Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menghadirkan Ilham Bintang (Pendiri CekNRicek) dan Joko Intarto (Pendiri Jagaters) sebagai pembicara dalam diskusi virtual, Kamis (25/6).
Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menghadirkan Ilham Bintang (Pendiri CekNRicek) dan Joko Intarto (Pendiri Jagaters) sebagai pembicara dalam diskusi virtual, Kamis (25/6).
KOMENTAR

SEMUA orang kini bisa menjalankan peran media massa sebagai sarana penyebar berita dan pesan kepada masyarakat luas. Jurnalisme warga yang makin marak membuktikan semakin banyak anggota masyarakat yang mampu berpikir kritis, cerdas beropini, berani menginvestigasi, sekaligus piawai memanfaatkan teknologi.

Makin beragamnya platform media menjadi sebuah kemajuan sekaligus ‘ancaman’ bagi media mainstream (dari 43 ribu media siber yang terdaftar di Dewan Pers). Tidak perlu lagi pengalaman puluhan tahun sebagai wartawan maupun modal finansial besar untuk memiliki media. Untuk memproduksi content dengan kriteria berita dalam karya jurnalistik, all you need is a smart phone!

Menghadapi gempuran lahirnya era baru media dalam bentuk media sosial, podcast, dan aplikasi, para pemilik bisnis media harus cerdas memutar otak untuk melahirkan bermacam terobosan yang fresh untuk menarik sebanyak-banyaknya warganet dan mencapai financial goal yang ditargetkan.

Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menghadirkan Ilham Bintang (Pendiri CekNRicek) dan Joko Intarto (Pendiri Jagaters) sebagai pembicara dalam diskusi virtual bertajuk Perusahaan Media Siber di Era Pandemi: Strategi Bertahan dan Berkembang, Kamis (25/06/20).

Ilham Bintang, seperti diketahui merupakan tokoh pers nasional yang sangat sukses dengan program televisi dan tabloid Cek N Ricek juga banyak program lainnya. Dan saat ini, ia pun masuk ke ranah media siber.

Menurut Ilham Bintang, pengalaman menjadi wartawan cetak sekaligus pionir infotainment yang merajai layar televisi tidak lantas menjadikannya ahli di dunia media siber.
Sementara Joko Intarto telah lebih dulu malang-melintang di dunia kreatif digital. Bisa dikatakan ia berhasil bertransformasi dari wartawan konvensional menjadi content creator. Ia terbilang sukses menjalankan bisnis media baru dalam bentuk live streaming, webinar, hingga kursus masak online.

Dimana Para Wartawan?

Ilham Bintang membuka diskusi dengan menyodorkan dua kasus yang menyeret nama dua tokoh publik. Pertama adalah Deddy Corbuzier yang dituding tidak meminta izin Kemenkumham untuk mewawancarai Siti Fadhilah Supari tentang Covid-19 saat mantan menteri kesehatan itu berada di RS. Kedua adalah komika Bintang Emon yang mengkritisi jalannya persidangan kasus penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan. Menurut Ilham Bintang, apa yang disuarakan Deddy dan Bintang itu seharusnya dilakukan oleh wartawan.

Media sosial sudah mengancam eksistensi media mainstream. Masyarakat, menurut Ilham Bintang, sudah menempuh jalan sendiri untuk mendapatkan informasi dan membagikannya ke ruang publik dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Selama prinsip jurnalistik dijalankan dengan taat, maka masyarakat akan mendukung.Tidak peduli apakah media tersebut memiliki nama besar atau tidak.

Karena itulah, integritas wartawan tidak boleh berubah. Meskipun wartawan harus berpikir out of the box untuk menciptakan kreativitas penyajian content, kode etik jurnalistik tidak boleh diabaikan. Prinsip jurnalistik bersifat abadi yang harus menjadi ruh pemberitaan yang diturunkan sebuah media.

Terkait hal tersebut, Ilham Bintang menyayangkan pemilik media yang mendikte editorial agar sejalan dengan kebijakan perusahaan. Tidak heran jika para wartawan takut menyatakan pendapat pribadi karena pemilik media bisa dengan bebas memecat mereka yang dianggap berseberangan dengan ideologi perusahaan. Ditambah lagi, KPI kerap mengusik dapur media dengan menerapkan aturan yang membatasi kinerja dan kreativitas wartawan.

