Ilustrasi perempuan berbelanja untuk buka puasa/Freepik
Ilustrasi perempuan berbelanja untuk buka puasa/Freepik
KOMENTAR

“RAMADAN adalah bulan paling asyik karena perekonomian hidup. Tukang jualan yang biasanya Magrib sudah tutup, justru makin ramai selepas Magrib. Kalau di hari biasa susah dapat makan gratis, selama buka puasa kita bisa makan gratis di masjid-masjid. Dan hanya di Ramadan seorang pekerja mendapat gaji dua kali karena ada THR,” ucap Dr. KH Adiwarman Karim, MBA saat memberikan tausiah menjelang salat Tarawih di Masjid Istiqlal (15/3).

Kalimat itu memperlihatkan betapa suka cita Ramadan bukan hanya sekadar beribadah puasa sebagai bentuk hablumminallah, tapi juga hablumminannas.

Tak salah bila orang menyebut Ramadan adalah bulan penuh berkah. Karena siapa pun, bahkan tak melulu umat Islam, bisa mendapatkan berkah berupa rezeki melimpah di selama bulan Ramadan.

Kita lihat bagaimana para ibu ramai-ramai berjualan takjil dan laris manis. Restoran memilih untuk buka lebih lambat yaitu menjelang buka puasa, tapi pemasukan justru bertambah. Bengkel mobil dan motor semakin ramai karena banyak orang sudah mempersiapkan kendaraan mudik sejak jauh-jauh hari. Belum lagi pemilik usaha fesyen yang bahkan baru di awal Ramadan saja, produk mereka sudah sold out di marketplace. Bazar di berbagai pusat perbelanjaan ramai pembeli.

Masya Allah.

Sungguh merugi seorang Muslim bila tidak bisa menjadikan suka citanya terhadap Ramadan bernilai pahala. Karena memang apa pun ibadah dan perbuatan baik kita, akan diganjar pahala berkali lipat dari hari-hari selain Ramadan.

Karena itulah, segala suka cita itu seharusnya membawa kita kepada rasa syukur yang lebih mendalam. Dalam arti, puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tapi juga berusaha sekuat tenaga untuk menjaga diri dari berbagai hal yang membatalkan puasa.

Itu semua berarti usaha kita untuk mengendalikan hawa nafsu. Selama 11 bulan kita mungkin selalu disibukkan dengan berbagai urusan bahkan cenderung memanjakan hawa nafsu kita. Maka Ramadan, tak hanya menjadi bulan suka cita, tapi juga harus bisa menjadi bulan latihan kita untuk menahan hawa nafsu.

Inilah bulan terpenting yang jika benar-benar dijalankan dengan penuh kesadaran untuk menjadi hamba yang lebih baik, maka kita akan mampu memelihara ketakwaan hingga 11 bulan selepas Ramadan.

Anggaplah ini Ramadan terakhir kita, maka marilah berjuang sekuat tenaga meraih rida Allah.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur