Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

PEMERINTAH Korea Utara semakin tidak masuk akal dalam memberikan hukuman. Pada seorang anak yang baru berusia 2 tahun, Korea Utara menjatuhkannya hukuman seumur hidup.

Hukuman tersebut diberikan lantaran orang tua anak itu memiliki sebuah Alkitab di rumahnya. Mengutip New York Post, kebijakan ini merupakan bentuk hukuman yang diberikan Pemerintahan Kim Jong Un untuk mengeksekusi dan menyiksa penganut agama.

Peraturan yang dibuat Kim Jong Un menegaskan untuk menangkap warga yang membawa salinan Alkitab di Korea Utara. Mereka yang tertangkap akan menghadapi hukuman mati. Sementara keluarga mereka, termasuk anak-anak, akan menjalani hukuman penjara seumur hidup.

“Seluruh keluarga, termasuk bayi berusia 2 tahun, dijatuhi hukuman seumur hidup di kamp penjara politik,” tulis laporan yang dirilis oleh organisasi non-pemerintah Korea Future.

Laporan ini juga menyoroti pemenjaraan sebuah keluarga pada 2009 berdasarkan praktik keagamaan mereka dan kepemilikan Alkitab oleh orang tua.

Dituliskan pula, hanya ada sejumlah kecil lembaga keagamaan yang terdaftar secara resmi di Korea Utara. Mereka beroperasi di bawah kontrol negara yang ketat dan Sebagian besar berfungsi sebagai pajangan bagi turis asing.

Pada Oktober 2021, Korea Future juga merilis laporan yang merinci pelanggaran kebebasan beragama pada 244 korban. Dari jumlah itu diketahui sebanyak 150 orang menganut Shamanisme, 91 beragama Kristen, satu orang Cheondoisme, dan datu lainnya penganut kepercayaan lain.

Mirisnya lagi, usia para tahanan ini berkisar antara 2 hingga lebih dari 80 tahun. Bahkan, perempuan dan anak perempuan menyumbang lebih dari 70 persen jumlah keseluruhan korban.

Kebijakan ‘nyeleneh’ Kim Jong Un

Tidak hanya menghilangkan kebebasan beragama, Kim Jong Un juga melarang warganya memberi nama anak mereka sama dengan nama putrinya, yaitu Kim Ju Ae. Larangan ini tidak hanya berlaku pada bayi yang baru lahir, tetapi semua warga yang lebih dulu memiliki nama tersebut.

Seorang warga di Pyongan Utara mengatakan, pemerintah setempat telah mengeluarkan perintah agar perempuan dengan nama tersebut mengubah akta kelahiran mereka.

“Kemarin, Kementerian Keamanan di Kota Jeongju memanggil wanita yang terdaftar di departemen pendaftaran penduduk dengan nama ‘Ju Ae’ ke Kementerian Keamanan untuk mengubah nama mereka,” ujar di warga.

Pelarangan penggunaan nama tersebut menurut pemerintahan, adalah sebagai bentuk penghormatan bagi pemimpin.

Menurut Sahabat Farah, kebijakan-kebijakan masuk akal tidak, ya?




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News