Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

ADA manusia yang dipandang manusia lain begitu beruntung. Dianugerahi paras cantik, berotak cemerlang, juga lahir dari keluarga kaya raya. Tidak pernah hidup susah. Banyak yang dengan iri hati bergumam dalam hati: Ah, tanpa bekerja pun kehidupannya bergelimang harta.

Tidak seorang pun bisa mengubah ketetapan Sang Khalik. Banyak dari kita yang kerap menyebutnya “nasib”. Padahal seperti ayat 11 surah Ar-Ra’d yang banyak dikutip di berbagai artikel motivasi, Allah berfirman:     

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya, bergiliran di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb mengatakan bahwa Allah memerintahkan para malaikat untuk mengawasi apa yang dilakukan umat manusia untuk mengubah (memperbaiki) diri dan kondisi mereka. Kelak Allah akan mengubah kondisi mereka yang mau berusaha dan bergerak. Tanpa usaha manusia untuk berubah, Allah tidak akan mengubah apa pun, baik itu kemuliaan atau kehinaan, juga kenikmatan atau kesulitan.

Allah Maha Mengetahui, namun apa yang terjadi pada diri manusia adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Karena itulah manusia sejatinya harus mampu menerima qadarullah dengan bijak. Jika yang kita rasakan saat ini adalah kesulitan, maka kita harus menjalaninya tanpa memaki. Karena kita sadar, memaki keadaan dan menyalahkan nasib tidak akan mengubah kondisi kita.

Ketika kita menjalani tanpa memaki, kita mampu bersyukur dan belajar. Membuka mata demi mencari peluang halal untuk memperbaiki keadaan. Mencari jalan keluar dengan cara yang diridhai Allah.

Banyak di antara kita berpendapat bahwa melakukan sesuatu yang out of the box berarti menabrak norma dan aturan yang berlaku. Tidak mengherankan bila kemudian banyak orang melakukan hal-hal tidak terpuji demi mengejar sensasi yang bisa menghasilkan popularitas dan bertambahnya pundi-pundi.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, salah satu doa Nabi adalah, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari doa yang tidak didengar, dan dari hati yang tidak khusyuk, serta dari jiwa yang tak pernah merasa puas.” (H. R. Ibnu Majah)                                        

Berpikir out of the box sejatinya adalah berpikir kreatif. Melakukan cara yang tidak terpikirkan oleh orang lain dalam menghasilkan karya fresh yang menarik perhatian banyak orang. Namun tentulah disertai tanggung jawab moral untuk menjadikannya sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Pembuka jalan untuk mengubah diri kita adalah melakukan ‘pemetaan’ diri. Kita mengenali diri sendiri untuk menggali potensi yang kita miliki. Bisa jadi berbagai potensi tersebut selama ini masih terkubur dan tidak terasah. Ketika kita bisa menemukan kelebihan diri dan minat kita, akan lebih terukur untuk menentukan apa yang bisa kita lakukan demi mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Dari sanalah ide out of the box bisa muncul.

Merasa diri tidak berwawasan? Perkayalah pengetahuan. Merasa takut berbicara di depan banyak orang? Pupuklah rasa percaya diri. Merasa kurang maksimal dalam beribadah? Perbanyaklah ibadah sunah setiap hari.

Kita maju selangkah demi selangkah meningkatkan kualitas diri menuju arah yang lebih baik. Karena bagaimana pun, hasil tak akan mengkhianati proses.

 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur