KOMENTAR

JANGAN buru-buru mengasosiasikan judul tulisan ini sebagai persetujuan terhadap berita dua perempuan berhijab—yang mengaku berhijrah—lalu memilih jalan kekerasan untuk apa yang mereka sebut sebagai "jihad" di jalan Allah.

Sebaliknya, tulisan ini merupakan suara hati yang mewakili para Muslimah yang memutuskan berhijab untuk menyempurnakan hijrah, lalu berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan kewajiban dan memelihara ketaaatan sebagai hamba Allah dengan menyelaraskan hablumminallah dan hablumminannas sebagai jihad terindah di dunia.

Hijrah dan hijab adalah bagian dari jihad. Kita mengartikan jihad dalam bahasa Arab sebagai perjuangan untuk memperjuangkan kebaikan. Dalam konteks kehidupan kita di zaman modern ini, dengan segala urusan duniawi yang materialis dan hedonis, hari demi hari yang kita jalani untuk tetap lurus di jalan Allah juga bisa dimaknai sebagai jihad.

Jihad Perempuan Adalah Hidupnya

Mari mengambil contoh termudah yang kita hadapi sehari-hari.

Seorang Muslimah yang memilih untuk tak hanya berhijab tapi juga menaati kaidah syariah dalam berbusana yang menutup aurat dengan baik, ia berjuang untuk tidak tergoda menariknya busana-busana modis serba terbuka yang menjadi tren di kalangan perempuan di seluruh dunia.

Seorang Muslimah yang memutuskan untuk menikah dengan seorang laki-laki, setia kepada pasangannya, mengandung buah hati dengan segala sakit dan sulitnya, berjuang untuk melahirkan, memberi ASI, dan mengabdikan waktu lebih banyak untuk buah hatinya dibandingkan untuk dirinya sendiri, itu pun sebuah perjuangan yang tidak bisa dibilang mudah.

Banyak perempuan memilih untuk menghidupi diri dan menyenangkan diri sendiri. Bebas, lepas. Dapat membangun pendidikan dan karier setinggi-tingginya. Dapat melakukan apa pun dan pergi ke mana pun sesuka hati. Menjadi warga global yang bisa berkelana ke segenap penjuru dunia tanpa 'terpenjara' aturan adat, tata krama khas kampung halaman, maupun nilai-nilai agama.

Atau seorang Muslimah yang berprofesi sebagai dokter atau perawat yang beruang di garda terdepan untuk penanggulangan Covid-19. Merawat dan mengobati para pasien dengan teliti dan bertanggung jawab. Berusaha menenangkan para pasien agar imunitas tubuh mereka tetap terjaga meski diri sendiri pun berjuang keras melawan berbagai kekhawatiran. Semua orang pasti setuju jika apa yang dilakukan para tenaga kesehatan adalah sebuah bentuk jihad.

Dan tentu saja yang satu ini. Seorang Muslimah yang dengan segenap kekurangan dirinya berusaha menjadi ibu terbaik bagi anak-anaknya. Menimba ilmu ke sana-sini. Mencari tahu mana yang benar mana yang salah. Menyayangi tanpa memanjakan, juga mendidik dengan tegas tanpa memakai kekerasan. Meski parenting bukan urusan uji coba, tapi selalu ada kesempatan untuk trial and error. Sejak lahir, kemudian menjadi balita, anak-anak, remaja, hingga mendewasa, seorang ibu harus pandai berinteraksi dengan anak untuk bisa menjadikan mereka generasi terbaik masa depan. Jika itu tak layak disebut jihad, lantas apa?

MUI Tentang Luasnya Makna Jihad

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam laman mui.or.id menyatakan bahwa jihad tidak semata dimaknai sebagai "perang" tapi "seluruh perbuatan yang memerjuangkan kebaikan." Jika keadaannya menuntut seorang Muslim untuk berperang karena diserang musuh maka jihad untuk berperang adalah wajib. Itulah kondisi yang terjadi di zaman Rasulullah.

Namun dalam kondisi damai, MUI menyatakan bahwa medan jihad menjadi sangat luas, yaitu meliputi semua upaya mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lainnya. Sangat tidak tepat, selalu memaknai jihad dengan "qital" atau "perang" apalagi menggelorakan jihad dengan makna tersebut dalam keadaan damai.

Lebih jauh lagi, istilah jihad juga disebutkan Rasulullah saw. sebagai pengendalian diri dari hawa nafsu. Tidak semata ikut berperang, tapi juga berperang dengan sisi buruk diri sendiri. Maka bersikap sabar juga termasuk urusan jihad. Karena tanpa sabar, akan banyak sekali manusia yang melakukan kekeliruan dan kebodohan yang menghancurkan dirinya sendiri dan orang lain.

Termasuk dengan ikut berpartisipasi aktif menjadikan dunia lebih bermartabat dengan melawan segala bentuk kezaliman, mulai dari korupsi, perdagangan manusia, hingga pornografi. Karena jihad pun bisa diartikan sebagai "mengerahkan segenap potensi diri untuk melakukan kebajikan."

Quraish Shihab mengulas gamblang makna jihad dalam buku Wawasan Al-Quran. Menurut beliau, Islam hadir dengan membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan umat manusia untuk menghiasi diri dengan kebaikan tersebut. Islam juga memerintahkan manusia untuk memerjuangkan kebaikan hingga mampu mengalahkan kebatilan.

Jihad yang diambil dari kata jahd juga berarti "letih/ sukar" yaitu sesuatu yang sulit dilakukan hingga menyebabkan keletihan. Ada pula yang mengartikan jihad sebagai "kemampuan' karena di dalamnya terkandung kemampuan manusia yang dicurahkan untuk melakukan kebaikan.

Kesimpulannya, menurut MUI, jihad merupakan cara untuk mencapai tujuan yang baik. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, dan tanpa pamrih.

Jihad membutuhkan modal. Ada yang berjihad dengan harta dan waktunya. Ada yang berjihad dengan pemikirannya. Ada yang berjihad dengan jiwanya seperti para sahabat Rasulullah yang memertahankan kemuliaan Islam dari serangan musuh atau para tenaga kesehatan yang berjuang di masa pandemi Covid-19.

Husnul Khatimah Bukan Didapat dari Menghilangkan Nyawa

Jihad harus berdasarkan pengetahuan dan tidak datang dengan paksaan. Jihad adalah berkorban mengatasi berbagai rintangan untuk bisa tetap mendekat kepada Allah Swt., bukan mengorbankan nyawa diri sendiri dan nyawa orang lain. Dalam Islam, sudah jelas hukumnya tidak dibolehkan membunuh atau menyakiti sesama manusia.

Jika ingin mengajak orang menjauhi riba, berjihadlah dengan memulainya dari diri sendiri. Jadikanlah diri kita contoh bahwa tanpa riba, Allah mencukupi segala kebutuhan hidup kita. Hidup pun menjadi jauh lebih tenang. Itulah contoh konkret yang membuat orang dapat mengikuti jejak kita. Jika kita bunuh diri dan membunuh banyak orang untuk mengajak orang menjauhi riba, apakah tujuan kita tercapai? TENTU TIDAK.

Jika ingin mengajak orang melaksanakan syariah sesuai tuntunan Allah dan Rasulnya, laksanakanlah dengan jalan yang baik. Jadilah pribadi yang cerdas dan santun dalam menjawab bermacam pertanyaan tentang bagaimana menjadikan Islam sebagai way of life.

Tunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin, sebuah kasih sayang bagi segenap umat manusia dan alam semesta. Karena seorang Muslim yang memahami risalah Rasulullah pasti tahu bahwa Rasulullah menghormati mereka yang berbeda keimanan.




Menyikapi Toxic People Sesuai Anjuran Al-Qur’an

Sebelumnya

Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur