Otak seorang perempuan yang rentan akhirnya bereaksi berlebihan terhadap stres dan perempuan itu membuat terlalu banyak hormon stres. Refleks kejutnya akan meningkat, dia jadi penggugup/ Net
Otak seorang perempuan yang rentan akhirnya bereaksi berlebihan terhadap stres dan perempuan itu membuat terlalu banyak hormon stres. Refleks kejutnya akan meningkat, dia jadi penggugup/ Net
KOMENTAR

ALANGKAH geramnya sang suami melihat istrinya bercanda ria di depan rumah tetangga. Derap langkah lelaki itu terdengar sangar, kemudian keluar ledakannya, “Suami pulang, bukannya disambut!”

Hampir tumpah airmata istrinya saat mengikuti langkah suami balik ke rumah. Disambut? Apakah sambutan itu mesti berupa tarian selamat datang? Tapi mau bagaimana lagi, suami terlanjur memandang istrinya hanya enak-enakan saja. Sementara suami kerja keras, bahkan baru saja dia pulang berdakwah menyeru umat kepada kebenaran. Kurang apa dirinya sebagai suami?

Ternyata, istrinya sedang menawarkan jualan pakaian muslimah kepada para tetangga. Dia memahami betapa beratnya perjuangan suami mencari nafkah, tetapi upaya sang istri membela ekonomi keluarga hanya berbuah kemarahan. Daripada kondisi makin kacau, istri itu pun memilih banyak istighfar dalam hati.

Pandangan bahwa istri hanya enak-enakan saja, merupakan bagian dari budaya patriarkis yang mengakar berabad-abad lamanya. Benarkah istri hanya enak-enakan belaka? Tunggu dulu!

Tidak perlu menguraikan kesibukan istri dari pagi, siang hingga sore. Mari kita simak, bagaimana padatnya jadwal istri di malam hari, suatu waktu di mana semua makhluk hidup menikmati masa istirahatnya.

Malam hari, istri pun terkapar dengan lelah yang merajam di segenap pori-porinya. Namun masih ada pekerjaan yang belum kelar, yaitu meninabobokan anak-anak. Setelah anak-anak tenang, eh, giliran bapaknya anak-anak yang tidak tenang, (silahkan tebak sendiri ya apa maksudnya). Maka istri pun menghimpun kembali sisa-sisa tenaga demi menuntaskan ibadah yang konon berpahala besar itu.

Kemudian, setelahnya, suami pun tertidur dengan puas dan pulas. Bagaimana dengan istri? Baginya malam hari pun tugas-tugas berat belum juga selesai. Memangnya siapa yang terbangun ketika anak merengek, minta dibuatkan susu, popoknya perlu diganti dan lain-lain? Dan yang selalu bangun dengan sigap adalah ibu (baca: istri). Sedangkan suami sedang terhanyut dalam mimpi indahnya. Kondisi suami juga amat lelah, maklum kan habis menunaikan ibadah.

Keunikan sistim kerja otak perempuan yang membuat mereka demikian peka dan gampang terjaga. Allan Pease & Barbara Pease menerangkan dalam buku Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps, bahwa otak seorang wanita diprogram untuk mendengar suara tangis bayi di malam hari, sementara ayahnya, mungkin saja tidak menghiraukan dan terus tidur. Tetesan air kran bisa membuat gila wanita, sementara pria hanya akan terus tidur.

Lebih mendalam Brizendine mengingatkan dalam bukunya Female Brain, bahwa otak seorang perempuan yang rentan akhirnya bereaksi berlebihan terhadap stres dan perempuan itu membuat terlalu banyak hormon stres. Refleks kejutnya akan meningkat, dia jadi penggugup, dan hal-hal kecil akan kelihatan seperti masalah yang sangat besar. Dia akan terlalu waspada menjaga bayinya, hiperaktif, dan tidak bisa tidur lagi setelah menyusui bayi di malam hari.

Dan, pagi-pagi sekali istri bangun dengan separuh nyawa, lalu berusaha memompa semangat juang. Sedangkan di otaknya telah berjejalan begitu panjang urusan yang harus tuntas dalam sehari. Mesin saja bisa meletus jika dipakai terus menerus, apalagi tubuh manusia yang hanya tersusun dari tulang dan daging belaka.

Dari uraian di atas terlihat makin malam, istri justru makin sibuk bahkan nyaris sampai pagi. Jadi kapan istirahatnya? Entahlah!

Lalu mengapa perempuan mudah keletihan? Pertanyaan ini menjadi menarik karena menyingkap kebutuhan terhadap istirahat, yang kian sulit diperoleh manusia modern.
Cukup menarik bagaimaan John Gray mengulas mengapa wanita kecapaian, dalam bukunya yang indah berjudul Mars & Venus Together Forever .

Zaman sekarang, baik pria maupun wanita pergi bekerja; kaum wanita modern tidak mempunyai waktu, energi, atau kesempatan untuk memberikan dukungan satu sama lain sebagaimana dulu dilakukan ibu mereka. Seorang wanita modern akan memberi dan memberi, tetapi karena dia tidak merasa didukung, biasanya dia akan pulang ke rumah dengan rasa letih, capai.

Kaum wanita yang bekerja dituntut secara berlebihan untuk menjadi maskulin. mereka tidak lagi didukung dalam mengungkapkan kewanitaan mereka dengan menjadi ibu, bekerja bersama-sama dalam hubungan yang penuh gotong royong dan saling mengasuh, berkumpul (berbelanja), dan mengatur rumah tangga. Pergeseran keseimbangan menuju segi maskulin mereka ini dengan cepat menciptakan keletihan dan ketidakpuasan kaum wanita di dunia modern.

Menjadi perempuan di era modern, apalagi menjadi ibu dan tentunya istri dihadapkan dengan keletihan yang berlipat ganda, dan yang membuat letih itu makin parah disebabnya kelelahan batin, akibat tiadanya dukungan dari lingkungan. Inilah yang melandasi semakin pentingnya istirahat bagi perempuan.

Kabar-kabarnya, sesuatu akan lebih mengesankan bila disampaikan dalam bentuk cerita. Dari itu, mari kita tutup pembahasan ini dari kisah Nabi Muhammad, sebagaimana yang tercantum dalam kitab Shahih Muslim:

“Blarr!!”

Suara ledakan keras tengah malam itu mengejutkan penduduk Madinah. Orang-orang penasaran dan bertanya-tanya, tapi takut melihat langsung ke sana. Namun melanjutkan tidur pun tidak berani disebabkan khawatir adanya ancaman.

Tak lama kemudian orang-orang melihat seorang penunggang kuda dari arah suara ledakan itu. Ternyata yang datang adalah Rasulullah yang terlihat gagah menyandang pedang. Nabi Muhammad berkata, “Janganlah khawatir! Janganlah kalian khawatir.”

Rasulullah menerangkan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena suara keras tadi hanyalah gejala alam biasa. Penjelasan Nabi Muhammad membuat masyarakat tenang dan kembali istirahat.

Bagaimana dengan istri Nabi? Tentunya juga terbangun, tetapi istri beliau dapat beristirahat dengan tenang. Suaminya bukan hanya bangun, tetapi langsung memeriksa dan memastikan keadaan aman-aman saja. Di sini terlihat betapa sigapnya Rasulullah, bukan hanya membuat nyaman istirahat istrinya, dan juga istri-istri para sahabatnya, bahkan seluruh penduduk Madinah. Dari itu, mari kita istirahat!

 




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur