Sediakanlah diri untuk terlebih dulu memanjatkan rangkaian doa, mengajukan segenap pinta kepada Allah Ta’ala seusai shalat/ Net
Sediakanlah diri untuk terlebih dulu memanjatkan rangkaian doa, mengajukan segenap pinta kepada Allah Ta’ala seusai shalat/ Net
KOMENTAR

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

Itulah terjemahan judul di atas, arti dari surat Al-Fatihah ayat 5.

Betapa dahsyat artinya dan sungguh spektakuler hakikat yang dikandungnya. Betapa sering kita membacanya setiap hari bahkan tiada putus membacanya sepanjang hayat dikandung badan. Namun, apakah pernah kita benar-benar memahami artinya? Tahukah maknanya? Dapatkah meresapi hakikatnya?

Kalau mau tahu saripati Islam maka bacalah Al-Qur’an, jika ingin mengetahui saripati Al-Qur’an bacalah Al-Fatihah, apabila ingin mengetahui saripati Al-Fatihah, maka terdapat pada iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.

Demikianlah gambaran yang dapat dipetik dari pendapat Imam Ibnu Katsir, Imam Jalaluddin Al-Mahally & As-Suyuthi dalam buku Samudera Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, & An-Naas, bahwa agama secara keseluruhan berpangkal dari kedua makna ini, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama Salaf, bahwa surat Al-Fatihah merupakan rahasia Al-Qur'an; sedangkan rahasia surah Al-Fatihah terletak pada kedua kalimat ini, yakni iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.

Demikian pulalah hakikat kehidupan muslim sejati; dari beribadah kepada Allah lalu meminta pertolongan pada-Nya. Apabila kita menyembah selain Allah, maka melencenglah diri dari nilai tauhid, jatuh ke lembah kemusyrikan. Maka, ibadah itu mestilah lurus kepada Allah semata.

Seiring dengan ibadah itu pula dibukakan pintu pertolongan, dari siapa lagi pertolongan terhebat itu datang melainkan Allah Ta’ala. Tidak ada yang mampu mencegah apabila Allah telah memberi, dan tiada pula yang mampu memberi jika Allah telah menghalanginya.

Jangan pernah salah sasaran; hanya pada Allah beribadah dan hanya pada Allah pula meminta pertolongan.

Menariknya, Yusuf Al-Qaradhawi dalam buku Tafsir Juz Amma menyebutkan, pada kalimat, “Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in,” Allah mendahulukan ibadah karena ia merupakan tujuan, sementara isti'anah atau meminta pertolongan merupakan perantara untuk menuju ibadah.

Makna bahwa Allah tempat meminta bantuan dan pertolongan semata bukan berarti seseorang tidak butuh kepada makhluk, akan tetapi ini merupakan bantahan dan penolakan terhadap orang-orang yang hanya meminta selain kepada-Nya terhadap hal-hal yang tidak sanggup dilakukannya kecuali atas bantuan Allah, seperti orang-orang yang meminta pertolongan kepada berhala, dukun dan selain mereka.

Pada firman Allah, iyyaka nasta'in merupakan bantahan kepada aliran Jabariah yang menafikan semua kesanggupan dan keinginan manusia, sebab orang yang meminta pertolongan harus memiliki usaha. Ia butuh kepada bantuan orang lain selain dirinya, karena itulah Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.

Memang sih manusia tidak mungkin bertahan hidup tanpa manusia lain, memang benar manusia perlu saling tolong-menolong, akan tetapi hakikat pertolongan itu bersumber dari Allah, bukan dari yang selain dirinya. Itulah keyakinan yang tidak boleh goyah dari keimanan kita.

Misalnya, dokter membantu mendiagnosa penyakit, memberikan resep obat-obatan dan lain-lain, dan segitulah peran pertolongan kemanusiaan yang dapat diberikannya. Adapun yang di atas dari itu, pertolongan terkait kesembuhan adalah wewenangnya Allah. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kesembuhan, sedangkan penanganan dokter, khasiat obat-obatan, perhatian perawat merupakan bagian dari usaha menuju pertolongan tertinggi dari Allah.

Menariknya lagi, ada dua aspek yang disejajarkan dalam ayat ini; antara ibadah dan meminta pertolongan Allah. Tentunya fakta ini bukanlah kebetulan, dan tidak ada yang sia-sia dalam Al-Qur’an.

Sayyid Muhammad Syatha dalam buku Di Kedalaman Samudra Al-Fatihah menyebutkan, dengan kata lain, Dia tidak dapat disembah tanpa meminta bantuan dan tidak dimintai bantuan tanpa ibadah. Ia juga dapat dipahami bahwa meminta bantuan dan ibadah adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan.

Makanya, selepas dari ibadah shalat sebaiknya kita tidak langsung bubar dari sajadah. Sediakanlah diri untuk terlebih dulu memanjatkan rangkaian doa, mengajukan segenap pinta kepada Allah Ta’ala.

 




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur