Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SAAT ini, jumlah pasien positif terinfeksi covid-19 tanpa gejala sudah mengambil angka yang cukup besar. Keberadaan mereka cukup mengkhawatirkan, lantaran tanpa sadar orang tanpa gejala (OTG) ini bisa menularkan keluarga atau lingkungan yang lebih besar lagi.

Kompas TV Live dalam program @sapaindonesia_kompastv menghadirkan sesi tanya jawab dengan Dokter Spesialis Paru dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Fariz Nurwidia, terkait hal ini. Berikut petikan tanya jawab tersebut.

Q: Bagaimana treatment atau terapi yang baik untuk pasien tanpa gejala yang menjalani isolasi di rumah sakit?

A: Pasien tanpa gejala saat ini menjadi mayoritas. Biasanya, target penatalaksanaan di rumah sakit adalah melakukan tes PCR sebanyak 2 kali dengan hasil negatif. Sementara itu, pasien akan diberikan vitamin seperti vitamin C 4x509 mgr, vitamin D3, dan mikronutrien yang mengandung zinc serta selenium. Pasien juga diminta melakukan aktifitas yang cukup. Sejauh ini, belum ada terapi fisik khusus yang diberikan kepada pasien tanpa gejala. Yang terpenting dari rangkaian penanganan itu adalah asupan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

Q: Kalau memang tidak ada penanganan khusus, mengapa pasien tidak menjalani isolasi mandiri di rumah saja?

A: Penjemputan pasien untuk menjalani isolasi di rumah sakit memiliki beberapa tujuan. Yang pertama adalah untuk menurunkan tingkat infeksi penularan ke keluarga dan lingkungan. Yang kedua, di rumah sakit pasien bisa dimonitor suhu tubuhnya (biasanya sehari dua kali) untuk melihat perkembangan virus di hari ke 9 sampai 13. Jika pada hari tersebut pasien dinyatakan sehat, maka akan dilakukan PCR sekali lagi untuk memastikan tidak ada lagi virus Corona di tubuhnya. Namun jika kondisi pasien menurun (menjadi pneumonia), akan dilakukan serangkaian tes, seperti pemeriksaan paru dan radiologi, CT Scan, atau foto rontgen untuk melihat apakan telah terjadi kelainan di organ paru.

Q: Untuk pencegahan, vitamin apa yang seharusnya dikonsumsi?

A: Untuk pencegahan, kita harus memenuhi angka kecukupan gizi lewat asupan bervitamin dan mineral, yang kaya antioksidan. Angka kecukupan gizi sebenarnya 90 mgr untuk vitamin C. Namun di masa pandemi, angka kecukupan gizi itu naik menjadi 2000 mgr (vitamin C). Cara mengonsumsinya dibagi menjadi 500 mgr per sekali minum setiap 6 jam sekali.

Q: Selain vitamin C, apalagi yang sebaiknya dikonsumsi?

A: Ada vitamin D3 yang berfungsi meningkatkan kerja limfosit. Limfosit ini adalah komponen dari kelompok sel darah putih yang memainkan peranan penting untuk pertahanan tubuh melawan virus. Konsumsi vitamin D3 yang diperlukan adalah 1000 sampai 2000 unit per hari. Lalu konsumsi juga zinc yang mengandung bikolenat atau glukonat serta selenium. Dari ini semua, asupan buah² an seperti yang kaya vitamin C (kiwi dan jambu biji) serta makanan protein tinggi, berkarbohidrat, dan lemak juga penting. Yang perlu dicatat, kurangi konsumsi teh dan kopi. Dan hentikan merokok!

Q: Apakah virus corona hanya menyerang mereka yang memiliki sistem imunitas lemah saja?

A: Sebenarnya, kita semua menanggung risiko terinfeksi, apapun kondisi imun kita. Hanya saja, kadar risikonya berbeda-beda. Kalau sistem imun kita baik namun kita memiliki penyakit penyerta (komorbid), tentu saja itu dengan cepat menurunkan daya tahan tubuh dan berisiko tinggi. Tapi jika tidak ada komorbidnya, asalkan pola hidup sehat, walaupun terinfeksi kasusnya tidak akan menjadi berat dan proses recovery time nya lebih cepat.

Q: Bagaimana cara kita mengetahui apakah memiliki penyakit penyerta atau tidak?

A: Lebih jelasnya kita dapat melakukan rontgen atau CT Scan Rotax untuk para perokok. Atau yang ringan-ringan saja, bisa lewat medical check up biasa.

 




Kenali Ciri-Ciri Nyamuk Aedes Aegypti yang Jadi Penyebab Demam Berdarah

Sebelumnya

Cara Tepat Merawat Luka Bakar untuk Mencegah Infeksi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health