Untuk itulah Ilham Bintang menegaskan pentingnya seorang wartawan memiliki kemampuan individu mumpuni. Seseorang dengan karakter dan kapabilitas yang teruji. Jika kelak orang itu tidak lagi bekerja di media, ia tetap seorang wartawan dengan keterampilan jurnalistik yang cakap.

Bukan Lagi Sekadar 5W 1H

Jika Ilham Bintang menyoroti eksistensi media siber dari sisi prinsip jurnalistik yang wajib dipertahankan, Joko Intarto justru menantang adrenalin pemilik media siber dan wartawannya untuk bisa keluar dari zona galau. “Media siber harus bisa keluar dari zona galau akibat manajemen dan redaksional yang kurang profesional juga keluar dari zona media konvensional,” ujar Joko.

Menurutnya, wartawan media siber harus mampu mereposisi diri untuk bisa menerima paradigma baru dan mengeksplorasi varian media baru dengan meng-up grade wawasan seputar dunia digital. Saat ini, konten bukan hanya berupa teks (tulisan) tapi bisa dalam bentuk podcast, video, dan aplikasi.

Eksplorasi tiada henti dibutuhkan untuk bisa bertahan dan berkembang di masa sekarang ini, terlebih di era pandemi Covid-19. Pemilik media boleh saja mengatur editorial, tapi masyarakatlah yang bertindak sebagai ‘hakim’. Jika independensi media terasa samar, masyarakat pasti akan meninggalkannya.

Joko Intarto juga mengingatkan tentang ‘bahaya’ gawai bagi para wartawan. Gawai adalah sebuah revolusi alat produksi sekaligus penyiaran yang mengalahkan semua media konvensional. Tak heran, menurut Joko, jika media siber saat ini biasanya mengalami situasi kering, sulit, bahkan buntu dalam model bisnisnya akibat diterjang kehebatan gawai.

Dengan milyaran web di seluruh dunia, sebuah media harus memiliki ciri khas dan keunikan. Bisa dari content yang eksklusif, tampilan web yang mobile friendly, fokus pada segmentasi tertentu, atau dilengkapi berbagai aplikasi. Keunikan tersebut ditambah teknologi yang selalu up to date pasti akan mendatangkan berbagai benefit, terutama keuntungan finansial. Dengan demikian, media siber tetap bisa eksis dan independen tanpa menggantungkan diri pada pemerintah untuk mendapat suntikan dana.

Dihadiri perwakilan JMSI berbagai wilayah di Indonesia, Ilham Bintang dan Joko Intarto membuka mata para wartawan media siber untuk sesegera mungkin berbenah diri dan berkreasi seluas-luasnya untuk bisa tumbuh menjadi media yang dicintai sekaligus disegani masyarakat.

Jika saya ditanya apa yang harus dilakukan untuk memulai ‘langkah baru’ menjadi media siber yang tanggap perubahan zaman, tiga hal inilah yang harus dilakukan.

Pertama, membuat analisis SWOT dengan sejujur-jujurnya. Memetakan kekuatan dan kelemahan kita dalam urusan SDM dan teknologi. Dalam urusan redaksional maupun manajemen. Apa yang harus dipertahankan, ditingkatkan, dan ditinggalkan. It’s now or never. Bangunlah tim yang solid untuk mengejar satu tujuan bersama.

Kedua, menjelajahi ‘kekayaan’ media siber di seluruh dunia untuk menemukan ide kreatif yang dibutuhkan dan sesuai dengan karakter target segmen kita. Prioritaskan kualitas, jangan terlena kuantitas. Dibutuhkan sharing ide dan workshop dengan menghadirkan narasumber yang kredibel agar kualitas pekerja media kita akan selalu ter-upgrade.

Ketiga, konsisten dalam pengawasan dan evaluasi agar hari ini lebih baik dari kemarin. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan solusi dan tidak mengulang kesalahan yang sama di kemudian hari.

Saatnya menjadi wartawan zaman now!




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News