Pelaksanaan Shalat Idul Adha/ Net
Pelaksanaan Shalat Idul Adha/ Net
KOMENTAR

IDUL Adha 1443H tinggal menghitung hari. Semua masyarakat menyambut gembira kehadirannya. Berbagai persiapan dilakukan untuk merayakan Idul Qurban ini. Mulai dari persiapan memotong hewan kurban sampai dengan penyelenggaraan salat Idul Adha.

Sayangnya, bersama kegembiraan tersebut, hadir perdebatan soal waktu Idul Adha. Setelah pemerintah mengumumkan bahwa perayaan Idul Adha jatuh pada hari Ahad, 10 Juli 2022, masyarakat mulai berpolemik atas keputusan tersebut.     

Mereka menyoal waktu Idul Adha yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Lebaran hari Ahad sementara wukuf diselenggarakan di hari Jumat?

Bagaimana mungkin Idul Adha hari Ahad, sementara Indonesia memiliki perbedaan waktu 4 jam lebih cepat dibandingkan Arab Saudi?

Guliran pertanyaan demikian, hadir memenuhi ruang-ruang diskusi dan obrolan di masyarakat bahkan menjadi bagian dari pillow talk pasutri yang memiliki perbedaan manhaj.

Tak jarang dalam beberapa kesempatan, perdebatan tersebut berujung pada perselisihan yang melukai. Karena dorongan perasaan paling benar mengalahkan akal sehat untuk menerima pendapat orang lain.

Padahal Rasulullah telah mengingatkan umatnya, untuk sebisa mungkin meninggalkan perdebatan. Tak tanggung-tanggung, ganjarannya rumah di surga.

“Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas bin Malik.

Ketimbang mendebatkan perbedaan yang tiada akhir, lebih baik kita memahamkan diri terhadap apa yang menjadi penyebab perbedaan sehingga mudah bagi kita untuk menerima perbedaan.

Perbedaan penetapan Idul Adha dilatari oleh dua pendapat, pertama, Idul Adha ditetapkan berdasarkan waktu wukuf. Jadi ketika umat Islam menunaikan ibadah wukuf maka umat Islam di seluruh dunia melaksanakan puasa sunnah Arafah, yang bermakna keesokannya Idul Adha.

Pendapat kedua menyatakan, patokan hari Idul Adha adalah hilal di masing-masing negeri. “Likulli baldatin ru’yatuha.” Setiap negeri memiliki ru’yahnya (penglihatan terhadap hilal) sendiri. HR. Muslim.

Menurut Ustadz Oman Suratman, Lc., dalam kajian Sirah Nabawiyah di Masjid Darul Falah, Bekasi, Kamis, 7 Juli 2022, pendapat pertama dipegang oleh ulama-ulama yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Sementara pendapat kedua dipegang oleh Ulama Saudi Syeikh Utsaimin.    

Oman melanjutkan, dilihat dari sejarah, Rasulullah menunaikan haji di tahun ke-11 H karena adanya pelarangan dari kaum kafir Qurays untuk memasuki Mekkah. Artinya beliau baru menunaikan ibadah wukuf di tahun tersebut.

Sementara di tahun-tahun sebelumnya, beliau selalu merayakan Idul Adha dan berkurban. Maka dari sini dapat disimpulkan, bahwa wukuf bukanlah patokan Rasulullah untuk melaksanakan Idul Adha.

Lantas bagaimana dengan perbedaan waktu Indonesia yang lebih cepat 4 jam dibandingkan Arab Saudi? Oman menjelaskan, perbedaan waktu tersebut merujuk pada Greenwich Mean Time yang menjadi standar kalender masehi.

Sementara Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah menggunakan perhitungan kalender hijriah sehingga perbedaan waktu yang lebih cepat tidak bisa menjadi ukuran. Perhitungan waktu yang merujuk pada kalender hijriah menyebabkan kemunculan hilal menjadi patokan hari Idul Adha.

Situs resmi Kemenag 1 Juli 2022 menjelaskan, waktu di Indonesia lebih cepat 4 jam sehingga hilal justru mungkin terlhat di Arab Saudi. Semakin ke arah Barat dan bertambahnya waktu, semakin tinggi dan mudah dilihat.

Sementara itu, letak geografis Arab Saudi berada di sebelah Barat Indonesia sehingga posisi hilal di Arab Saudi lebih tinggi di tanggal yang sama. Jadi kurang tepat jika memahami karena Indonesia lebih cepat 4 jam dari Arab Saudi maka Indonesia mestinya melaksanakan hari raya Idul Adha 1443H lebih awal.

Dari uraian ini jelaslah, bahwa setiap pendapat memiliki alasan kuat. Baiknya kita saling menghargai dengan tidak mencaci maki. Bukankah kita ingin rumah di atas surga?!

 

 

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News