KOMENTAR

FILM CODA yang tayang di Apple TV+ sukses meraih tiga piala dalam ajang Academy Awards ke-94 yang digelar 27 Maret 2022 untuk Best Picture, Best Supporting Actor (Troy Kotsur), dan Best Adapted Screenplay.

Sebelumnya, CODA juga berhasil meraih penghargaan Producers Guild of America Award for Best Theatrical Motion Picture dan Screen Actors Guild Award untuk kategori Outstanding Performance by a Cast in a Motion Picture.

Film CODA bukan biopic, bukan film bertabur bintang box office Hollywood. CODA adalah sebuah remake dari film Belgia-Prancis berjudul La Famille Béllier yang rilis tahun 2014. Film CODA mengisahkan kehidupan sebuah keluarga yang diperankan Marlee Matlin, Troy Kotsur, Daniel Durant, dan aktris muda asal Inggris Emilia Jones.

Kisah film ini berpusat pada Ruby Rossi (Emilia Jones) sebagai seorang CODA; child of deaf adults. Ruby adalah satu-satunya orang yang bisa mendengar di keluarga Tuli yang berprofesi sebagai nelayan. Salah satu peran signifikan yang dijalankan Ruby adalah menjadi juru bahasa dalam bisnis perikanan yang dijalankan ayah dan saudara laki-lakinya.

Ketertarikan Ruby terhadap musik (terutama menyanyi) kemudian membawanya pada dilema. Apakah ia akan melanjutkan kuliah di bidang musik untuk menjemput cita-citanya, atau tetap membantu bisnis keluarga.

Sejak kemunculan awalnya di 2021 Sundance Film Festival, CODA langsung mendapat penilaian positif dan memenangkan sejumlah penghargaan.

Salah satu hal krusial yang dilakukan CODA adalah menggambarkan realitas sejujur mungkin, tanpa rekayasa. Para Tuli di keluarga Rossi dimainkan oleh para aktor dan aktris Tuli. Sang pemeran CODA, Emilia Jones, berlatih ASL (American Sign Language) selama sembilan bulan, sama kerasnya dengan latihan vokal yang ia jalani untuk menyanyikan Both Side Now dengan sangat apik.

Dalam proses syuting, diturunkan banyak penerjemah bahkan para kru mempelajari bahasa isyarat. CODA juga menjadi film pertama yang menampilkan subtitle dalam layar. Marlee Matlin memuji Sian Heder, sutradara film ini yang menurutnya mampu menampilkan kehidupan kaum Tuli yang nyata dan mengerjakan CODA dengan memperhatikan kebutuhan para pemain Tuli.

Pujian lain dari komunitas Tuli Amerika adalah CODA yang menghadirkan Tuli sebagai pemilik bisnis keluarga bahkan menjadi orang yang disegani dalam komunitas nelayan. Hal itu amat berbeda dari stereotip penyandang disabilitas dalam mayoritas film Hollywood yang digambarkan sebagai sosok tidak berdaya, kaku, pasrah, serta tanpa gairah.

Namun kritikan juga datang dari komunitas Tuli. Film ini dituding memotret dengan buruk pengalaman hidup kaum Tuli dan CODA dalam keluarga Tuli. Ada pula yang mempertanyakan esensi musik dalam film ini. Jika ingin menggambarkan perjuangan seorang CODA, bisa saja menggambarkan bagaimana ia menjadi generasi pertama dalam keluarga yang berkuliah dalam bidang selain musik.

Terlepas dari pro dan kontra, CODA memang menjadi pendobrak dalam industri perfilman Hollywood. Isinya jauh dari ingar-bingar kehidupan urban atau superhero yang dramatis dan penuh laga.

CODA menggambarkan bahwa keluarga sejatinya adalah pendukung terbesar dalam kehidupan seorang manusia. Ketika hubungan antara orangtua dan anak, suami dan istri, kakak dan adik bisa terjalin kuat, maka semua kesulitan dan dilema bisa dihadapi bersama.

Penonton melihat bagaimana Frank dan Jackie dihadapkan pada dilema sebagai orangtua; di satu sisi mereka membutuhkan Ruby agar bisnis keluarga tetap berjalan, namun di sisi lain mereka paham bahwa mereka harus melepaskan Ruby meraih masa depan.

Terlihat juga bagaimana Leo ingin dianggap mampu menjalankan bisnis keluarga, ingin agar keluarganya diterima di komunitas nelayan, juga ingin melindungi adik perempuannya.

Pun bagaimana Ruby di usianya yang baru 17 tahun harus menjalani peran penting untuk keluarganya sementara ia juga seorang remaja yang mulai merasakan jatuh cinta, ingin diterima di tengah pergaulan, dan mengejar cita-cita.

Film ini membuka mata awam tentang bagaimana pergulatan yang dialami para Tuli dalam keseharian mereka. Bagaimana menumbuhkan empati dan menghapus diskriminasi. Tidak memaksa mereka untuk memahami awam (bukan Tuli) tapi mencari cara untuk bersahabat dengan mereka melalui bahasa isyarat. Take and give, melihat dunia dari dua sisi berbeda tanpa memaksakan salah satunya lebih baik dari yang lain.

I've looked at life from both sides now

From win and lose and still somehow

It's life's illusions I recall

I really don't know life

I've looked at life from both sides now

From up and down and still somehow




Teaser “Nightmares and Daydreams” Resmi Dirilis, Mengintip Dunia Misterius dari Kacamata Joko Anwar

Sebelumnya

Nobar Film Dua Hati Biru, Keluarga Kita Ingatkan Pentingnya Ilmu Parenting Bagi Penanaman Karakter Anak Sejak Dini

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Entertainment