Gedung sekolah yang diubah menjadi penampungan para pengungsi di Gaza/Net
Gedung sekolah yang diubah menjadi penampungan para pengungsi di Gaza/Net
KOMENTAR

KEMENTERIAN Informasi di Gaza mengeluarkan data bahwa Israel telah melakukan lebih dari 1.800 serangan udara yang menghancurkan berbagai bangunan dan infrastruktur.

Data Kementerian Kesehatan di Gaza menyebutkan lebih dari 220 warga Palestina, termasuk lebih dari 60 anak-anak, tewas dalam berbagai pemboman, seperti dilansir CNN (20/05/2021).

Pada Senin lalu, serangan udara yang menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menargetkan Hamas merusak gedung Kementerian Kesehatan Gaza yang berada di dekatnya, termasuk menghancurkan jendela dan memutus aliran listrik. Di dalam gedung itu terdapat salah satu laboratorium utama pengujian virus corona di Gaza.

Wakil Menteri Kesehatan Dr. Yousef Abu Al-Reesh mengatakan aktivitas saat ini berpindah ke laboratorium yang dikelola pihak swasta, yaitu memproses sejumlah tes yang tersedia untuk mereka yang ingin melarikan diri ke Mesir melalui Rafah.

IDF membantah dengan sengaja menargetkan gedung Kementerian Kesehatan, bahkan balik menuduh Hamas sengaja memposisikan pusat operasionalnya di dekat penduduk sipil.

Pusat penelitian virus corona itu hanyalah salah satu dari sekian banyak fasilitas dan layanan publik yang terhenti di Gaza akibat adu senjata Israel-Hamas. Laporan PBB pada bulan April lalu—mengutip data Kementerian Kesehatan—menunjukkan adanya peningkatan 60% dalam kasus Covid-19 aktif di Gaza meskipun pada akhir  bulan terlihat sedikit mereda.

Pada akhir April, kurang dari 2% penduduk Gaza menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19. Sangat kontras dengan Israel yang telah memberikan satu dosis vaksin kepada lebih dari 60% penduduknya.

Saat ini, para pejabat kesehatan, staf medis, juga badan kemanusiaan mengkhawatirkan daerah tersebut bisa dilanda gelombang ketiga Covid-19. Terutama setelah puluhan sekolah yang dikelola badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) telah beralih fungsi menjadi tempat penampungan bagi  sebagian besar dari 72 ribu warga Palestina yang mengungsi.

Kementerian Kesehatan memperkirakan gelombang ketiga sudah dimulai dengan 30% hasil tes terbukti positif dan lebih dari 100 orang dirawat karena Covid-19 di ruang ICU.

Direktur Unit Keamanan dan Pengendalian Infeksi Kementerian Kesehatan Dr. Rami Al-Abadlah menjelaskan bahwa sistem kesehatan di sana berada di bawah tekanan yang sangat besar sementara layanan masyarakat telah hancur. "Kondisinya kini makin sulit. Sekolah penuh sesak, tidak ada jarak sosial. Kami pasti akan menghadapi bencana kesehatan. Kami sama sekali tidak bisa menjangkau semua orang yang terinfeksi," ujarnya.

UNRWA saat ini tengah berjuang memenuhi kebutuhan banyak orang sekaligus mengupayakan pencegahan penyebaran Covid-19. Juru bicara UNRWA Tamara Alrifai mengkhawatirkan sekolah-sekolah akan menjadi pusat penyebaran Covid-19 mengingat tingkat kepadatan yang berlebihan.

Di tahun 2014, sekolah UNRWA memang telah berfungsi sebagai tempat penampungan bagi pengungsi Palestina di Gaza. Mereka mengharapkan sekolah menjadi tempat yang lebih aman dari rumah mereka.

Namun saat ini, kondisinya jauh lebih kompleks dikarenakan pandemi Covid-19. Tingkat infeksi di Gaza terbilang tinggi dan angka vaksinasi masih rendah. Diperkirakan, satu-satunya faktor yang mampu mencegah krisis kesehatan yang lebih besar adalah populasi Gaza yang terbilang masih sangat muda.

Selama ini UNRWA mengelola pusat vaksin di Gaza, namun terhenti sejak berkobarnya kekerasan bersenjata. Akibatnya, tidak hanya urusan persediaan makanan, air bersih, dan sistem sanitasi, UNRWA juga harus menyediakan peralatan pelindung pribadi yang cukup untuk menjaga tempat penampungan tetap aman.

"Pengorganisasian kebutuhan pengungsi sangat sulit di tengah kerusakan besar-besaran berbagai gedung, pabrik, dan pusat kesehatan. Ditambah lagi dengan tidak adanya gencatan senjata," ucap Tamara.

Seorang perawat di pusat medis khusus Covid-19 di Gaza, Mahmoud Saleh, juga mengatakan bahwa mereka terpaksa menghentikan pengujian vaksin dan vaksinasi.

Tantangan juga muncul seputar bagaimana menjaga orang yang terinfeksi agar dapat konsisten melakukan isolasi. Tenaga kesehatan tidak bisa mencegah orang yang terinfeksi meninggalkan rumah karena mereka harus lari dari serangan yang berlangsung untuk menemukan tempat berlindung yang aman untuk bersembunyi bersama keluarga mereka.

 

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News