Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

MASIH banyak orang beranggapan bahwa setelah divaksinasi mereka tidak akan bisa terinfeksi Covid-19. Anggapan tersebut membuat mereka tidak lagi menganggap penting protokol kesehatan.

Mereka mulai banyak hadir di berbagai pertemuan yang melibatkan 10 orang atau lebih dan enggan mengenakan masker.

Padahal, seperti sudah dijelaskan WHO sejak awal program vaksinasi diluncurkan, vaksin bukan obat yang bisa membunuh virus melainkan 'senjata' yang bisa melemahkan virus. Dengan vaksinasi, seseorang masih bisa terpapar Covid-19 tapi tidak parah.

Seseorang yang terinfeksi Covid-19 setelah divaksinasi disebut mengalami breakthrough infection. Meskipun tidak membahayakan, namun gejala yang ringan bahkan hampir tidak terasa seringkali membuat orang tersebut tidak menyadari terkena breakthrough infection hingga tidak merasa perlu melakukan tes Covid-19.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan situasi breakthrough infection yang tidak disadari tersebut justru bisa membahayakan karena orang tersebut masih bisa menularkan virus ke orang lain.

Berdasarkan riset yang masih berjalan, CDC menjelaskan lima gejala breakthrough infection Covid-19 yang mesti diwaspadai, yaitu:
-    Sakit kepala
-    Nyeri tenggorokan
-    Kehilangan penciuman
-    Bersin-bersin
-    Hidung berair

Apabila ditemui berbagai gejala tersebut, sebaiknya segera menjalankan tes Covid-19 agar bisa segera mengisolasi diri jika hasilnya positif.

Namun demikian, breakthrough infection ternyata bisa menjadi berbahaya bagi para lansia dan orang yang memiliki kondisi tertentu

Pada 30 Agustus lalu, CDC mencatat 12.908 breakthrough infection yang tergolong parah hingga mengakibatkan rawat inap hingga kematian. Pada saat itu, jumlah warga Amerika Serikat yang sudah divaksinasi lebih dari 173 juta orang. Artinya, kemungkinan mengalami breakthrough infection adalah kurang dari 1:13.000.

Sebanyak 70% dari mereka yang dirawat inap akibat breakthrough infection adalah orang lanjut usia berumur 65 tahun ke atas. Demikian pula 87% dari mereka yang meninggal akibat breakthrough infection adalah para lansia 65 tahun ke atas.

Meskipun data tersebut tidak menunjukkan semua negara bagian di Amerika Serikat, namun berbagai penelitian di sejumlah negara bagian menunjukkan tren yang serupa.

Bagi pasien lansia yang masuk ke RS karena breakthrough infection, 71% dari mereka memiliki kondisi komorbid termasuk diabetes, penyakit jantung, kondisi autoimun.

Studi lain yang dilaksanakan pada akhir Maret hingga Juli tahun ini juga menunjukkan bahwa para lansia dengan penyakit penyerta seperti kelebihan berat badan, penyakit jantung, penyakit paru, dan diabetes mengalami breakthrough infection yang paling parah.

"Amat penting mengetahui siapa saja yang berpotensi besar mengalami breakthrough infection yang parah agar kita bisa mengurangi dampaknya. Kasus ini sangat jarang terjadi, tapi sekarang menjadi makin sering karena varian bertambah sedangkan waktu sudah lama berlalu sejak pasien divaksinasi," ujar Profesor kardiologi Yale School of Medicine Dr. Hyung Chun, dikutip dari CNN.

Prof. Hyung bersama timnya meneliti hampir 1.000 pasien di RS yang dirawat karena berbagai penyebab pada akhir Maret hingga Juli tahun ini. Diketahui bahwa secara demografi, orang-orang yang mengalami breakthrough infection berat sama dengan mereka yang berisiko mengalami infeksi berat Covid-19 secara umum.

 

 

 

 

 




Protes 28 Pegawai Berujung Pemecatan: Desak Google Putuskan Kontrak Kerja Sama dengan Israel

Sebelumnya

Israel Luncurkan Serangan Balasan, Iran: Isfahan Baik-Baik Saja

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News