Ilustrasi ibu-ibu pamer perhiasan/AFP
Ilustrasi ibu-ibu pamer perhiasan/AFP
KOMENTAR

SEMULA kata ‘hedon’ begitu popular di kalangan anak-anak muda. Tetapi dalam perkembangannya, mereka yang telah berumur matang lebih meriah membentuk komunitas serba hedon. Gaya hidup bersenang-senang dan berfoya-foya dipertontonkan secara dramatis.

Dalam konteks komunitas hedon ala ibu-ibu, tercipta dampak yang begitu kompleks. Komunitas papan atas ini seringkali mencari kesenangan dalam berbagai bentuk, mulai dari berbelanja, mengeksplorasi kuliner, bahkan berlomba-lomba melakukan aksi sosial.

Entah memberikan dampak positif atau lebih besar negatifnya, Reza Fahlevi dalam buku Psikologi Positif (2022: 107) menyampaikan beberapa hal:

Hedonis atau hedonia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kesenangan. Konsep ini mengajarkan bahwa tujuan hidup adalah mengalami kesenangan yang maksimal, kebahagiaan merupakan totalitas dari peristiwa hidup yang menyenangkan.

Filusuf Aristippos beranggapan bahwa kesenangan bersifat jasmaniah merupakan kesenangan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau ataupun kesenangan masa depan, namun diperlukan pengendalian diri. Kesenangan merupakan kebaikan, sedangkan derita adalah kejahatan. Namun penekanannya ada pada mengendalikan batasan kesenangan agar tidak terjebak ke dalam arusnya.

Dalam upaya untuk memahami dampaknya, perlu melihat bagaimana penerapan gaya hidup itu dapat menciptakan kesenangan atau risiko jika tidak diimbangi dengan pengendalian diri. Kaum Hawa yang mengejar kesenangan mungkin mengalami kebahagiaan sesaat, dan dapat berdampak signifikan pada finansial, kesehatan, serta keharmonisan keluarga.

Di sinilah kemudian ada beberapa aspek yang patut direnungkan, yaitu:

1. Penting bagi komunitas hedon itu untuk memahami bahwa kesenangan yang berlebihan bisa berdampak negatif. Kebebasan finansial dapat terancam jika gaya hidup hedonistik tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan yang bijak. Penting sekali menyelaraskan gaya hidup agar memiliki batasan dan tujuan finansial yang realistis.

2. Aspek kesehatan perlu diperhatikan. Kesenangan dalam konsumsi makanan lezat dan gaya hidup yang berlebihan seringkali dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Lagi-lagi pengendalian diri menjadi kunci mencapai kebahagiaan jangka panjang.

3. Terlalu fokus pada kesenangan pribadi menyebabkan berkurangnya waktu dan perhatian terhadap anggota keluarga. Oleh karenanya, perlu adanya kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebahagiaan pribadi dan keharmonisan rumah tangga.

Sementara itu, Didin Hafidhuddin pada buku Sederhana Itu Indah (2001: 103-104) memaparkan, Abu Said Al Khudry berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Peringatan Rasulullah Saw terhadap kemewahan hidup patut menjadi perhatian. Islam tidak melarang umatnya hidup kaya, bahkan Islam memperbolehkan seseorang mencari harta sebanyak-banyaknya.

Namun, Islam melarang menjadikan kemewahan itu sebagai poros kehidupan, apalagi menjadikannya sebagai tujuan hidup. Kemudahan rezeki yang diperoleh jangan membuat lupa dan terperosok dalam gaya hidup mewah, hedonis, jauh dari kesederhanaan.

Dunia memang indah, namun harus disadari akhirat jauh lebih manis dan kekal abadi. Hedonisme atau gaya hidup mewah merupakan penyakit sosial yang secara sunatullah akan menggiring manusia ke jurang kehancuran.

Gaya hidup itu seringkali membuat orang malas, berpikir pendek, tak punya idealisme yang luhur dan cita-cita yang mulia, ingin enak sendiri, sehingga jelas-jelas akan bermuara pada rusaknya kualitas sumber daya manusia.

Ibnu Khaldun pernah berkata bahwa kehidupan mewah akan merusak manusia. Ia menanamkan pada diri manusia berbagai macam kejelekan, kebohongan, dan perilaku hidup buruk lainnya. Nilai-nilai agung akan hilang dari mereka dan berganti dengan nilai-nilai bejat

yang merupakan sinyal kehancuran dan kepunahannya.

Komunitas hedon ibu-ibu menciptakan sebuah dinamika unik di tengah masyarakat modern. Namun, penting untuk diingat bahwa pengendalian diri memegang peranan krusial dalam memastikan bahwa kesenangan tidak berubah menjadi risiko yang menyedihkan.

Dengan kesadaran dan keseimbangan, komunitas apapun hendaknya dapat menciptakan kebahagiaan yang berkelanjutan bagi ibu, keluarga dan lingkungan.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur