Dengan membaca dan meresapi apa yang kita tulis, maka generasi yang akan datang akan menemukan jalan terang demi menunaikan amanah sebagai perempuan/ Net
Dengan membaca dan meresapi apa yang kita tulis, maka generasi yang akan datang akan menemukan jalan terang demi menunaikan amanah sebagai perempuan/ Net
KOMENTAR

KALAU dipikir-pikir apalagi direnung-renung, apa sih jejak kebenaran yang dapat kita tinggalkan dalam hidup yang satu kali ini? Apa yang dapat kita sumbangkan, agar kehadiran kita di bumi ini bukan sekadar numpang lewat belaka?

Ada 7 milyar lebih umat manusia di saat ini, kalau ditambah dengan manusia-manusia terdahulu dan yang akan datang, tentu jumlahnya amatlah banyak.

Di antara mereka yang banyak itu, ada di antaranya yang meninggalkan jejak kebenaran, yang karya-karyanya terus memberi inspirasi.

Cobalah dengar orator ulung berpidato, atau dai kondang berceramah, atau motivator hebat berorasi, atau siapa saja yang jago bicara. Setelah bubar, berapa persenkah kata-katanya yang masih tersisa di benak kita? Lebih banyak mana, yang melekat di kepala atau yang menguap begitu saja?

Begitulah kelemahan bahasa lisan! Berbeda dengan apa yang tertulis, yang termaktub dengan terang-benderang. Andaipun pernah terlupa kapanpun kita dapat membuka kembali lembaran-lembarannya dan membaca ulang. Bahkan beberapa generasi mendatang, ratusan atau ribuan tahun lagi karya kita masih bisa dibaca, diulas dan diresapi saripatinya.

Dengan menulis artinya kita telah bekerja untuk keabadian. Suara kita akan terdengar hingga ke pelosok-pelosok dunia, menyambangi orang-orang yang sama sekali tidak pernah bertatap muka dengan kita.

Kelak, tatkala tubuh kita terbujur kaku di liang lahat, atau jasad kita hancur dikalang tanah, karya-karya yang pernah kita tulis itu masih dibaca, dimanfaatkan bahkan menjadi inspirasi bagi khalayak ramai. Bahkan dari dalam kubur pun suara kita akan terus bergema.

Betapa, ketika itu, kita akan tersenyum bahagia.

Indonesia mempunyai Raden Ajeng Kartini, yang merupakan pahlawan emansipasi yang terus diperdebatkan orang. Mengapa harus Kartini, ketika Indonesia memiliki banyak sekali perempuan hebat lainnya? Tapi, Kartini memang punya kelebihan, dia memiliki karya tulis yang menjadi buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Kartini sudah lama sekali meninggal dunia. Dia mati muda. Akan tetapi karyanya terus berjaya, yang membuat namanya terus menyala. Begitulah dahsyatnya efek tulisan, yang usia karyanya lebih panjang dari umur penulisnya, seperti yang termaktub dalam bait puisi Chairil Anwar, aku mau hidup seribu tahun lagi.

Pentingkah bagi perempuan untuk menulis?

Ya, jelas penting sekali.

Dengan menjadi perempuan maka kita telah memikul amanah ibu peradaban, yang tentunya tidak mudah. Berbagai pengalaman dari saripati perjuangan hidup perempuan itu perlu dituliskan, untuk diwariskan.

Agar perempuan yang lainnya, termasuk perempuan di masa mendatang tidak lagi memulai dari nol. Karena dengan membaca dan meresapi apa yang kita tulis, maka mereka akan menemukan jalan terang demi menunaikan amanah sebagai perempuan.

Dalam sejarah intelektual Islam pun, juga dikenang para muslimah yang aktif tulis-menulis. Tak disangka, Rasulullah sendiri yang langsung mengakui eksistensinya. Seperti yang diungkapkan oleh Badwi Mahmud Al-Syaikh pada buku 100 Pesan Nabi Untuk Wanita Salihah:

Dari Al-Syifa' binti Abdullah, Rasulullah saw. menemuiku ketika aku sedang berada di rumah Hafshah. Beliau bersabda kepadaku, “Mengapa kamu tidak mengajarkan kepada Hafshah sesuatu untuk mengetahui bahwa suatu perkataan yang tidak berguna dan tidak pula bermanfaat (ruqyah al-namilah), sebagaimana kamu mengajarinya tulis-menulis.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Maka, terlihat di sini betapa kegiatan baca tulis itu telah menjadi bagian penting dari dunia pendidikan yang digalakkan oleh Rasulullah. Al-Syifa' binti Abdullah menjadi yang terdepan dengan kemampuan tulis menulis. Dan amatlah keren pencapaian muslimah yang satu ini, karena di masa itu sedikit sekali manusia yang bisa tulis baca.

Dan para perempuan, khususnya muslimah, telah sampai di era milenial yang membuat segalanya terlihat begitu mudah berkat teknologi. Sehingga dunia tulis menulis pun mengalami perubahan yang dramatis.

Kini, banyak media yang dapat dijadikan oleh perempuan sebagai ajang tulis menulis ini. Kita bisa menulis di media sosial meski itu quote yang singkat tapi menggugah. Berbagai media cetak maupun online juga banyak tersedia, yang siap menampung ide-ide brilian muslimah.

Akan lebih hebat lagi ketika perempuan itu melahirkan anak peradaban yang bernama buku. Anak macam inilah yang berusia amat panjang, melebihi napas penulisnya.

Tetapi tolong diingat-ingat, berhubung setiap yang bernyawa pasti akan mati, maka tulislah apa saja yang akan membuat kita bahagia melihatnya kembali di akhirat nanti.     




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur