Komik edukasi tentang kesehatan menstruasi/Net
Komik edukasi tentang kesehatan menstruasi/Net
KOMENTAR

SEJAUH ini, menstruasi pada remaja putri masih menjadi pembahasan serius. Sebab, tidak banyak dari mereka yang belum paham mengenai kebersihan menstruasi. Padahal, ini menyangkut tentang kesehatan reproduksi mereka.

Ada dua hal mendasar, mengapa para remaja putri ini begitu sulit terbuka tentang menstruasi. UNICEF saja mengungkapkan, sebanyak 42 persen anak remaja yang sudah menstruasi tidak mengerti tentang kebersihannya.

Dua hal mendasar itu adalah edukasi yang terlalu minim dari orang tua, tentang menstruasi. Sebagian orang tua menganggapnya tabu, sehingga tidak pantas jika dibicarakan. Dan kedua terkait fasilitas yang tidak memadai di sekolah, sehingga membuat para siswi yang sedang menstruasi kesulitan untuk mengganti pembalut.

Minimnya fasilitas di sekolah

Bagi siswa perempuan, mengelola kebersihan dan kesehatan saat menstruasi masih sulit dilakukan di sekolah. Ada tiga alasan, pertama kurangnya pengetahuan soal menstruasi, kedua masih tingginya stigma negatif tentang menstruasi, dan ketiga fasilitas toilet yang tidak memadai.

Beredarnya stigma negatif dan anggapan tabu membuat siswi jadi korban bullyan teman-teman pria, sehingga mereka malu mengganti pembalut. UNICEF juga mengungkap, masih ada 33% toilet siswa laki-laki dan perempuan yang tidak dipisah, sehingga mereka harus menunggu hingga waktu pulang sekolah untuk mengganti pembalut.

Minimnya edukasi orang tua

UNICEF kembali menyampaikan, sebanyak 64% orang tua tidak memberikan edukasi kepada anak perempuannya soal menstruasi. Hal ini didukung pula oleh minimnya edukasi di sekolah.

Padahal sejatinya, mengganti pembalut secara rutin sangat membantu menjaga kesehatan organ intim perempuan. Idealnya, pembalut wajib diganti dalam waktu 4 sampai 6 jam sekali. Karena, apabila pembalut terlalu lama digunakan bisa menyebabkan beberapa hal, seperti:

  • Infeksi jamur dan bakteri, sehingga area intim rentan ruam dan iritasi.
  • Mudah mengalami keputihan yang berwarna dan berbau.
  • Terjadi infeksi vagina hingga saluran kemih.

Inilah alasan mengapa penting untuk mengedukasi remaja putri tentang menstruasi dan menghilangkan stigma negatif tentang itu. UNICEF menganggap hal ini sebagai ketidakadilan bagi perempuan dan mengaitkannya dengan hak asasi perempuan yang wajib dipedulikan.

Caranya, dengan memberikan edukasi secara utuh, baik oleh orang tua maupun pihak sekolah. Bahkan jika perlu, ada bab pelajaran khusus mengenai menstruasi. Lakukan pula penanaman karakter sejak dini, bahwa menstruasi bukanlah hal yang tabu dan tidak bisa dijadikan sebagai lelucon.

Terakhir, perbaikan standarisasi toilet di sekolah untuk menjamin kebersihan, kenyamanan, dan sanitasi siswa.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News