Ilustrasi langit/Freepik
Ilustrasi langit/Freepik
KOMENTAR

NABI Muhammad dan para sahabat menuntaskan pemakaman para syuhada Perang Uhud.  Dalam kondisi lelah lahir batin, pasukan muslimin bergerak kembali ke Madinah. Rasulullah berpikir keras tentang cara terbaik menyampaikan kabar duka, mengingat setiap syuhada meninggalkan anak-anak, istri, ayah bunda serta saudara-saudari.

Pada Sabtu sore, 7 Syawal tahun 3 Hijriyah Rasulullah dan rombongan telah dinanti-nanti oleh penduduk Madinah, terutama dari kalangan perempuan. Di antara kabar duka cita itu, Hamnah termasuk yang paling berat menanggung lara, karena beberapa orang yang dicintainya syahid di Uhud.

Ali Muhammad Ash-Shallabi pada buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 (2012: 64-65) menceritakan:

Hamnah binti Jahsyi datang menemuinya. Rasulullah berkata kepadanya, "Wahai Hamnah, bersabarlah.”

Hamnah menjawab, “Siapakah dia wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Abdullah bin Jahsy saudaramu.”

Hamnah mengucapkan, “Inna lillah wa inna ilaihi rajiun, semoga Allah mengampuninya. Keselamatan baginya karena telah mendapatkan syahid.”

Rasulullah berkata, “Bersabarlah.”

Hamnah bertanya, “Siapakah dia wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Hamzah bin Abdul Muthalib pamanmu.”

Hamnah mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi rajiun, “Semoga Allah mengampuninya. Keselamatan baginya karena telah mendapatkan syahid.”

Rasulullah berkata, “Bersabarlah.”

Hamnah bertanya, “Siapakah dia wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Mush’ab bin Umair, suamimu.

Hamnah berkata, “Oh alangkah sedihnya.” Hamnah berteriak menyebut Mush’ab.

Rasulullah berkata, “Sesungguhnya suaminya memiliki kedudukan tersendiri bagi dirinya.”

Rasulullah melihat kesabaran Hamnah tatkala mendengar berita kematian saudara dan pamannya, dan ia berteriak ketika mendengar berita kematian suaminya. Kemudian Rasulullah berkata, “Mengapa engkau mengatakan itu?”

Hamnah menjawab, "Wahai Rasulullah, aku ingat anak-anaknya menjadi yatim dan bagaimana ia menjagaku.”

Rasulullah mendoakan Hamnah dan anak-anaknya agar Allah memberikan ganti yang baik bagi mereka. Kemudian Hamnah menikah dengan Thalhah bin Ubaidillah, lalu ia melahirkan Muhammad dan Imran.

Dengan rasa tanggung jawab, Nabi Muhammad menyampaikan kabar duka kepada keluarga korban dan menyerukan kesabaran. Beliau menyaksikan tangisan kaum perempuan sehingga mata beliau pun ikut basah. Syahid memang kematian yang mulia, tetapi kehilangan orang-orang yang dicintai juga bukan perkara mudah.

Wajar Hamnah menangis karena sekaligus mendapat kabar syahid saudaranya, pamannya hingga suaminya. Sebagai rasa tanggung jawab, Nabi Muhammad tidak lupa menanggung biaya hidup para janda dan anak-anak yatim. Kaum muslimin pun menikahi para janda, sebagaimana Thalhah yang menikahi Hamnah demi menyelamatkan imannya.

Dalam kabut duka akibat kematian orang-orang tercinta, juga menyeruak semerbak kisah tentang mendalamnya cinta kepada Rasulullah. Tersebutlah seorang perempuan agung yang mendahulukan keselamatan Nabi Muhammad, semata-mata demi masa depan dakwah Islam.

Ath-Ṭhabarī dalam buku Muhammad di Makkah dan Madinah (2019: 579) mengungkapkan:

Rasulullah saw. melewati seorang perempuan dari Bani Dinar yang suami, saudara, dan ayahnya terbunuh ketika berperang bersama Rasulullah saw. di Uhud. Ketika diberi kabar tentang kematian mereka, perempuan tersebut bertanya, “Bagaimana dengan keadaan Rasulullah saw.?”




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah