Ilustrasi orang yang menyesal/Net
Ilustrasi orang yang menyesal/Net
KOMENTAR

Masa lalu biarlah masa lalu.

MUDAH mendendangkan lirik ini, tapi sungguh bukan hal yang mudah mengikhlaskan hati untuk masa lalu yang pernah menorehkan luka, sehingga adakalanya orang sulit berbuat baik di masa sekarang, sebagai imbas dari trauma masa lalu. Kondisi ini memang tidaklah mudah, tetapi umat Islam sungguh beruntung disebabkan adanya teladan dari Rasulullah.

Keberaniannya bak singa, itulah paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Tajam mata pedangnya, lincah ujung panahnya, sehingga Hamzah menjadi yang terdepan dalam melindungi Nabi Muhammad di medan perang. 

Namun, ada yang menaruh dendam kepadanya. Ada orang-orang yang merancang misi untuk membungkam sang pahlawan untuk selamanya. Dan orang-orang itu bersekongkol dengan cara yang sangat pengecut. 

Moh Abdul Kholiq Hasan dalam buku The Power of Tobat (2009: 180) menceritakan: Wahsyi bin Harb adalah seorang budak berkulit hitam. Ketika terjadi perang Uhud, Hindun menawarkan kepada Wahsyi agar membunuh Hamzah. Sebagai ganjarannya, dia akan dimerdekakan. Wahsyi yang memang menunggu-nunggu peluang emas itu, menerima tawaran tersebut. 

Wahsyi segera beragkat ke medan perang Uhud secara sembunyi-sembunyi dan Wahsyi mulai mencari tempat yang paling strategis, yaitu berlindung di balik batu.

Perang Uhud pun meletus, Hamzah dengan garang melibas musuh-musuh agama Allah. Saat lengah Wahsyi melontarkan tombak hingga menembus perutnya. Sang pahlawan Islam pun rubuh, nyawa berpisah dengan raga. Rasulullah pun dirundung duka cita yang sangat luar biasa. 

Takdir pun membentangkan kebenarannya. Beberapa tahun kemudian terjadi Fathul Makkah (Pembebasan kota Mekah), di mana Nabi Muhammad dan kaum muslimin menguasai Mekah dengan cara spektakuler. 

Sebagai orang yang sudah menghilangkan nyawa Hamzah, Wahsyi memilih kabur duluan. Sebagaimana orang-orang jahiliyah mafhum, balas dendam merupakan keniscayaan. Namun, kejutan datang dari sikap mulia yang dipentaskan oleh Rasulullah.

Rasyid Haylamaz dalam bukunya Mentari Kasih Sayang Rasulullah Saw. yang Meluluhkan Kebekuan Hati (2021: 224-225) mengungkapkan: Wahsyi membunuh sahabat yang bergelar pemimpin para syuhada demi imbalan berupa kebebasan dari belenggu perbudakan. Wahsyi ikut lari menyelamatkan diri di hari Fathul Makkah (Pembebasan kota Mekah), begitu mendengar Rasulullah saw. akan segera menaklukkan kota.

Namun, belas kasih Allah selalu ada untuk setiap orang yang sedang terjatuh. Rasulullah mencari informasi tentang keberadaan Wahsyi, lalu mengutus seseorang untuk mengajaknya memeluk Islam.

Akhirnya, Wahsyi memahami maksud dari Rasulullah dalam keadaan dan peran yang sama sekali berbeda: menjadi prajurit Islam. Ia kini mengangkat tombak yang dulu ia gunakan untuk membunuh Hamzah, justru untuk membasmi musuh-musuh Islam di medan perang.

Kelak, tombak itulah yang menewaskan Musailamah al-Kazzab, nabi palsu. Demikianlah, tombak yang dulu pernah membunuh seorang manusia terbaik, ditakdirkan menjadi tombak yang membuat manusia terburuk meregang nyawa, hingga menjadi penebus kesalahan masa lalu Wahsyi.

Tidak pernah mudah bagi siapapun menerima kematian tragis orang terkasih. Begitupun Rasulullah yang mengalami duka yang terbenam jauh di lubuk sanubarinya. Di saat beliau meraih kemenangan digdaya membebaskan kota Mekah, sejatinya kesempatan membalas terbuka lebar. 

Tidak akan ada juga yang akan menyalahkan Rasulullah, sekiranya beliau membalaskan pembunuhan keji yang dilakukan oleh Wahsyi. Lagi pula, apalah daya seorang mantan budak hitam yang tiada memiliki pembela. Namun, Nabi Muhammad memberikan ampunan yang tulus. Buruknya masa lalu Wahsyi, tidak menghalangi beliau untuk membalasnya dengan kebajikan.

Sungguh hati yang benar-benar mulia!

Amnesti dari Rasulullah tidak berhenti sekadar mengampuni, tetapi juga berbuat kebajikan.

Dunia ini bukanlah surga. Kita akan berkali-kali terluka atau bahkan berujung trauma. Akan banyak sekali rasa sakit di masa lalu yang terus menghantui. Namun, kita hidup di masa sekarang, bukannya di masa lalu. 

Setiap kebajikan yang dilakukan di masa sekarang akan mengobati luka masa lalu. Setiap kebaikan di saat ini akan menyejukkan hati sendiri. Jangan sampai amalan kita terhalangi oleh ganjalan di masa yang lampau.




Menjadi Korban Cinta yang Salah

Sebelumnya

Ana Khairun Minhu

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur