Gempa di Afghanistan, rumah-rumah warga telah berubah menjadi puing-puing dengan menyisakan satu atau dua dinding yang berdiri/ Foto: CNN & BBC
Gempa di Afghanistan, rumah-rumah warga telah berubah menjadi puing-puing dengan menyisakan satu atau dua dinding yang berdiri/ Foto: CNN & BBC
KOMENTAR

AFGHANISTAN diguncang gempa paling mematikan dalam dua dekade terakhir, Rabu (22/3/2022). Rumah-rumah warga telah berubah menjadi puing-puing dengan menyisakan satu atau dua dinding yang berdiri.

Bencana kemanusiaan ini terjadi di tengah kondisi sulit masyarakat Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban. Selama beberapa bulan terakhir, banyak rakyat mengalami musibah kelaparan dan krisis ekonomi.

Data PBB pada Mei tahun ini menunjukkan hampir separuh populasi Afghanistan mengalami kelaparan akut.

Sejak Taliban berkuasa pada Agustus 2021, Amerika Serikat dan sekutunya telah membekukan sekitar 7 miliar USD cadangan devisa Afghanistan dan memotong pendanaan internasional untuk negara tersebut.

Penurunan pendapatan masyarakat berbarengan dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok membuat standar hidup rumah tangga terpuruk. Bank Dunia bahkan menyebutkan ekonomi Afghanistan terjun bebas.

Data Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menunjukkan gempa terjadi pukul 01:24 pagi waktu setempat (22/6/2022) dengan pusat gempa sekitar 46 kilometer barat daya kota Khost dekat perbatasan dengan Pakistan. Gempa tercatat pada kedalaman 10 kilometer yang ditetapkan USGS berada pada tingkat siaga kuning—dampak relatif terlokalisasi.

Sebagian besar korban meninggal dunia berada di provinsi Paktika yaitu distrik Giyan, Nika, Barmal, dan Zirok menurut keterangan Kementerian Penanggulangan Bencana.

Diketahui bahwa korban meninggal dunia lebih dari 1000 orang dan setidaknya 1500 orang terluka—angka ini baru terlihat di distrik Gayan dan Barmal. Kepala Departemen Informasi dan Budaya Paktika Mohammad Amin Hozaifa memperkirakan angka itu akan terus bertambah seiring misi pencarian korban berlanjut.

Gempa terjadi bertepatan dengan hujan lebat di wilayah tersebut, membuat banyak rumah tradisional milik warga yang terbuat dari lumpur dan bahan alami lain sangat rentan untuk rusak. Kedalaman dangkal pusat gempa (10 kilometer) menyebabkan jumlah korban terbilang besar.

Kementerian Pertahanan Afghanistan menyatakan tim medis dan tujuh helikopter telah dikirim untuk mengangkut korban luka ke rumah sakit terdekat.

Taliban mengadakan pertemuan darurat pada Rabu (23/6/2022) untuk mengatur penyediaan transportasi bagi korban luka dan pengantaran bantuan bagi korban gempa dan keluarga mereka.

Perdana Menteri Mohammad Hassan Akhund juga telah mengadakan pertemuan di Istana Kepresidenan untuk menginstruksikan semua lembaga terkait untuk mengirimkan bantuan ke daerah-daerah terdampak gempa, termasuk makanan, pakaian, serta obat-obatan.

Untuk para korban gempa, pemerintah menyediakan 100.000 AFN (sekitar 1.116 USD) untuk keluarga korban meninggal dunia dan 50.000 AFN (sekitar 558 USD) untuk keluarga korban terluka.

"Republik Islam Afghanistan menyerukan dukungan dari semua negara, organisasi internasional, individu, dan yayasan untuk menyediakan dan memberikan bantuan kemanusiaan yang mendesak," demikian pernyataan pers diplomatik Afghanistan.

Terkait hal itu, WHO menyatakan bahwa tim sudah berada di lokasi untuk tanggap darurat, termasuk menyediakan obat-obatan dan layanan trauma juga mendata berbagai kebutuhan.

"Semua sumber daya telah dimobilisasi, tak hanya dari provinsi terdekat tapi juga dari Kabul, termasuk pasokan medis, petugas medis, perawat, petugas kesehatan, ambulans, dan petugas darurat terlatih," jelas Alaa AbouZeid dari kantor WHO Afghanistan seperti dilansir CNN.

Sekjen PBB Antonio Guterres memastikan tim kesehatan dan pasokan medis serta perlengkapan tempat penampungan darurat sudah sepenuhnya dimobilisasi menuju zona gempa.

Kepada BBC, para penyintas menceritakan bagaimana desa-desa mereka hancur total. Jalan-jalan hingga menara telepon seluler pun rusak hingga mematikan jalur komunikasi.

Para dokter memperkirakan banyak dari korban meninggal dunia adalah anak-anak yang tidak bisa keluar dari gedung tepat waktu.

Tim penyelamat diketahui kesulitan mencapai daerah gempa yang tersapu banjir akibat hujan lebat tadi malam. Begitu juga dengan kendala cuaca. Hujan es dan salju pada bulan Juni yang seharusnya belum terjadi. Proses penyelamatan menjadi lebih sulit.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News