GRIEF alias rasa duka akibat kehilangan orang yang kita sayangi merupakan sebuah kondisi emosional yang tidak bisa dihindari. Setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Karena itulah kita akan merasakan kesedihan mendalam dalam hidup kita yang disebabkan meninggalnya seseorang yang dekat dengan kita. Entah itu ayah, ibu, kakak atau adik, paman atau bibi, keponakan, juga sahabat.
Clinical psychologist & certified hypnotherapist Liza Marielly Djaprie dalam ZoomTalk Farah.id bertema "Solusi Cerdas Atasi Cemas di Masa Pandemi" Jumat, (25/09/2020) mengatakan bahwa proses healing atau menyembuhkan diri dari perasaan duka memang membutuhkan waktu. "Sayangnya, banyak dari kita menginginkan perubahan perasaan dalam waktu instan."
Psikolog yang dekat dengan banyak figur publik ini mencontohkan orang yang sedang sakit flu. Di luar negeri, orang yang baru terkena flu memilih beristirahat, tidur yang cukup, dan makan sup hangat. Tidak langsung berobat ke dokter. Sementara di sini (Indonesia-red), banyak dari kita yang lebih suka cara instan...buru-buru mencari antibiotik supaya flu cepat selesai.
Dalam urusan healing process untuk mental breakdown, mental instan itu tidak dapat membantu. Jika ada luka berdarah di tubuh kita (sakit secara fisik), perlu waktu untuk bisa sembuh. Apalagi dengan urusan sakit secara mental, di dalam hati, yang sifatnya lebih abstrak dan lebih absurd. Tentu butuh waktu panjang untuk bisa sembuh.
Manusia butuh waktu untuk bisa bangkit dan pulih dari kondisi berduka. Sebentar atau lamanya tidak bisa digeneralisasikan karena setiap manusia merespons masalah dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Ada yang perasaan dukanya bisa memudar dengan cepat, ada yang tidak. Tergantung keterikatan antara orang yang meninggalkan dan orang yang ditinggalkan, apakah sangat melekat atau tidak terlalu dekat. "Dan perlu dipahami bahwa healing bukan berarti hilang total. Suatu saat akan ada memori yang muncul kembali. Healing bukan berarti semuanya completely gone alias hilang semua, tidak begitu," tegas Liza.
Ia mencontohkan ketika seorang anak harus kehilangan sang ibu yang begitu dekat hubungannya selama ini, pasti ada momen atau benda yang mengingatkannya pada sang ibu. Misalnya saja ketika sedang menyetir mobil lalu melihat tukang batagor di pinggir jalan, kita menangis teringat ibu yang sangat suka dengan batagor. Apakah itu berarti kita belum berhasil healing? Tidak juga.
Itu adalah cara kita melepaskan emosi. Adalah wajar jika kita memiliki banyak memori tentang ibu tercinta. Dan seperti disebutkan sebelumnya, healing dari perasaan duka juga bukan lantas melupakan segala hal tentang orang yang meninggalkan kita.
Kita wajib memahami bahwa emosi dalam bahasa Inggris adalah emotion, yang artinya adalah energi yang bergerak. Emosi adalah sesuatu yang harus kita gerakkan, yang harus disirkulasikan dengan baik, sehingga emosi terolah dengan baik lalu tersalurkan dengan cara yang baik pula.
Yang perlu diperhatikan adalah apakah duka yang kita rasakan berkurang atau tidak. Jika berkurang, itu berarti kita sedang menjalani healing process. Dan itu adalah hal positif. Kita sudah berjalan on the right track. Hanya saja memang masih butuh waktu lebih lama. Terlebih lagi di saat pandemi Covid-19, kita kekurangan kesempatan untuk bisa sering berkumpul dengan orang-orang yang menjadi social support kita.
"Kita adalah makhluk psikologis, kita butuh menjadi kreatif. Artinya, jika kita menghadapi tantangan hidup, kita harus mampu mencari jalan untuk mengakomodir kebutuhan diri kita. Ketika dihadang rasa duka di masa pandemi, kita bisa memperbanyak video call dengan keluarga atau sahabat untuk bisa berbagi dan saling menguatkan."
Jangan lupa untuk berolah raga. Olah raga membuat tubuh bergerak yang artinya otak kita juga bergerak menjadi lebih jernih untuk berpikir. Jika kita hanya diam saja, meringkuk di tempat tidur, maka perasaan duka semakin bertumpuk.
Di masa new normal ini, kita bisa mempertimbangkan pertemuan singkat dengan social support sambil tetap mematuhi protokol kesehatan. Kita berusaha maksimal menghindari risiko terpapar Covid-19. Jangan sampai rasa duka yang belum selesai ditambah dengan kecemasan terhadap Covid-19 akibat tidak mau menjalankan 3M.
"Yuk, kita lakukan yang terbaik dan hasil akhirnya kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa, lillahi ta'ala," pungkas Liza.
KOMENTAR ANDA