Perempuan berjemaah di masjid/PEXELS-Arena Darmel
Perempuan berjemaah di masjid/PEXELS-Arena Darmel
KOMENTAR

KEJADIAN ini mungkin lebih tepat disebut salah paham. Seorang perempuan pendakwah yang sudah berusia lanjut tampil penuh semangat. Dia berceramah di masjid tentang keutamaan salat berjemaah. Kendati hanya sedikit orang yang hadir, semangat daiyah lanjut usia itu tidak kendor sedikit pun.

Sampailah materinya, tentang apabila terdengar azan, hendaklah bergegas ke masjid. Tiba-tiba saja dia menirukan suara panggilan azan, tapi hanya setengahnya saja. Dan kebetulan juga waktu itu sudah dekat dengan waktunya salat.

Mendadak pula masjid menjadi nyaris penuh. Pasalnya, warga gempar menyangka ada muazin perempuan, dan sebagian lagi mengira waktu salat memang sudah masuk.

Tentunya kedua sangkaan tersebut tidaklah terjadi. Waktu salat belum masuk dan tidak ada juga muazin perempuan.

Akibat aksinya itu, masjid yang tadinya sepi langsung penuh sesak. Setelah ceramah selesai barulah dikumandangkan azan oleh muazin laki-laki. Dan salat berjemaah di masjid itu menjadi banyak jemaahnya, sesuai dengan apa yang diceramahkan si nenek.

Kendati sang daiyah tua kukuh menyatakan bahwa dia tidak mengumandangkan azan, melainkan hanya menirukan atau memberikan contoh azan sebagian saja, tetapi apa yang dilakukannya terlanjur menjadi kontroversial.

Kemudian mencuatlah pertanyaan, apa hukumnya azan bagi perempuan? Apakah diperbolehkan atau malahan dilarang agama?

Muhammad Utsman al-Khasyat dalam bukunya Fiqh Wanita Empat Mazhab (2023: 104) menjelaskan:

Ada beberapa hal khusus bagi wanita yang berkaitan dengan azan, yakni: tidak sepatutnya bagi seorang wanita untuk mengumandangkan azan dalam shalat berjamaahnya kaum laki-laki; sebab dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah dari lantunan suaranya yang merdu.

Tidak wajib bagi seorang wanita untuk mengumandangkan azan dalam shalat berjemaah yang hanya terdiri dari wanita saja; namun, apabila ada yang mengumandangkan azan, hal itu jauh lebih baik.

Sebab, azan merupakan kalimat-kalimat zikir kepada Allah Swt.; lagi pula dalam keadaan yang demikian, tidak dikhawatirkan akan timbul fitnah dari suaranya lantaran jamaahnya hanya kaum wanita.

Imam Baihaqi telah mengetengahkan satu riwayat yang menyebutkan bahwasanya Aisyah pernah mengumandangkan azan dan juga iqamat, lalu mengimami jamaah perempuan dan dia berdiri (di depan) dengan posisi di tengah shaf mereka.

Azan dan iqamat adalah panggilan suci dalam agama Islam, yang merupakan seruan untuk melaksanakan shalat. Azan telah ada semenjak masa Rasulullah dan terus diamalkan oleh kaum muslimin selama berabad-abad.

Sekalipun lazimnya azan dan iqamat dikumandangkan oleh laki-laki, terdapat beberapa riwayat yang memperbolehkan azan dilakukan juga oleh perempuan. Aisyah, istri Rasulullah diriwayatkan pernah mengumandangkan azan dan iqamat lalu menjadi imam shalat perempuan.

Namun, kebolehan tersebut sifatnya tidaklah mutlak. Tentunya, demi memelihara kehormatan muslimah dan kelancaran ibadah, ada persyaratan tertentu berkaitan dengan azan tersebut.

Abdul Syukur al-Azizi dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita (2017: 70) menerangkan: 

Alasannya adalah karena ada atsar dari beberapa sahabat yang menunjukkan bolehnya wanita mengumandangkan azan dan iqamat.

Di antara atsar itu diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf dengan sanad yang shahih dari Sulaiman at-Taimi, yang mengatakan, kami bertanya kepada Anas bin Malik apakah azan itu wajib bagi wanita.

Anas menjawab, “Tidak wajib. Akan tetapi, jika mereka melakukannya maka azan itu adalah zikir.”

Perkataan Anas bin Malik itu menunjukkan bahwa azan tidak diwajibkan atas kaum perempuan. Akan tetapi, jika mereka tetap ingin mengumandangkan azan, maka tidaklah dilarang karena azan merupakan salah satu dari jenis zikir kepada Allah Swt. Sebagaimana mereka tidak dilarang untuk berzikir, maka begitu pula halnya dengan azan.

Di sini dapat dipahami, azan dan iqamat justru menjadi suatu kemuliaan bagi perempuan. Karena dipandang sebagai salah satu bentuk dari amalan zikir yang tentunya berpahala. Siapa pun tidak dilarang berzikir, sehingga azan dan iqamat tidak terlarang bagi muslimah. 

Abdul Syukur Al-Azizi (2017: 70-71) mengungkapkan:

Riwayat lainnya dari Aisyah juga menyatakan bahwa mengumandangkan azan dan iqamat diperbolehkan. Aisyah mengisahkan bahwa dulu ia melakukan azan dan iqamat, kemudian mengimami jamaah perempuan. Lalu, ia berdiri di tengah shaf para perempuan. (HR. Baihaqi dan dinilai kuat oleh Albani).

Dan beberapa riwayat tersebut, perlu dicatat bahwa bolehnya seorang perempuan mengumandangkan azan dan iqamat tidak berlaku secara mutlak. Hal ini harus memenuhi empat syarat sebagaimana berikut:




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Fikih