Sanitasi kian menjadi masalah besar bagi perempuan di Gaza/Anadolu
Sanitasi kian menjadi masalah besar bagi perempuan di Gaza/Anadolu
KOMENTAR

KONDISI masyarakat di Gaza semakin hari semakin memprihatinkan. Kurangnya akses terhadap berbagai kebutuhan pokok termasuk air bersih bahkan membuat para perempuan di Jalur Gaza terpaksa meminum pil penunda menstruasi.

Dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (1/11), pil penunda menstruasi ini kemungkinan memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, serta perubahan suasana hati.

Perempuan Gaza yang meminum pil penunda menstruasi tidak punya pilihan lain selain mengambil risiko tersebut di tengah gencarnya serangan pengeboman Israel.

Menurut seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di Selatan kota Khan Younis, Dr Walid Abu Hatab, tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya. Dengan demikian, seorang perempuan dapat menunda terjadinya menstruasi.

Berdasarkan hasil penelusuran Farah.id, selain kurangnya akses air besih, perempuan di Jalur Gaza juga kekurangan produk menstruasi seperti pembaut dan tampon.

Hal tersebut disebabkan oleh jalan-jalan utama di Jalur Gaza rusak akibat pengeboman Israel yang membuat pengiriman produk-produk media dari Gudang ke apotek menjadi hal yang terbilang mustahil.

Seorang psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di kota Gaza, Nevin Adnan mengatakan bahwa lebih banyak perempuan yang bersedia meminum pil penunda menstruasi dikarenakan kurangnya kebersihan, privasi, serta produk kesehatan yang tersedia.

Salma Khaled, salah satu warga Palestina yang telah meninggalkan rumahnya dua minggu lalu dan kini tinggal di sebuah kamp pengungsi Deir el-Balah, Gaza Tengah, mengatakan bahwa ia terus-menerus berada dalam ketakutan dan ketidaknyamanan yang berdampak buruk pada siklus mestruasinya.

“Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini, saya sudah menstruasi dua kali dalam bulan ini dan saya juga mengalami pendarahan hebat,” kata Salma seperti dilaporkan Al Jazeera.

Salma mengaku bahwa tidak ada pembalut wanita di beberapa toko apotek yang masih buka sehingga ia memutuskan untuk mencari pil penunda menstruasi. Sebaliknya, pil penunda menstruasi banyak tersedia di apotek karena umumnya jarang digunakan.

Selain itu, Salma juga berharap agar peperangan ini segera berakhir sehingga ia tidak perlu lebih banyak mengonsumsi obat penunda menstruasi.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News