Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

BERKALI-kali Halimah dan keluarganya merasakan dahsyatnya kejadian luar biasa yang mengiringi kehadiran si kecil Nabi Muhammad. Sejauh ini, semua yang spektakuler itu menghadirkan banyak keberkahan, dan mendatangkan beragam keuntungan.

Lain ceritanya tatkala yang menimpa si anak yatim itu pembedahan dada, seketika itu Halimah sekeluarga menjadi gempar. Manusia paling canggih di masa itu pun belum mampu nalarnya menjangkau peristiwa demikian menakjubkan.

Faisal Ismail dalam bukunya Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) (2017: 93) menceritakan, pada usia kira-kira empat tahun, Muhammad sering diajak oleh salah seorang anak Halimah bernama Abdullah untuk menggembala kambing bersama-sama. Menurut suatu riwayat, saat Muhammad dan Abdullah sedang menggembalakan kambing, Muhammad didatangi oleh dua orang laki-laki yang berpakaian serba putih yang diyakini keduanya adalah malaikat. Kedua orang laki-laki itu lalu membawa Muhammad ke suatu tempat, membedah dada beliau, dan membersihkannya dari segala kotoran yang ada di dalamnya.

Kisah pembedahan dada Nabi Muhammad di masa kecil cukup menggemparkan, terlebih bagi masyarakat di masa itu yang masih jahiliyah. Hanya dengan kekuatan imanlah mereka dapat menerima kejadian yang demikian spektakuler. Lain halnya bagi manusia modern yang sedemikian canggih teknologi kedokterannya, dan mestinya lebih mudah bagi kita memahami kejadian hebat itu, mengingat di masa kini operasi sudah menjadi perkara biasa saja.

Pembedahan dada itu bertujuan membersihkan hati Rasulullah sejak dini, sehingga benar-benar suci dan tidak bisa lagi dimasuki oleh bisikan setan. Beliau dipelihara sejak kecil agar tidak ruang sedikit pun pada tubuhnya yang potensial dirasuki makhluk jahat tersebut. Disini pula terlihat betapa beliau benar-benar disiapkan lahir batin menjadi nabi sejak usia balita.

Namun, kejadian pembedahan dada itu menggentarkan nyali Halimah dan suaminya, yang nalar mereka belum mampu menjangkaunya. Memang telah banyak terjadi hal-hal menakjubkan selama mengasuh Nabi Muhammad, akan tetapi kejadian yang luar biasa itu demikian mencekam. Mereka takut terjadi hal-hal yang tidak diharapkan kepada anak baik tersebut.

Akhirnya, Halimah membuat keputusan yang terberat bagi dirinya, yakni berpisah dengan si kecil Nabi Muhammad. Keluarga itu tidak mampu lagi menanggung amanah demikian berat, takut jika nantinya kejadian lebih mencekam menimpa si anak yatim.

Kemudian bocah laki-laki itu diantar ke Mekah, untuk kembali ke pangkuan ibundanya. Perpisahan yang teramat berat bagi Halimah, suaminya dan anak-anaknya tetapi harus dipilih demi kebaikan ke depannya.

Setibanya di gerbang kota, suasana ramai sedang oleh orang-orang Mekah yang teramat sibuk. Dan tiba-tiba saja Halimah kehilangan si kecil Nabi Muhammad yang raib entah kemana. Apa yang ditakutkan telah terjadi, tetapi tidak terduga.

Dengan panik, Halimah dan suaminya bergerak cepat mencari-cari, tetapi hingga mereka kelelahan anak itu tidak juga ditemukan. Maka makin cemaslah Halimah dan bersegera mengabari sang kakek. Abdul Muthalib tidak mau terjadi hal-hal yang buruk terhadap cucu terkasihnya. Dia mengerahkan kekuatan terbaik demi menemukan kembali putra Aminah.

H. M. H. Al-Hamid Al-Husaini dalam buku Membangun Peradaban Sejarah Muhammad Saw. Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi (2000: 206) menceritakan:

Abdul Muthalib berkata dengan keras, “Cucuku, Muhammad, hilang!”

Kaumnya menjawab, “Kemana saja Anda mencari, kami turut menyertai. Seandainya menyeberangi lautan pun kami akan turut menyeberanginya bersama Anda!”

Mereka mengikuti Abdul Muthalib dan dengan unta-unta yang ada mereka mencari-cari Muhammad saw. naik-turun bukit dan lembah sekitar Mekah.

Seminggu lamanya mereka bertawaf mengitari Ka’bah sambil memantau berita. Abdul Muthalib pun selalu memohon kepada Tuhan agar cucunya segera kembali ke pangkuannya.

Dalam keadaan nyaris putus harapan tiba-tiba mereka mendengar suara memanggil-manggil dari angkasa, “Hai orang-orang Quraisy, kalian tak usah ribut, Tuhannya Muhammad tidak akan menghilangkannya! Dia di Wadi Tihamah (lembah Mekah) dekat pohon Barakah (Syajaratul Yumn).”

Berangkatlah Abdul Muthalib ke tempat tersebut oleh suara itu. Ternyata benar bahwa Muhammad saw. berada di bawah pohon sedang menarik-narik dahannya dan bermain-main  dengan daun-daunnya.    

Betapa paniknya penduduk Mekah dengan hilangnya putra Aminah. Orang-orang berdatangan turut dalam pencarian. Karena Abdul Muthalib tokoh penting di Mekah, sehingga penduduk kota itu cepat tanggap membantunya. Halimah menjadi orang yang paling berdebar-debar, sebab dari genggaman tangannya bocah itu menghilang.

Pencarian berlangsung hari demi hari, tetapi Nabi Muhammad tidak kunjung ditemukan, padahal penduduk Mekah telah mengerahkan kekuatan besar. Ketegangan kian memuncak seiring munculnya berbagai pertanyaan, bagaimana bisa bocah balita bertahan hidup sendirian? Bagaimana anak sekecil itu mendapatkan makan dan minum?

Abdul Muthalib tidak mencukupkan dengan pencarian di setiap sudut-sudut Mekah saja. Dia pun mengetuk pintu langit agar Tuhan memberi petunjuk terkait keberadaa cucunya. Maka Abdul Muthalib pun memanjatkan doa dan melengkapinya dengan ibadah tawaf di Ka’bah.

Hingga Allah Swt. memberikan petunjuk keberadaan calon nabi-Nya, sehingga Nabi Muhammad dapat dikembalikan dengan selamat ke pangkuan ibundanya. Sekitar seminggu menghilang, ternyata anak yatim itu tidak kurang suatu apapun jua. Dia sehat-sehat saja.

Halimah menceritakan kecemasannya selama mengasuh Nabi Muhammad, terlebih lagi terjadinya peristiwa pembedahan dada. Anehnya, tidak terlihat kecemasan pada diri Aminah, yang malah terlihat tenang-tenang saja.

Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri dalam buku Sirah Nabawiyah lbnu Hisyam Jilid 1 (2020: 135) menceritakan dialog antara dua perempuan tersebut:

Aminah berkata, “Kenapa engkau mengantarkannya kepadaku, padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?”




Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Sebelumnya

Taktik Brilian Menghadang Pasukan Ahzab

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah