Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KENDATI tidak terekspose secara terbuka di depan khalayak, ghost kitchen memberikan banyak hal yang diharapkan demi mendukung gesitnya manusia modern; kenyamaan, kemudahan dan kecepatan.

Mohammad Irfan & Pooja Kansra dalam buku Social Governance, Equity and Justice (2021: 117) menerangkan, in the recent times of Covid-19 the concept of food business has given weightage to the satellite provision to prepare the food and deliver it to the prospective client, this particular concept has emerged in the form of 'Cloud Kitchen'. Some of the people call it as shared kitchen, virtual kitchen, satellite kitchen or even ghost kitchen also.

Justru dikerasnya prahara masa pandemi ghost kitchen menemukan titik kejayaannya. Bisnis kuliner yang hemat biaya hemat tempat ini kian marak digandrungi. Konsumen jelas amat dimanjakan, karena makanan diantarkan langsung. Pihak restoran, rumah makan, kafe dan sejenisnya malah lebih terbantu lagi, karena tidak perlu berkotor-kotor di dapur. Cukup pesan makanan dan minuman dari ghost kitchen, sehingga mereka bisa lebih fokus kepada pelayanan terhadap pembeli.    

Makanya, jangan kaget kalau melihat restoran, rumah makan, atau kafe yang teramat mengkilap, tidak terlihat dapur sama sekali. Ingatlah, di baliknya ada peran menakjubkan dari ghost kitchen dari belakang layar.

Sunday Ade Sitorus, dkk. dalam buku E-Commerce: Strategi dan Inovasi Bisnis Berbasis Digital (2022: 189) mengungkapkan, konsep ini juga dikenal dengan nama restoran hantu/ghost kitchen akibat ketiadaan kehadiran fisik dari restoran tersebut. Konsep ini menggunakan lokasi bersama dengan restoran serupa. Salah satu syarat penggunaan restoran jenis ini adalah memiliki brand yang sudah memiliki lisensi, ruang dapur komersil untuk operasional dan kehadiran dalam aplikasi pengiriman makanan orang. Staf dapur umumnya bekerja terpisah namun memiliki akses terhadap semua bahan makanan yang diperlukan untuk kelancaran usaha.

Dan buktinya pun ada, prahara Covid-19 justru membuat nalar ibu muda itu cemerlang. Dia yang tidak pandai memasak malah sukses mendirikan perusahaan katering ternama. Saat buka rahasia dirinya mengaku, “Tidak perlu dapur untuk punya bisnis katering.”

Ya, dia hanya butuh brand dan juga kegigihan dalam pemasaran. Perkara masak-memasak, dia punya kerjasama dengan ghost kitchen, yang tak lain sahabatnya sendiri yang terkena badai PHK.

Tampaknya masa depan nan cerah akan menyambut eranya ghost kitchen, karena memanjakan umat manusia dari keribetan urusan perut.

Muzaache dalam bukunya Estate and Community Service Management (2020: 119-120) menjelaskan, konsepnya tidak ada pelayanan makan di tempat seperti rumah makan pada umumnya. Beberapa orang menyebut konsep ini dengan istilah ghost restaurant atau ghost resto atau ghost kitchen. Maka alangkah nyamannya jika kita hanya tinggal menelpon, maka makanan akan diantar langsung ke rumah kita.

Boleh saja sih mendambakan kenyamanan, tetapi faktor kehalalan juga sangat penting sekali dipikirkan.

Tidak ada yang lebih nyaman bagi seorang penganut agama Islam melainkan dapat menyantap makanan dan minuman yang halal.

Pertanyaannya, apakah ghost kitchen atau ghost resto atau apalah sebutannya itu, memerlukan sertifikat halal dalam bisnisnya?

Ternyata hal ini telah diterangkan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada laman https://halalmui.org, bahwa:    

Sebagai premis/fasilitas olahan pangan, maka perusahaan seperti dapur ini baik untuk kepentingan hotel, restoran, maupun katering- termasuk dalam objek yang wajib melakukan proses sertifikasi halal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Sebagai pengelola ghost kitchen, maka produknya bisa dikategorikan jasa. Sementara, pemilik produk bisa dikategorikan sebagai produsen. Dalam regulasi yang mewajibkan sertifikasi halal, maka kerjasama keduanya bisa diatur dan memberikan peran yang berbeda dalam menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH), tergantung siapa yang mempunyai peran lebih besar dalam mengelola risiko sebuah aktivitas kritis, sehingga status kehalalan produk yang dihasilkan senantiasa terjaga sepanjang berlakunya sertifikat halal.

Justru ghost kitchen inilah yang lebih perlu bersegera mengurus sertifikat halal, sebab berbeda dengan restoran-restoran lain yang kasat mata, ghost kitchen sulit terdeteksi keberadaannya dan lebih sulit lagi memantau proses memasaknya dan juga kehalalan bahan-bahannya.

Apabila konsumen muslim memiliki komitmen hanya memilih ghost kitchen yang bersertifikat halal, maka disanalah pihak produsen akan termotivasi memenuhi standar aman bagi penganut agama Islam tersebut.

Lagi pula, ini kan negara yang mana mayoritas penduduknya adalah muslim, dan menjadi suatu hal yang janggal kalau para pebisnis masih mengabaikan sertifikat halal.
 




Ternyata Siomay Bisa Saja Haram

Sebelumnya

Parsel: Halal atau Haram?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Halal Haram