Dalam positive parenting, orangtua mengajarkan anak bahwa semua perbuatannya berharga dan bermakna/ Net
Dalam positive parenting, orangtua mengajarkan anak bahwa semua perbuatannya berharga dan bermakna/ Net
KOMENTAR

KERAP merasa lelah saat mendidik anak adalah satu tanda bahwa kita (orangtua) masih menganggap si kecil sebagai beban. Bisa jadi, kita masih memiliki segudang keinginan terpendam hingga merasa mengurus anak adalah 'kewajiban' yang menjauhkan kita dari berbagai mimpi pribadi.

Tidak sedikit orangtua yang belum mampu menyiapkan mental untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Bukan dalam pengertian "memberikan limpahan materi berupa baju bagus, mainan mahal, dan fasilitas lengkap" melainkan bagaimana "melimpahi anak dengan kasih sayang serta pendidikan akhlak dan karakter untuk kebaikannya di masa depan".

Maka banyak dari kita berdalih sibuk bekerja siang malam untuk anak. Tapi ketika anak mencari kita untuk mendengarkan kisahnya, bermain dengannya, juga membuatkan chocolate cookies favoritnya, kita memilih untuk larut menghadap layar laptop atau melanjutkan pembicaraan bisnis di ponsel lalu menyuruh si mbak menuruti keinginan si kecil.

Betul, kan? Itu tanda kita menganggap anak adalah beban yang menghalangi 'laju' kita sehari-hari.

Ketika kita menganggap anak adalah beban, parenting pun menjelma menjadi sebuah tugas maha sulit. Yang akhirnya, kita memilih untuk menjadi orangtua yang memberikan hal terbaik bagi anak dari segi materi. Kita menyediakan kebutuhan dan keinginan anak, apa pun itu. Dengan begitu, kita merasa sudah melaksanakan tugas sebagai orangtua karena telah memastikan anak tercukupi segala kebutuhannya.

Kini, saatnya kita mulai menganggap anak sebagai aset. Anak adalah penerus kita, penerus bangsa, penerus umat manusia. Kita tentu ingin si kecil kelak mampu berdiri tegak di masa dewasanya. Menjadi sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi sesama dan alam semesta. Kita pasti menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mampu bertahan serta beradaptasi dengan kondisi sesulit apa pun.

Karena itulah, ibarat seorang leader dalam organisasi, kita harus mampu mengembangkan potensi setiap anak buah kita. Pemimpin yang baik bukanlah yang membuat anak buah terkagum-kagum padanya, melainkan dia yang mampu membuat anak buahnya belajar dari kepemimpinannya kemudian melanjutkan kontribusinya dengan lebih baik. Dengan begitu, keberlangsungan perusahaan di masa depan akan terjamin.

Itulah contoh keberhasilan yang didapat manakala seorang leader menjadikan anak buah sebagai aset, bukan beban, bukan balita yang harus diasuh terus-menerus. Analogi tersebut juga sesuai dengan kehidupan orangtua dan anak; yaitu bagaimana orangtua mampu menganggap anak sebagai aset. Ya, anak adalah aset dunia akhirat bagi orangtua.

Pengertian aset, jangan lantas dipelintir menjadi 'sapi perah'. Anak dieksploitasi untuk bisa menghasilkan uang sejak usia belia. Anak dipaksa menjadi tulang punggung keluarga demi merasakan kehidupan mewah. Bukan itu.

Salah satu cara menyadarkan kita bahwa anak adalah aset yaitu dengan menjalankan positive parenting yang melahirkan positive parents.

Menjadi orangtua positif tidak hanya bermanfaat bagi masa depan anak tapi juga mempererat hubungan ayah dan bunda. Ayah dan bunda dapat mengenali dengan baik setiap fase tumbuh kembang anak lalu meresponsnya dengan pengasuhan yang sesuai yaitu positive parenting.

Dalam positive parenting, orangtua mengajarkan anak bahwa semua perbuatannya berharga dan bermakna. Kita juga memastikan bahwa hubungan orangtua-anak yang penuh cinta akan selalu ada. Tidak peduli apa pun tantangan dan rintangan yang menghampiri. Tidak peduli sesulit apa pun hidup yang kita hadapi.

Dengan menjalankan positive parenting, kita pun menjelma menjadi positive parents. Kita (suami dan istri) akan dapat memiliki komunikasi yang jujur dan terbuka. Anak kemudian akan belajar dari perilaku kita sehari-hari tentang bagaimana mencari solusi positif dari setiap konflik dan perbedaan yang mencuat.

Anak dapat melihat langsung bagaimana kedua orangtuanya beradu argumen. Tapi anak kemudian juga menyaksikan bagaimana dua orang dewasa yang saling mencintai dapat menyatukan berbagai perbedaan pendapat dan sikap lalu kembali ke hubungan yang stabil serta saling mendukung, sekaligus menyampingkan berbagai hal 'cengeng' yang emosional.

Dengan menjadi positive parents, kita menghadirkan keharmonisan dalam keluarga. Sikap tenang, santai, dan gembira yang kita pancarkan akan terasa begitu mendalam di hati buah hati kita. Memang betul, masalah datang kapan saja. Namun ketika anak menjadi aset, dia akan mencontoh bagaimana kita menyikapi berbagai masalah tersebut dan kelak mempraktikkannya dengan lebih baik.

 




Viral Pendidikan Karakter Anak ala Kang Dedi Mulyadi: Ketika Disiplin Diajarkan dengan Cara Tak Biasa

Sebelumnya

Peran Bijak Kakek dan Nenek dalam Pengasuhan Cucu, Kapan Boleh Mengintervensi?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting