YOON Suk-yeol, Presiden Korea Selatan, ditangkap oleh Badan Investigasi Kriminal Nasional Korea Selatan karena dugaan keterlibatan dalam pemberlakuan darurat militer yang tidak sah. Keputusan tersebut menciptakan kepanikan di kalangan masyarakat dan berujung pada proses pemakzulan.
Darurat militer adalah kondisi di mana kekuasaan sipil digantikan oleh militer untuk mengatasi ancaman besar, seperti kerusuhan atau bencana. Biasanya, pemberlakuan darurat militer harus berdasarkan alasan hukum yang jelas, namun Yoon Suk-yeol melakukannya tanpa sebab yang jelas. Peristiwa ini berlangsung singkat, hanya sekitar enam jam, namun sudah cukup memicu gejolak politik.
Penangkapan Yoon Suk-yeol terjadi pada Rabu, 15 Januari 2025, setelah upaya sebelumnya pada 3 Januari 2025 gagal karena perlawanan dari agen Dinas Keamanan Presiden. Sebagai alasan penangkapannya, Yoon menyatakan bahwa ia pasrah agar tidak terjadi pertumpahan darah.
Menurut laporan media, setidaknya 1000 petugas polisi terlibat dalam penangkapan Yoon di kediamannya.
Polisi dan penyidik Korea Selatan dilaporkan menggunakan tangga untuk memanjat ke kompleks perumahan Yoon setelah mereka awalnya dihalangi oleh Dinas Keamanan Presiden, yang membarikade pintu masuk menggunakan kendaraan.
Dalam pesan video yang direkam sebelumnya, Yoon mengatakan bahwa ia telah membuat keputusan untuk tunduk pada pemeriksaan atas kegagalannya menerapkan darurat militer untuk mencegah "pertumpahan darah". Pesan tersebut dirilis setelah penangkapannya.
"Saya memutuskan untuk menanggapi Kantor Investigasi Korupsi," kata Yoon, seraya menambahkan bahwa ia tidak menerima legalitas investigasi tersebut tetapi mematuhinya untuk mencegah pertumpahan darah yang tidak diinginkan.
Penangkapan ini mencuri perhatian publik global. Sebagai sosok yang diharapkan dapat membawa stabilitas, tindakan Yoon justru menciptakan ketidakpastian. Keputusan pemberlakuan darurat militer memicu kemarahan publik dan membawa Yoon pada ancaman pemakzulan serta hukuman berat—termasuk hukuman mati.
Mengapa Yoon memberlakukan darurat militer?
Saat itu satu jam menjelang tengah malam pada tanggal 3 Desember ketika Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer - yang tidak pernah terjadi sejak negara itu menjadi negara demokrasi pada tahun 1987.
Yoon mengatakan bahwa ia melindungi negara dari kekuatan "anti-negara" yang bersimpati dengan Korea Utara - tetapi segera menjadi jelas bahwa hal itu dipicu oleh masalah politiknya sendiri.
Sejak menjabat pada bulan Mei 2022, Yoon melalui dengan sejumlah dugaan skandal dan peringkat yang rendah. Pada tahun 2024, ia menjadi presiden yang tidak berdaya setelah Partai Demokrat yang menjadi oposisi utama menang telak dalam pemilihan umum.
Ia terpaksa memveto rancangan undang-undang yang disahkan oleh oposisi, sebuah taktik yang digunakan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya, demikian diungkapkan Celeste Arrington, Direktur Institut Studi Korea Universitas George Washington, dikutip dari BBC.
Beberapa hari sebelum tanggal 3 Desember, oposisi memangkas anggaran yang diusulkan oleh pemerintah Yoon. Dan mereka juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet karena gagal menyelidiki ibu negara Kim Keon Hee, yang terlibat dalam skandal.
Menghadapi tantangan politik ini, dan dilaporkan atas saran dari para pembantu senior, Yoon memutuskan untuk memberlakukan darurat militer.
Namun keputusan itu memicu protes dan kemarahan publik.
Anggota parlemen menolak deklarasi tersebut, dengan banyak yang memanjat pagar dan memecahkan barikade untuk memasuki Majelis Nasional yang dijaga ketat untuk melakukannya.
Anggota parlemen di seluruh spektrum politik mengecam tindakan itu sebagai inkonstitusional. Bahkan pemimpin Partai Kekuatan Rakyat konservatif Yoon saat itu menyebutnya "salah".
Protes berlangsung siang dan malam dalam suhu dingin, dengan puluhan ribu orang menyerukan agar Yoon dicopot dari jabatannya.
"Tidak ada darurat militer!" mereka berteriak.
"Hancurkan kediktatoran!"
Karier Yoon Suk-yeol
Yoon Suk-yeol lahir pada 18 Desember 1960 di Seoul, Korea Selatan. Memiliki latar belakang pendidikan hukum yang gemilang, ia lulus dari Universitas Nasional Seoul pada tahun 1983 dan memperoleh gelar magister hukum pada 1998.
Yoon memulai karier politiknya setelah menjabat sebagai Jaksa Agung pada 2019, di mana ia dikenal karena ketegasannya dalam menuntut kasus besar, termasuk korupsi yang melibatkan mantan Presiden Park Geun-hye.
KOMENTAR ANDA