Cinta ibarat bunga yang sedang mekar dengan indah. Cinta terkadang terbungkus rasa egois, namun Ummu Hani berhasil mengalahkan rasa egoisnya karena cintanya yang teramat besar terhadap Nabi/Net
Cinta ibarat bunga yang sedang mekar dengan indah. Cinta terkadang terbungkus rasa egois, namun Ummu Hani berhasil mengalahkan rasa egoisnya karena cintanya yang teramat besar terhadap Nabi/Net
KOMENTAR

SEBAGAI orang nomor satu yang paling berpengaruh di dunia, Nabi Muhammad tidak langsung menjelma diri menjadi tirani. Ia tetap memimpin umatnya dengan hati, tanpa memaksakan kehendak.

Saat raja-raja di dunia mengoleksi banyak perempuan untuk dijadikan pelampiasan nafsu, tatkala para penguasa memanfaatkan kekuasaan mereka demi menaklukkan kaum hawa, Nabi Muhammad justru memuliakan dan menghormati keputusan seorang janda tua yang menolak lamarannya.

Ya, inilah kenyataan yang tak terbantahkan, bahwa lamaran Rasulullah pernah ditolak oleh seorang perempuan.

Syaikh Muhammad Sa'id Mursi pada bukunya Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (2020: 473) menceritakan, nama penolak lamaran Nabi adalah Fakhitah binti Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Ia berasal dari kabilah Quraisy dari keturunan Bani Hasyim. Ia merupakan anak perempuan paman Nabi dan sekaligus menjadi saudara perempuan Ali bin Abi Thalib. 

Ia masuk Islam pada tahun penaklukan kota Makkah. Oleh kerena itu, ia tidak termasuk golongan para Muhajirin. Suaminya lari ke Najran meninggalkan Ummu Hani (Fakhitah). Keduanya akhirnya berpisah kerena ke-Islaman yang dianut oleh Ummu Hani, sehingga ia menjalani hidupnya dalam keadaan menjanda.

Sungguh berat kehidupan yang harus dijalani Ummu Hani. Dirinya tiba-tiba saja menjadi single parent dan memikul tanggung jawab anak yang banyak. Nabi yang iba kemudian mengajukan lamaran kepada sang janda. 

Ahmad Khalil Jam'ah dan Syaikh Muhammad bin Yusuf ad-Dimasyqi pada buku Istri-Istri Para Nabi (2020: 525) mengungkapkan, Ummu Hani masuk Islam dan Islam memisahkan dirinya dengan Hubairah (sang suami). Rasulullah kemudian melamarnya, namun ia berkata, “Demi Allah, pada masa jahiliyah, aku mencintaimu, bagaimana di masa Islam, sedang aku wanita beranak dan tidak suka kalau anak-anakku mengganggumu.” 

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya wanita terbaik yang mengendarai unta ialah wanita-wanita Quraisy. Betapa sayangnya dia kepada anaknya ketika masih kecil dan betapa tingginya perhatiannya terhadap suami di sisinya.”

Ummu Hani menyadari, bahwa cintanya kepada Rasulullah sudah lama bersemayam di lubuk hatinya. Tapi, demi menjaga hubungan baik antarkeluarga, ayahnya memutuskan untuk menerima lamaran Hubairah. Pernikahan itu akhirnya terhenti atas alasan akidah.

Inilah episode cinta yang terkesan ganjil. Dua insan saling mencintai dan tidak ada halangan apapun yang menghambat pernikahan itu. Namun Ummu Hani sendiri yang mengandaskan harapannya bersanding dengan Rasulullah dan melepaskan kesempatan meraih kemuliaan sebagai Ummul Mukminin. 

Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dalam bukunya Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (2020: 473) menerangkan, Ummu Hani tetap tak menerima lamaran Nabi itu. la sangat mencintai Nabi, sehingga khawatir kalau pernikahannya nanti malah akan merepotkan Nabi, sebab ia mempunyai anak yang sangat banyak. Di samping itu pula, ia mengkhawatirkan anak-anaknya terlantar karena pernikahan itu. 

Cinta di atas cinta, itulah yang menjadi alasan penolakan atas lamaran indah tersebut. Rasa cinta yang teramat besar membuat Ummu Hani tidak berkenan atas lamaran Rasulullah. Dan Nabi Muhammad benar-benar terpesona mendengar kebijaksanaan Ummu Hani. Semakin tua, semakin matang kepribadiannya dan kian terkendali egonya. 

Jika mengandalkan nalar biasa, akan sulit bagi seseorang menerima sikap Ummu Hani, terlebih bagi mereka yang sangat memuja cinta. Akan tetapi, inilah salah satu keajaiban cinta yang dipuji oleh Rasulullah.




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur