Perempuan hendaknya tidak gentar dengan ujian kehidupan. Apalah itu ujian kehidupan, sedangkan ujian keimanan saja telah perempuan mampu melaluinya dengan teramat anggun/ Net
Perempuan hendaknya tidak gentar dengan ujian kehidupan. Apalah itu ujian kehidupan, sedangkan ujian keimanan saja telah perempuan mampu melaluinya dengan teramat anggun/ Net
KOMENTAR

KAUM hawa memang patutlah berbangga hati, betapa tidak, sebab dalam Al-Qur’an terdapat sebuah surat khusus perempuan, yakni An-Nisa. Sebaiknya kebanggaan yang agung tersebut tidak berhenti sampai di sana saja, mengingat juga ada surat lain yang juga mengabadikan dan menonjolkan perempuan, yaitu Al-Mumtahanah.

Bedanya, surat Al-Mumtahanah ini bisa lebih menyedot perhatian, mengingat artinya adalah perempuan yang diuji.

Seolah Al-Qur’an menggambarkan dalam surat ini, betapa kehidupan perempuan itu adalah rentetan ujian, bahkan keimanan perempuan itu pun diperintahkan Allah agar diuji terlebih dahulu.

Di dalam surat ini pula terdapat cerita yang menawan hati, utamanya bagi mereka yang menyelami manisnya iman.

Surat Al-Mumtahanah ayat 10, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka.”

Sayyid Quthub pada kitab Tafsir Fii Zhilalil Qur’an menjelaskan mengenai ayat ini, bahwa telah disebutkan riwayat tentang sebab nuzul hukum-hukum dalam ayat di atas, bahwasanya dalam perjanjian Hudaibiyah terdapat butir kesepakatan bahwa, “Sesungguhnya bila datang kepadamu seseorang di antara kami (Quraisy) walau pun dia menganut agamamu, maka kamu (Nabi Muhajmmad) harus mengembalikannya kepada kami.”

Ketika Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya telah bertolak pulang dan sampai ke lembah yang rendah dari Hudaibiyah, maka datanglah beberapa orang wanita mukminat yang memohon untuk ikut hijrah dan bergabung ke dalam Daulah Islamiah di Madinah.

Kemudian Quraisy pun datang meminta agar wanita-wanita itu dikembalikan sesuai dengan butir perjanjian. Dan, tampak sekali dari teks butir perjanjian bahwa hal itu tidak mencakup sama sekali di dalamnya kaum wanita.

Dengan berlandaskan pada perjanjian Hudaibiyah, pihak kafir Quraisy menuntut agar perempuan-perempuan beriman yang hijrah dari Mekah ke Madinah dikembalikan kepada mereka. Betapa Nabi Muhammad berada dalam dilema, sebab memulangkan kaum perempuan ke Mekah sama saja menjerumuskan mereka dalam kebinasaan.

Maka, turunlah ayat di atas yang melarang orang-orang beriman untuk mengembalikan wanita-wanita mukminat itu kepada orang-orang kafir, sehingga kaum kafirin akan menyiksanya dalam agamanya karena kelemahan kaum wanita.

Kendati demikian, bukan berarti kaum perempuan itu diterima begitu saja, karena Allah memerintahkan untuk terlebih dulu menguji iman mereka.

Tujuannya untuk mengetahui niat mereka untuk berhijrah. Jangan sampai hijrah mereka itu tercemar oleh niat yang keliru, seperti tujuan terlepas dari suami yang dibencinya, atau untuk mencari manfaat lain, atau ingin meraih cinta yang terpendam kepada lelaki yang ada di Madinah.

Ibnu Umar berkata, “Mereka diuji dengan, ‘Demi Allah, aku tidak keluar berhijrah karena benci kepada suami. Demi Allah, aku tidak keluar berhijrah karena ingin pindah dari suatu negeri ke negeri yang lain. Demi Allah, aku tidak keluar berhijrah untuk mencari keuntungan dunia. Dan, demi Allah, aku tidak keluar berhijrah melainkan karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya semata-mata.”

Itulah ujiannya. Hal itu didasarkan kepada kondisi lahiriah mereka dan ikrar mereka disertai bersumpah dengan nama Allah. Sedangkan, perkara-perkara yang tersembunyi di dalam hati, maka urusannya diserahkan sepenuhnya kepada Allah karena manusia tidak mengetahuinya.

Rasulullah menguji para wanita mukminat yang berhijrah itu, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada beliau.

Lebih rinci diterangkan pada surat Al-Mumtahanah ayat 12, artinya, “Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan yang beriman datang kepadamu untuk mengadakan baiat (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Akhirnya, diketahui dan terbukti para mukminat itu benar-benar tulus dalam berhijrah. Kemudian setelah ujian tersebut baiat kaum perempuan beriman itu pun dapat diterima oleh Rasulullah dan mereka pun menjadi bagian utuh masyarakat Islam.

Makanya Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam buku Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur Jilid 4 menerangkan, surat ini dinamakan Al-Mumtahanah, karena surat ini memberi pengertian bahwa untuk mengetahui sikap seseorang tidak cukup dengan melihat kenyataan lahir, tetapi harus diuji kebatinannya. Inilah saripati surat Al-Mumtahanah yang penting kita reguk.

Mari bayangkan, perempuan menempuh perjalanan penuh marabahaya menembus gersangnya gurun pasir Arabia dari Mekah ke Madinah. Begitu bergabung dengan kaum muslimin, mereka terlebih dulu melalui fase ujian keimanan. Alangkah syahdunya perjalanan menuju keimanan itu, dan manisnya iman benar-benar terasa.

Perempuan hendaknya berbesar hati, betapa tangguhnya mereka dalam bimbingan Ilahi. Bahkan ketika keimanan mereka pun diuji, maka jadilah perempuan itu ibarat emas yang terus-menerus disepuh, sehingga mencapai kemurnian yang amat berharga.

Dengan meresapi hakikat surat Al-Mumtahanah ini, perempuan hendaknya tidak gentar dengan ujian kehidupan. Apalah itu ujian kehidupan, sedangkan ujian keimanan saja telah perempuan mampu melaluinya dengan teramat anggun.




Menyambungkan Jiwa dengan Al-Qur’an

Sebelumnya

Sempurnakan Salatmu Agar Terhindar dari Perbuatan Keji dan Mungkar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur