Apriyani Rahayu/ Foto:Instagram @r.apriyanig
Apriyani Rahayu/ Foto:Instagram @r.apriyanig
KOMENTAR

MERAIH medali Olimpiade adalah mimpi semua atlet profesional. Berdiri di atas podium, kebanggaan itu bukan hanya milik sang pemenang melainkan juga milik negara dan saudara sebangsa.

Medali Olimpiade merupakan jawaban terindah atas setiap tetes keringat yang mengucur selama pelatnas. Buah dari kerja keras, kedisiplinan, juga tekad kuat untuk tetap tenang dan fokus. Meraihnya tak hanya membanggakan, tapi juga membuat kantong menjadi tebal lantaran bonus uang bernilai fantastis yang diberikan pemerintah Indonesia untuk para pemenang.

Itu pula yang dialami Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, pasangan bulu tangkis ganda putri Indonesia yang sukses membawa pulang medali emas Olimpiade Tokyo 2020.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengabadikan nama keduanya pada gedung Sasana Emas Greysia-Apriyani di Ragunan, Jakarta Selatan sebagai apresiasi terhadap perjuangan mereka meraih emas Olimpiade.

Bagi Greysia, medali emas ini menjadi pamungkas. Ia mengatakan bahwa Tokyo adalah Olimpiade terakhirnya.

Sementara untuk Apriyani yang baru berusia 23 tahun, perjalanan kariernya masih sangat panjang. Saat ini PBSI tengah mencari pasangan baru Apriyani di lapangan bulu tangkis untuk Olimpiade 2024.

Saat masih bermain di tingkat junior, Apriyani bermain untuk ganda campuran. Ia mulai berlatih di klub Pelita Bakrie, Jakarta akhir tahun 2011. Empat tahun kemudian ia pindah ke klub Jaya Raya Jakarta. Sejak tahun 2014 hingga 2016, Apriyani membela tim Merah Putih di tingkat junior.

Apriyani menjadi spesialis ganda putri ketika masuk tingkat senior. Ia mulai masuk Pelatnas tahun 2017 dan langsung dipasangkan dengan Greysia di ganda putri tingkat senior. Pertandingan perdana mereka adalah Sudirman Cup tahun 2017. Selanjutnya, Greysia-Apriyani meraih medali perunggu pada Kejuaraan Dunia 2018 di Tiongkok dan Asean Games 2018 di Jakarta.

Perjalanan Apriyani menjadi pemenang medali emas Olimpiade notabene bukan sebuah ‘perjalanan mulus di jalan bebas hambatan’.

Kampung halamannya, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Sebagai putri Tolaki, kampung Apriyani berjarak lebih dari 66 kilometer dari Ibu Kota Kendari.

Lahir pada 29 April 1998 dari pasangan Amiruddin dan Sitti Djauhar, Apriyani disebut sang ayah sebagai anak kampung juga anak petani. Ia adalah bungsu dari empat bersaudara dan satu-satunya perempuan. Dilansir Tribunnews.com, Amiruddin merupakan saksi perjuangan keras putrinya mengejar mimpi sebagai pemain bulu tangkis kelas dunia.

Sang ayah mengenang betapa terjal perjuangan sang anak. Diremehkan dan dihina sudah menjadi hal biasa.

Namun perilaku buruk orang justru dijadikan cambuk untuk pantang mundur. Apriyani terus melaju menembus semua batasan yang mencoba mengecilkannya.

Dukungan ayah dan ibunya tak main-main. Keduanya melihat potensi besar sejak Apriyani masih kecil. Karena itulah Amiruddin tak lelah mendorong dan membina putrinya untuk selalu berprestasi.

Minat dan bakat bulu tangkis Apriyani yang tampak sejak kanak-kanak, bisa dibilang diturunkan ibunya Sitti Djauhar, yang kerap mewakili tempatnya bekerja dalam pertandingan bulu tangkis. Di usia tiga tahun, Apriyani mulai memegang raket.

Saat duduk di bangku SD sekitar tahun 2006, Apriyani mendapat kesempatan dilatih oleh seorang guru yang mencari atlet muda untuk mewakili kecamatan berkompetisi di tingkat kabupaten Konawe.

Saat turnamen tingkat kabupaten itu, Apriyani menang di final. Namun ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan kemenangannya. Setelah diadakan pertandingan ulang, Apriyani ternyata menang lagi. Itulah torehan prestasi pertama Apriyani di lapangan bulu tangkis.

Apriyani kemudian mencatat prestasi demi prestasi hingga tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara, dan akhirnya berangkat ke Jakarta untuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) sebagai perwakilan dari PB Konawe Utara.

Meski berat, kedua orangtua Apriyani melepas putri mereka untuk berlatih di Jakarta. Sang ibu bahkan sempat pingsan saat mengingat Apriyani yang terpisah jarak sangat jauh.

Hingga pada November 2015, ibu yang selalu mendoakan dan mendukung penuh perjuangannya di dunia bulu tangkis meninggal dunia. Kabar duka itu datang saat Apriyani berada di Peru, sesaat sebelum pertandingan dimulai.




Masnu’ah, Pahlawan Ketidakadilan Gender di Pesisir Demak

Sebelumnya

Bangkit dari Titik Terendah, Sri Mulyani Ingat Pesan Ibu untuk Berpegang Teguh pada 3 Hal Ini

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women