Ilustrasi pemakaman/Al Azhar Memorial Garden
Ilustrasi pemakaman/Al Azhar Memorial Garden
KOMENTAR

BELUM juga bulan suci tiba, berbagai tradisi telah dilaksanakan oleh umat Islam. Di antaranya yang cukup marak adalah ziarah ke makam orang tua, para leluhur atau kalangan yang dihormati. Jangan heran bila terjadi kemacetan mendadak, usut punya usut penyebab keramaian itu adalah membludaknya para pezairah, yang mana lokasi pemakaman kebetulan berada di pinggir jalan utama.

Roda perekonomian juga berdenyut sebagai dampak dari tradisi ziarah kubur sebelum berpuasa. Para pedagang bunga dan wewangian langsung panen raya. Juru parkir tidak ketinggalan meraup untung. Berbagai pedagang dadakan juga turut serta mendapatkan anugerahnya.       

Aksin Wijaya dalam buku Berislam di Jalur Tengah (2020: 391) menerangkan:

Ziarah, atau tepatnya mengunjungi kuburan orang yang telah meninggal, merupakan salah satu ritus keagamaan yang banyak dilakukan kaum muslim. Dalam tradisi Islam Indonesia, praktik ziarah berkembang begitu kuat.

Muslim Indonesia biasanya melakukan ziarah pada waktu-waktu tertentu yang dianggap memiliki makna penting dalam kehidupan keagamaan mereka. Untuk sekadar contoh, bisa disebut di sini saat menjelang Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Maulid (bulan kelahiran Nabi Muhammad saw.), dan bulan Muharram. Masa-masa tersebut merupakan waktu yang biasanya digunakan muslim Indonesia untuk melakukan ziarah.

Sekilas, tradisi ziarah kubur yang begitu semarak di Indonesia ini berlangsung baik-baik saja. Tidak ada keluhan berarti, bahkan dipandang mendatangkan keuntungan. Hanya saja, ada baiknya kaum muslimin menelisik kembali hukum dari ziarah kubur.

Dan ternyata, Nabi Muhammad pernah melarang ziarah kubur, dan pada kesempatan lain beliau juga memperbolehkannya. Lantas bagaimana sebetulnya kedudukan ziarah kubur itu dalam hukum Islam? Sebenarnya boleh atau tidak?

Muhammad Utsman al-Khasyat dalam bukunya Fiqh Wanita Empat Mazhab (2023: 249-250) menjelaskan:

Imam Hakim mengetengahkan hadis dalam Al-Mustadrak-nya dari Abdullah bin Abi Mulaikah, bahwa ia berkata, Aisyah suatu ketika pulang dari pemakaman, lalu aku bertanya kepadanya:

“Wahai Ummul Mukminin, dari mana engkau?”

Dia menjawab, “Dari makam saudaraku, Abdurrahman bin Abu Bakar.”

Aku bertanya. “Bukankah Rasulullah saw. telah melarang melakukan ziarah kubur?”

Dia menjawab, “Benar. Dahulu beliau memang melarang ziarah kubur, namun selanjutnya beliau memerintahkannya.” (Adz-Dzahabi berkata, hadis ini sahih)

Alasan lain diperbolehkannya ziarah kubur bagi wanita adalah bahwa kaum wanita itu bersekutu dengan kaum laki-laki dalam hal sebab yang karenanya Rasulullah saw. membolehkan ziarah kubur. Yakni, mengambil iktibar dari kematian dan mengingat akhirat.

Beliau saw. telah bersabda, “Sesungguhnya ziarah kubur itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan kepada kehidupan akhirat.”

Tidaklah mungkin Aisyah melakukan sesuatu yang diharamkan oleh suaminya, Nabi Muhammad. Dari sini jelas bahwasanya ziarah kubur diperbolehkan, bahkan ada keutamaan yang dapat dipetik darinya.

Namun, pembahasan tidak boleh dicukupkan hanya dengan mengetahui hukum bahwa ziarah kubur itu boleh. Karena ada yang perlu kita jaga, jangan sampai ziarah kubur justru berujung kepada perbuatan-perbuatan syirik yang merusak tauhid.

Ingatlah, dahulunya Nabi Muhammad pernah melarang ziarah kubur, dan sekalipun sudah diperbolehkan, maka berhati-hatilah supaya tidak melanggar hukum agama.

Idrus Abidin dalam buku Jalan Takwa (2022: 25) mengingatkan:

Berikut ini beberapa contoh praktik syirik dan bernuansa kekufuran: mencari ilmu kesaktian dan beroleh olah “kanuragan” dari kuburan-kuburan yang dianggap keramat. Kasus lain, ada juga di antara mereka yang mendatangi kuburan ketika hendak hajatan untuk menahan hujan, tujuannya agar hajatan tersebut lancar tanpa gangguan hujan. Dalam hal ini, tampak sekali praktik kesyirikan dan kekufuran dilakukan secara terang-terangan oleh masyarakat kita.

Zaman sekarang boleh saja disebut modern, tetapi berbagai praktik syirik di kuburan masih dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Seperti meminta sesuatu di pemakaman atau mencari peruntungan atau menerka persoalan gaib dan berbagai praktik menyimpang lainnya.

Selain perilaku yang menjurus syirik itu, kaum wanita hendaknya memelihara diri supaya tidak melakukan perbuatan terlarang di saat ziarah, karena laknat Allah Swt. bagi wanita yang menyalahi aturan-Nya.

Muhammad Utsman al-Khasyat (2023: 251) menerangkan:

Hadis lain menyebutkan bahwa kaum wanita yang berziarah kubur itu terlaknat, seperti hadis yang menyebutkan, “Allah melaknat kaum wanita yang melakukan ziarah kubur.”




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih