Nina Gusmita/ Net
Nina Gusmita/ Net
KOMENTAR

NAMA Nina Gusmita di ajang Peparnas (Pekan Paralimpik Nasional) XVI Papua menarik perhatian publik. Nina yang merupakan atlit paralimpik asal Sumatera Utara berhasil mendulang tiga emas cabang olahraga atletik dengan klasifikasi (T54) kursi roda dan memecahkan 3 rekor nasional.

Tercatat Nina meraih emas di nomor 100 meter putri (T54) dengan waktu 18,52 detik, sebelumnya 21,92 detik. Kemudian, nomor 200 meter putri (T54) dengan catatan waktu 33,44 detik, sebelumnya 36,69 detik. Dan nomor 400 meter putri (T54) dengan rekor baru 1:07,49 menit.

Keberhasilannya mendulang emas dan memecahkan rekor ini tak pernah ia sangka, terlebih ini debut pertamanya mengikuti ajang Papernas. Terlebih, karena prestasinya terbilang gemilang, momen penyerahan medali nomor 200 meter T54 yang sedianya akan dilakukan oleh pelatih diganti oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.

"Bangga sih. Kan awalnya mau pengalungan medali oleh pelatih. Tapi katanya ada menteri mau ini, ngalungin. Ya kaget sih," ujar mahasiswi Sekolah Tinggi Olahraga dan Kesehatan Bina Guna (STOK Bina Guna) Medan itu.

Lewat akun media sosialnya @ninagusmitaa, perempuan yang akrab disapa Miun ini mengunggah beberapa foto dan ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya di insta storynya.

Alami Kecelakaan Motor

Di balik setiap musibah pasti ada hikmah yang bisa diambil sebagai pelajaran. Pepatah inilah yang kini dirasakan oleh atlit Nina. Kecelakaan sepeda motor saat usianya 18 tahun di tahun 2016 telah mengubah jalan hidupnya.  

Kepada media, usai pengalungan medali, Nina mengisahkan kecelakaan yang dialaminya saat ia masih SMA. Dikisahkan oleh Nina, sebelum menjadi atlik disabilitas, ia adalah atlit pelatda voli.

Usai latihan voli, ia mengalami kecelakaan sepeda motor yang membuat menjadi penyandang disabilitas karena kecelakaan itu Nina harus menerima kenyataan kaki kanannya harus diamputasi.

"Saat jatuh, aku mikir, udahlah nggak bisa main voli lagi. Sempat berpikir seperti itu karena aku lihat kaki sudah hancur. Akhirnya ketika dibawa ke rumah sakit, kaki aku harus diamputasi," kenang perempuan kelahiran 8 Agustus 1998.

Melihat anaknya hampir patah semangat, sang ibu Kasmiati Ari, yang merupakan atlit voli daerah memberikan motivasi untuknya kembali bangkit. “Ibu bilang, kalau jadi atlet hebat itu bisa kemana-mana tanpa mengeluarkan uang. Malah bisa dibayar,” ujar Nina.

Kata-kata inilah yang menguatkan Nina untuk tetap semangat. Terlebih beberapa hari setelah menjalani amputasi, ketua National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Sumatera Utara mengajak untuk bergabung dan mengatakan lewat ajang ini, nanti dirinya bisa berolahraga lagi, berprestasi lagi walau dengan kondisi demikian.

Mendapat dorongan seperti ini, Nina semakin semangat lagi mewujudkan mimpinya menjadi atlit nasional. Dengan semangat dan tekad kuat yang dimilikinya, setelah tujuh bulan menjalani pemulihan, Nina berlatih kembali.

Pertama kali berlatih kembali Nina mencoba cabang olahraga lempar cakram. Mendengar cabang olahraga voli duduk sedang mencari pemain, anak pertama dari tiga bersaudara ini pindah cabang olahraga voli duduk.

Bersama timnya, Nina sempat mengikuti beberapa pertandingan, diantaranya di ajang Asian Para Games 2018 Jakarta-Palembang.

Lalu bagaimana ia bisa menjadi atlit balap kursi roda?

Pada 2019, Nina berlatih keras bersama timnya untuk menghadapi ASEAN Para Games 2020 di Filipina. Sayangnya, karena peserta dari cabor ini sedikit, pertandingan pun dibatalkan.

Menyadari jika peluang voli duduk sering tak dimainkan akibat kurang peserta, Nina akhirnya memantapkan diri kembali ke atletik dengan spesialisasi balap kursi roda dan masuk pelatihan nasional (pelatnas).

"Aku ditawari sama NPCI, bahwa kalau ingin tetap di pelatnas maka harus pindah ke atletik yakni wheel chair (kursi roda). Akhirnya coba pindah cabor dan masuk di wheel chair. Ternyata progresnya bagus, dan akhirnya pindah cabor di kursi roda," jelasnya.

Pilihan Nina ini ternyata tepat dan berbuah manis. Namanya kini dikenal sebagai atlit berprestasi. Usai Peparnas Papua 2021 ia langsung masuk ke pelatnas di Solo untuk berlatih lagi. Ia berharap bisa mengikuti Paraliampade Paris 2024, ajang olimpiade untuk atlik paralimpik tingkat dunia.

 




Nuzul Quran Masjid Al Hidayah: Quran dan Ibu sebagai Petunjuk Awal dan Madrasah Pertama Anak

Sebelumnya

Astronaut Nora Al Matrooshi Siap ke Luar Angkasa dengan Hijab Khusus Rancangan NASA

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women