Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

BOLEH disimpulkan bahwa Adam dan Hawa merupakan pengantin surge, sebab ijab kabul pernikahan keduanya disaksikan Allah Swt, para malaikat dan tentunya di tempat terbaik yang disebut jannah. Rasa-rasanya belum ada manusia lain yang merasakan anugerah serupa, sebagaimana keberkahan yang dilimpahkan kepada nenek moyang manusia itu.

Surat An-Nisa’ ayat 1, yang artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Muhammad Nasib Ar-Rifa'i dalam buku Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (1999: 646) menerangkan, Allah Ta’ala menyuruh makhluk-Nya agar bertakwa kepada-Nya, yaitu beribadah kepada-Nya Yang Esa tanpa menyekutukan-Nya. Dia pun mengingatkan mereka terhadap kekuasaan-Nya yang dengan kekuasaan itulah Dia menciptakan mereka dan diri yang satu, yaitu Adam. 

Dan Dia menciptakan darinya pasangannya,” yaitu Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam bagian belakang yang sebelah kiri ketika dia sedang tidur. Kemudian Adam bangun dan dikejutkan oleh keberadaan Hawa. Keduanya pun saling tertarik. 

Ayat ini mengemukakan beberapa fakta menarik, yaitu:

Pertama, pasangan Adam adalah Hawa. Maka tegaslah sudah bahwa lelaki dan perempuan memang ditakdirkan berpasangan. Bukan pria dengan pria atau wanita dengan wanita, tetapi pasangan yang sesuai takdir Ilahi adalah lelaki bersama perempuan, sebagaimana yang dibuktikan oleh Adam dan Hawa.

Pada ayat ini juga disebutkan bahwasanya dari Adam dan Hawa itulah umat manusia berkembang-biak, yang hidup di masa sekarang saja sudah milyaran jumlahnya. Kita sama-sama tahu proses itu haruslah didahului oleh hubungan yang sah, wajib ada ijab kabul pernikahan. Tidaklah mungkin Allah membiarkan Adam dan Hawa melakukan hubungan terlarang di surga. Dari itulah, sebagaimana Adam Hawa maka pernikahan adalah satu-satunya gerbang untuk menghalalkan hubungan berpasangan.  

Ibnu Watiniyah dalam buku Hadiah Pernikahan Terindah (2015: 68-69) menerangkan,

ketika akad pernikahan dimulai, Allah berfirman:

Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku, dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu, hai, para malaikat dan para penghuni langit dan surga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua ciptaan-Ku, dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid kepada-Ku.”

Setelah akad nikah selesai, berdatanganlah para malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad, diantarlah Adam menemui istrinya di istana megah yang akan mereka diami. 

Hai, Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu,” perintah Allah, “dan datangilah ia sebagai istrimu.” 

Adam pun bersyukur lalu menemui istrinya dengan ucapan salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang seimbang. 

Surat Al-A’raf ayat 19, yang artinya: (Allah berfirman,) “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu, makanlah apa saja yang kamu berdua sukai.”

Dengan pernikahan ini, Adam tidak lagi merasa kesepian di dalam surga. Inilah percintaan dan pernikahan pertama dalam sejarah umat manusia, dan berlangsung di dalam surga yang penuh kenikmatan. Sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh para bidadari, jin, dan disaksikan para malaikat.

Sudahlah, kita tidak akan pernah benar-benar mampu menggambarkan pernikahan spektakuler tersebut. Namun, kita dapat mengejar mutiara hikmah yang dikandung oleh pengantin surga ini. 

Lantas apa tujuan pernikahan surga itu?

Surat Al-A’raf ayat 189, yang artinya: “Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia menjadikan pasangannya agar dia cenderung dan merasa sakinah (tenteram) kepadanya.

Ayat ini memberikan jawaban menyejukkan, tujuan pernikahan di surga adalah sakinah.

Ya, sakinah!

Bahkan di surgapun pernikahan itu bertujuan mewujudkan agenda utama, yaitu sakinah. Jadi, sama sajalah dengan tujuan pernikahan manusia di bumi ini, bahwa yang diusung oleh perjuangan suami istri itu tetaplah sakinah.

Nah, kendati pernikahan kita berlangsung di dunia (bukan di jannah-Nya Allah) bukan berarti tidak dapat mencicipi pernikahan surgawi. Sakinah dapat diwujudkan di muka bumi. Perjuangan menciptakan rumah tangga sakinah bukan seseuatu yang mustahil, bahkan sangat mungkin diwujudkan.

Konsep pernikahan demi mencapai sakinah atau ketenteraman dan kedamaian dalam hubungan suami istri adalah nilai yang sangat penting dalam ajaran Islam. Hakikatnya, pernikahan di bumi ini diharapkan untuk mencapai sakinah, dan tujuan ini dapat diterapkan secara luas termasuk dalam konteks pernikahan di surga.

Meskipun kondisi di surga belum terjangkau oleh panca indera kita, tapi percayalah konsep sakinah tetap relevan sebagai tujuan yang diharapkan dalam pernikahan, baik di dunia maupun di akhirat.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur