah hijrah kesana. Berkat dakwah yang dilakukan oleh Mush’ab bin Umair, seluruh penduduk Madinah memeluk Islam. Beliau wafat pada usia yang masih sangat muda, gugur ketika terjadi Perang Uhud.

Tanah yang berkah bukan tanah karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan di hadapan Allah Subhanahuwata’ala.

Tanah yang berkah adalah tanah yang dapat dimanfaatkan pemiliknya untuk bekerja di jalan Allah.

Ilmu yang berkah bukan ilmu yang punya banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi yang berkah ialah ilmu yang mampu menjadikan seseorang tergerak hatinya untuk beramal dan berjuang di jalan Allah.

Ilmu yang berkah juga bukan hanya yang menjadikan penimbanya memiliki banyak gelar saja, namun ilmu yang berkah adalah ilmu yang mampu membuat seseorang menjadi rendah hati dan mau mengamalkan ilmu tersebut untuk kemaslahatan masyarakat sekitarnya.

Penghasilan yang berkah bukan hanya sekedar gaji yang besar dan berlimpah, namun penghasilan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi jalan rezeki dan amal kebaikan untuk membantu yang lainnya.

Anak-anak yang berkah bukan hanya anak yang lucu saat mereka kecil dan bergelar serta berjabatan hebat ketika dewasa. Namun anak yang berkah adalah anak yang selalu taat kepada Allah Subhanahuwata’ala, yang kelak menjadi lebih baik dari orang tuanya dan selalu berbakti serta tak putus-putusnya mendoakan kedua orangtuanya, serta mampu membuat orangtuanya menjadi lebih taat dan lebih dekat kepada Allah Subhanahuwata’ala

Semoga Allah menganugerahkan hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir dan pribadi yang rendah hati yang mampu mendekatkan setiap berkah (kebaikan) yang hendak Allah berikan kepada hamba yang taat kepada-Nya dan menjauhkan segala adzab yang turun kepada hamba yang mendustakan-Nya.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al A’raf :96).




Menyikapi Toxic People Sesuai Anjuran Al-Qur’an

Sebelumnya

Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur