Kita dan pasangan harus tetap mengalokasikan waktu untuk bicara dari hati ke hati. Terlebih saat ini bisa jadi lebih banyak kegelisahan yang tersimpan di hati/ Net
Kita dan pasangan harus tetap mengalokasikan waktu untuk bicara dari hati ke hati. Terlebih saat ini bisa jadi lebih banyak kegelisahan yang tersimpan di hati/ Net
KOMENTAR

I HEAR YOU.

Kalimat itu menjadi satu ciri pernikahan yang sehat. Tanpa kemampuan mendengar, suami dan istri akan sulit menyatukan hati dan pikiran. Tak ada komunikasi sehat. Tidak bisa saling mendengarkan, bagaimana bisa membicarakan visi dan misi untuk masa depan?

Kemampuan untuk menjadi a better listener sejatinya bisa diasah. Tidak ada yang mustahil dilakukan. Yang terpenting adalah niat untuk membuat romansa rumah tangga berjalan harmonis.

Ketika pasutri menyadari pentingnya mendengarkan, maka tak akan terjadi rebutan bicara atau rebutan mengeluh. Karena masing-masing paham makna "take and give" dalam sebuah hubungan. Jangan hanya menuntut, namun juga memberi.

"Izinkan aku menjadi pendengar terbaikmu...."

Kalimat itu hendaknya menjadi kalimat indah yang bisa kita ucapkan kepada pasangan. Terlebih di dunia yang sedang dilanda pandemi, tanpa kita sadar kecemasan dan ketakutan telah memuncak. Bahkan menjadi siklus kecemasan yang tak terputus.

Tentulah kita atau pasangan ingin mencurahkan perasaan satu sama lain. Ingin berbagi kegelisahan, berbagi kekhawatiran. Bukankah mendengar dan saling menguatkan adalah bagian dari menyatukan hati?

Namun kenyataannya, mendengar tak semudah yang dibayangkan. Dengan kondisi rumah yang hiruk-pikuk dengan semua aktivitas penghuninya, kita seringkali sulit 'mendengar' atau sulit menemukan waktu yang tepat untuk 'mendengar'.

Berikut ini tiga kiat agar kita bisa menjadi pendengar yang lebih baik untuk pasangan kita.

Mengubah Perilaku

Jika kita termasuk orang yang senang bicara dan seorang bad listener, jangan tunda untuk mengubah perilaku itu. Kita mesti sadar bahwa keterampilan mendengar yang buruk akan membawa dampak buruk bagi pernikahan. Pasangan bukan tak mungkin memilih curhat dengan orang lain, sesuatu yang kita pasti tidak inginkan.

Marilah memeriksa emosi kita. Tanyakan pada diri kita mengapa kita sulit untuk mendengarkan pasangan. Jika kita sudah bisa memotivasi diri untuk menjadi lebih baik, kita bisa meyakinkan pasangan bahwa dia bisa bercerita apa pun dan kapan pun kepada kita. Karena kita telah berubah.

Mendengarkan, Bukan Merespons

Ketika mendengar dengan seksama, kita juga bisa 'mendengar' apa yang tidak diucapkan. Ada kejenuhan, kelelahan, kekhawatiran yang bisa jadi tidak diungkapkan dalam kata-kata, namun terdengar jelas dari nada suara yang getir.

Karena itulah penting bagi kita untuk mendengar. Menyimak baik-baik. Pasangan tidak memerlukan respons, juga tidak mengharapkan kita gercep untuk mencari solusi. Dia butuh didengar. Dia butuh diperhatikan. Di sanalah kita harus hadir utuh.

Menjauhkan Segala Bentuk Gangguan

Dulu, kita bisa dengan mudah pergi dengan pasangan ke kafe favorit yang tenang untuk menghabiskan waktu berdua. Tidak hanya 'berkencan' tapi juga membicarakan hal serius seputar rumah tangga.

Namun di tengah pandemi, pergi ke luar dan menghabiskan waktu berjam-jam di tempat publik bukan hal yang bijak dilakukan. Meski demikian, kita dan pasangan harus tetap mengalokasikan waktu untuk bicara dari hati ke hati. Terlebih saat ini bisa jadi lebih banyak kegelisahan yang tersimpan di hati.

Matikan ponsel, atur waktu khusus untuk mendengarkan pasangan, dan carilah tempat yang tenang. Sebisa mungkin pastikan anak-anak sedang melakukan aktivitas yang mengasyikkan supaya minim gangguan.




Film Horor dan Dampak Psikologisnya terhadap Anak

Sebelumnya

Tidak Mendapat Hak Waris, Ini yang Nanti Diterima Anak Adopsi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Family