Ilustrasi/Met
Ilustrasi/Met
KOMENTAR

MARAH merupakan naruli dan merupakan hal yang wajar terjadi pada setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu ditekankan bahwa marah itu sendiri ada dua macam, Yakni marah yang pada tempatnya dan marah yang tidak pada tempatnya.

Begitu kata Pendiri Pusat Studi Alquran M. Quraish Shihab dalam program "Shihab & Shihab" edisi Ramadhan pekan ini.

"Yang dicela itu kalau (marah) tidak pada tempatnya. Atau pada tempatnya tapi melampau batas,"  jelas Quraish Shihab.

Dia menggarisbawahi, marah itu sendiri tidak selalu berarti meluapkan emosi. Menurutnya, marah itu adalah sikap tidak senang melihat sikap orang lain yang kita tidak setuju.

"Bisa jadi kita marah dalam hati, itu tidak diluapkan," sambungnya.

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan, marah pada tempatnya terjadi semisal ada orang yang menganiaya kemudian kita marah. Atau ada orang yang menjajah kemudian kita marah.

Sedangkan marah yang tidak pada tempatnya, seringkali dipicu oleh setan.

 

"Marah kalau dipicu oleh setan pertama terlihat pada wajahnya, merah padam. Tidak menguasai diri dan meluap-luap," tutur mantan Menteri Agama RI tersebut.

Meski demikian, Quraish Shihab menyebut bahwa agama tidak melarang marah. Namun agama mengajak manusia untuk pertama-tama menahan dulu marah.

"Menahan bukan berarti jangan marah, tetapi untuk berpikir," jelasnya.

"Apa yang pertama dipikir? Ini sudah wajar marah atau tidak. Kalau berkata wajar, (tanya lagi) ini sudah kepada orang yang ini atau kepada orang lain yang menjadi penyebabnya?," sambungnya.

"Terus jika memang dia orangnya, ukur lagi, sudah pada tempatnya di sini atau bukan? Jika sudah tepat di sini, ukur lagi, apa batas kemarahan? Apa maki-maki atau menegur atau cukup dengan mata?" ujarnya.

Hal tersebut memang sulit untuk dilakukan. Namun bukan mustahil untuk dilakukan. Karenanya, ganjaran bagi orang yang mampu mengendalikan marah pun tidak main-main.

"Mau masuk surga? Nabi berkata, Laa taghdhab walakal Jannah, Jangan marah, kamu dapat surga," kata Quraish Shihab.

Karena itulah, jelasnya, orang-orang bijak berkata, "Kalau mau marah silakan marah, tapi upayakan jangan nampak di air muka".

"Jangan sampai kelihatan di muka. kalau harus kelihatan di muka, jangan sampai lidah bergerak," jelasnya.

"Kalau harus lidah berucap, jangan sampai melampaui batas. Kalau harus melampaui batas, jangan sampai tangan bergerak," tambahnya lagi.

"Jadi ada tingkatan marah," tekan Quraish Shihab.

Dia menjelaskan, agama tidak mau kita marah tidak pada tempatnya. Marah diperbolehkan, namun diukur, ditahan.

"Itu sebabnya pengendalian amarah berkaitan erat dengan pengendalian nafsu," ujarnya.

"Nabi berpesan, kalau ada seseorang yang menimbulkan kejengkelan kamu di bulan puasa, maka sampaikan padanya aku sedang puasa, aku sedang mengendalikan amarah," sambungnya.

Ada lagi pesan yang berbunyi, "Kalau ada orang yang memaki kamu, maka katakanlah padanya, kalau makian kamu benar saya bermohon semoga Tuhan mengampuni saya. Kalau salah, saya bermohon semoga Tuhan mengampunimu".

"Ini akhlak," kata Quraish Shihab.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur