Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

PARENTING alias ihwal pengasuhan dan pendidikan anak hanya sekadar menjadi teori tak terbukti jika orangtua tak mampu jadi uswah hasanah (teladan).

Hatta Syamsuddin, Lc, guru, motivator keluarga, sekaligus penulis buku Muhammad saw The Inspiring Romance menjelaskan bahwa pengasuhan (tarbiyatul aulad) dalam Islam memiliki dua visi.

Pertama, menjadikan anak sebagai qurrata a’yun (penyejuk mata dan hati orangtua) Dalam hal ini, parenting berfungsi membentuk kesalihan individu mulai dari penanaman akidah, akhlak, dan ibadah.

Kedua, menjadikan anak sebagai imaman lil muttaqin (pemimpin bagi orang-orang bertakwa). Parenting adalah proses menyiapan generasi yang memiliki leadership kuat dan dapat beradaptasi dengan zamannya, kesehatan fisik dan mental, serta keterampilan.

Dua visi tersebut merujuk pada ayat 74 surah Al-Furqan yang kita lantunkan setiap hari sebagai lantunan doa. “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Bagaimana dua visi tersebut dapat terwujud bila orangtua tidak kompeten untuk menjalankan fungsi pengasuhan? Karena itulah, seseorang yang sudah menikah harus menyiapkan diri untuk menjadi ayah dan bunda yang baik.

Parenting, sejatinya tidak hanya berdampak pada anak, tapi juga terhadap ayah dan bunda. Tidak ada proses parenting yang berjalan mulus sepanjang waktu. Ayah dan bunda bisa saja keliru menyikapi kondisi anak. Karena itulah parenting pun menjadi sarana pembelajaran dan perbaikan diri bagi ayah dan bunda.

Namun, pengasuhan dan pendidikan anak hanya sekadar menjadi teori tak terbukti jika orangtua tak mampu jadi uswah hasanah (teladan). Bahkan ayah dan bunda bisa menjadi sosok yang mempermalukan si buah hati jika tak mau mengubah diri menjadi manusia yang lebih baik.

Bayangkanlah, bagaimana tak pedih hati anak jika ada yang mengatakan hal ini padanya:
“Bagaimana rasanya menjadi anak seorang koruptor?”
“Ah, ayahnya dulu pemakai narkoba, jangan-jangan anaknya pun begitu…”
“Bukankah dulu ibumu merebut ayahmu dari perempuan lain?”
“Hmmm..ini toh, anaknya penipu ulung yang sering bikin susah banyak orang?”

Tanpa ayah dan bunda sadari, anak akan merasakan buah dari apa yang dikerjakan orangtuanya. Baik itu di saat orangtua masih hidup maupun ketika kelak sudah meninggal dunia.

Ketika ayah dan bunda senantiasa mengerjakan amal salih dan senantiasa mencari ridha Allah dalam urusan dengan sesama manusia, maka insya Allah akan berdampak positif bagi jiwa si buah hati. Dia akan merasa tenang dan bangga karena orang selalu mengingat kebaikan orangtuanya.

Begitu pula ketika ayah dan bunda lebih suka mengerjakan maksiat dan enggan berubah menjadi pribadi yang lebih salih. Tak hanya celaka bagi ayah dan bunda, tapi juga berdampak sangat buruk bagi kehidupan si buah hati.

Dari kecil hingga dia mendewasa, orang selalu mengingatkannya pada keburukan orangtuanya. Akan sulit baginya berdiri dengan kepala tegak. Sekalipun dia kelak meraih kesuksesan, perbuatan buruk orangtuanya menjadi luka yang selalu membayangi.

Apakah kehinaan itu yang ingin ayah bunda wariskan pada si buah hati? Apakah luka itu yang ingin ayah bunda hadirkan dalam masa depan anak tercinta?

Kita bisa membaca kisah Siti Maryam, ketika banyak orang keheranan melihatnya mengandung tanpa suami. Yang berkecamuk dalam benak mereka adalah pertanyaan apakah Maryam berzina.
Mereka lalu mengatakan, “Wahai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)

Mereka tahu bahwa kedua orangtua Maryam, Hannah binti Faqudz dan Imran bin Matsan, adalah orang-orang salih dari keturunan yang mulia dan tekun beribadah. Mereka mengakuinya. Dan mereka pun tahu bahwa akhlak dan ibadah Maryam serupa yang dijalankan kedua orangtuanya.

Maka dari itu, ayah bunda janganlah mempermalukan anakmu di masa depannya. Jangan biarkan anak menanggung aib seumur hidupnya. Jangan biarkan anak ‘bertanggung jawab’ atas kesalahan yang ayah bunda perbuat. Jangan torehkan luka yang membekas abadi di hati anak.

Wahai ayah bunda, jangan berpura-pura menjadi sosok sempurna di hadapan anak tapi  menjadi pembuat onar dan pelaku dosa di belakangnya. Teruslah berjuang menjadi orang baik agar ayah bunda selalu dikenang sebagai orang baik.

 

 

 




Jadilah Sahabat Terbaik Anak

Sebelumnya

Mengajarkan Adab kepada Anak Seperti Pesan Buya Hamka

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting