Dutabesar RI untuk Brunei Darussalam, Dr. Sujatmiko, MA/Repro
Dutabesar RI untuk Brunei Darussalam, Dr. Sujatmiko, MA/Repro
KOMENTAR

PANDEMIK virus corona atau Covid-19 merupakan momok yang menakutkan bagi banyak negara di dunia, tidak terkecuali Brunei Darussalam.

Negara tetangga Indonesia ini juga berjuang melawan pandemik Covid-19 yang terjadi sejak bulan-bulan awal tahun 2020 ini. Namun agaknya, tidak seperti negara ASEAN lainnya, semisal Singapura, Malaysia dan Vietnam, kabar soal bagaimana pemerintah Brunei Darussalam menangani pandemik Covid-19 tidak terlalu banyak disorot oleh pemberitaan internasional.

Padahal, negara ini bisa dikatakan berhasil menekan angka penularan virus corona atau Covid-19.

"Sejak kasus pertama Covid-19 di Brunei diumumkan pada awal Maret hingga saat ini, hanya ada 143 kasus positif Covid-19 dengan tiga orang korban meninggal dunia dan 139 lainnya sembuh. Hanya ada satu orang yang dirawat," jelas Dutabesar RI untuk Brunei Darussalam, Dr. Sujatmiko, MA dalam acara mingguan RMOL World View bertajuk "Kabar Dari Brunei Di Saat Covid-19" (Senin, 24/8).

Lebih lanjut dia mengamati bahwa ada beberapa faktor kunci yang menjadi "resep" Brunei dalam menangani pandemik Covid-19.

Pertama, kata Dubes Sujatmiko, Brunei Darussalam memiliki UU yang mengatur soal penyakit menular. Sehingga ketika ada kasus penyakit menular yang dikonfirmasi, UU tersebut langsung diterapkan.

Kedua, warga Brunei Darussalam pada umumnya patuh terhadap aturan yang dibuat pemerintah, termasuk dalam hal penangana pandemik Covid-19.

"Mungkin karena jumlah warganya sedikit (sekitar 460 ribu jiwa) serta sistem pemerintahannya yang berbeda dan wilayahnya yang kecil bila dibandingkan dengan Indonesia, warga Brunei Darussalam bersatu, united menghadapi Covid-19 bersama-sama karena menyadari bahwa ini adalah ancaman negara, sehingga semua (pihak) bergerak," paparnya.

Ketiga, selama masa pandemik, pemerintah Brunei Darussalam bukan hanya menerapkan aturan tapi juga memberikan alokasi dana hingga jutaan dolar AS untuk mengatasi Covid-19.

Keempat, masih kata Sujatmiko, otoritas Brunei Darussalem bergerak cepat dengan menerapkan langkah-langkah penutupan sejak awal.

"Masjid, restauran, mal dan tempat keraiamaian lainnya ditutup dan kemudian physical distancing juga diterapkan sejak awal," jelasnya.

"Negara ini juga menutup negaranya tidak ada lagi penerbangan langsung ke luar negeri kecuali terbatas untuk mengangkut barang-barang kebutuhan pokok. Termasuk dengan Indonesia, yang selama ini kita punya jalur khusus ke Jakarta, Surabaya dan Denpasar, sejak awal pandemik diputus," tambah Sujatmiko.

Kelima, faktor lain yang menyebabkan Brunei Darussalam berhasil menekan angka penularan Covid-19 adalah negara tersebut memiliki sistem denda yang tinggi

"Bagi mereka yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk protokol kesehatan, denda yang dihadapi bisa mencapai hingga Rp 100 juta atau kurungan (penjara) selama enam bulan," ujarnya.

Keenam, pemerintah Brunei Darussalam juga melibatkan teknologi mutakhir untuk mengerem penyebaran Covid-19.

"Salah satunya adalah dengan aplikasi BruHealth. Semua orang Brunei mendaftar di aplikasi tersebut. Semua orang Brunei mendaftar di aplikasi ini sehingga pergerakan mereka terdeteksi," ungkap Sujatmiko.

Selain itu, jelasnya, ada juga Smart Helmet atau helm pintar yang biasanya digunakan petugas di tempat kerumunan. Helm tersebut dengan mudah memindai suhu seseorang.

"Jadi misal mau masuk ke masjid, ada orang berdiri pakai helm seperti org naik motor. Helm itu mendeteksi suhu orang dengan cepat. Jadi aman dilakukan dan bisa massal," tandasnya.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News