Ilustrasi ibu memukul anak/Net
Ilustrasi ibu memukul anak/Net
KOMENTAR

DUNIA maya kembali dihebohkan dengan perilaku seorang ibu yang menghukum dengan cara memukul anaknya hingga tewas. Dari kabar yang beredar di media sosial, hukuman tersebut diberikan Sang Ibu lantaran malu karena video pornografi anaknya tersebar luas di media sosial.

Belum diketahui persis di mana kejadian tersebut berlangsung dan apakah benar sang anak meninggal dunia usai mendapat hukuman yang sangat keras itu. Tetapi, Islam secara tegas telah mengatur bagaimana adab memberikan hukuman kepada anak.

Sanksi memukul anak dalam ajaran Islan adalah ungkapan kasih sayang, bukan ekspresi kemarahan. Karena itu, penting diperhatikan jenis alat pukul, tempat yang boleh dipukul, dan bagaimana cara memukul.

Imam Ghazali pernah berkata, “Jika seorang anak diabaikan sejak awal perkembangannya, maka umumnya dia akan menjadi seorang yang buruk ahlaknya, pendusta, pendengki, pencuri, pengadu domba, serta bersifat kekanak-kanakan, tidak serius dan tidak dewasa.”

Rasulullah Saw, dalam hadis Riwayat At-Timidzi bersabda, “Didikan seorang ayah terhadap anaknya, lebih baik daripada bersedekah satu sha.”

Hukuman secara fisik seringkali menimbulkan perdebatan di kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan anak. Sebagian mereka berpendapat, pemberian hukuman fisik seperti memukul, mencubit, atau menampar, adalah bentuk kekerasan yang harus dihentikan.

Hukuman fisik terhadap anak-anak adalah sebuah kekerasan atau Langkah pertama mengajarkan kekerasan kepada mereka. Beberapa penelitian membuktikan adanya temuan perilaku psikologis negatif pada diri korban. Mereka menjadi agresif, jahat, berperilaku menyimpang, menyimpan masalah kesehatan mental, depresi, atau menjadi pelaku kekerasan kepada orang lain.

Dalam sebuah atsar Riwayat At-Thabrani, Ibnu Abbas menganjurkan supaya orang tua menggantungkan cemeti di rumah, di tempat yang bisa dilihat seluruh anggota keluarga, agar menjadi peringatan bagi mereka.

Rasulullah juga sangat jelas memerintahkan kepada seluruh orang tua untuk memukul anak-anak mereka yang tidak mengerjakan salat pada usia 10 tahun. Beliau bersabda dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud:

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mendirikan salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika mengabaikan salat) pada usia 10 tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.”

Abdullah bin Burs al-Mazini menceritakan, ia pernah diutus ibunya untuk menghadap Rasulullah Saw dengan membawa setangkai anggur. Lalu ia memakan sebagian, sebelum menyampaikannya kepada Rasulullah. Dan ketika mengetahui hal itu, Rasulullah mejewer telinganya seraya bersabda, “Wahai anak yang tidak amanat.”

Pemberian pukulan kepada anak-anak menurut sejumlah riwayat baru diberikan setelah penggantungan cemeti di dalam rumah dan penjeweran telinga anak. Jika belum bisa menghentikan kesalahannya, pukulan yang sesuai dengan syar’i adalah yang tidak menuruti hawa nafsu orang tua.

Berikut ini aturan menghukum anak sesuai ajaran Islam:

1. Usia minimal anak adalah 10 tahun

2. Maksimal 10 kali pukulan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: “Seseorang tidak boleh didera lebih dari 10 kali, kecuali dalam masalah had.” (HR Ibnu Majah)

3. Perhatikan alat pukul, cara, dan tempat memukul. Alat pukul bisa berupa tongkat, cemeti, sandal, ujung baju yang dianyam menjadi keras, atau yang lain asal tidak melukai daging, hanya mengenai bagian luar.

Alat pukul tidak boleh terlalu lunak, juga tidak boleh terlalu keras. Tidak boleh memakai kayu yang beruas atau bercabang, tidak terlalu basah dan juga tidak sangat kering.

Di dalam memukul adalah pertengahan antara terlalu lunak dan terlalu keras. Jangan sampai mengangkat tangan hingga terlihat ketiak si pemukul, jangan terpusat di satu tempat, dan jangan pula bertubi-tubi yang tidak menyisakan jeda waktu.

4. Tidak disertai amarah

5. Berhenti ketika anak menyebut nama Allah

Memukul anak sebagai terapi pelurusan kesalahan dibenarkan di dalam Islam. Namun pelaksanaannya haruslah mengikuti kaidah-kaidah syar’i. Hal ini agar tujuan pelurusan bisa tercapai dengan maksimal dan tidak meninggalkan luka fisik dan psikis bagi anak.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News