Langit berkabut di Malaysia/REUTERS
Langit berkabut di Malaysia/REUTERS
KOMENTAR

MALAYSIA siap mencoba menurunkan hujan dengan menaburkan awan dan bersiap untuk menutup sekolah karena kualitas udara di berbagai tempat memburuk, demikian disampaikan Departemen Lingkungan Hidup.

Hampir setiap musim kemarau, asap dari kebakaran untuk pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit juga pulp dan kertas di Indonesia menutupi langit di sebagian besar wilayah tersebut, membawa risiko terhadap kesehatan masyarakat dan mengkhawatirkan operator wisata dan maskapai penerbangan.

“Kualitas udara Malaysia memburuk, khususnya di bagian barat Semenanjung Malaysia, dengan 11 wilayah mencatat indeks polusi udara (API) tidak sehat”, kata Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Hidup Wan Abdul Latiff Wan Jaffar, dalam sebuah pernyataan pada Senin malam (2/10).

Kualitas udara di empat tempat berada dalam kisaran tidak sehat pada pukul 14.00 pada hari Selasa (3/10), menurut situs web Indeks Pencemar Udara Malaysia.

Kota-kota tersebut termasuk kota Nilai dan Seremban di negara bagian Negeri Sembilan, Shah Alam di Selangor, dan kotapraja Cheras dekat Kuala Lumpur.

Malaysia mengatakan pekan lalu bahwa kebakaran di negara tetangganya, Indonesia, adalah penyebab polusi tersebut meskipun Indonesia membantah mendeteksi adanya asap yang melintasi perbatasannya ke Malaysia.

Departemen Lingkungan Hidup Malaysia mengatakan sebelumnya pada hari Senin bahwa badan meteorologi regional telah mendeteksi hampir 250 “titik panas” yang mengindikasikan kebakaran di pulau Sumatra di Indonesia dan di bagian pulau Kalimantan. Artinya, tidak ada satu kebakaran pun terjadi di Malaysia.

Upaya menjernihkan udara dengan hujan melalui penyemaian awan dan tindakan lain untuk mengatasi polusi akan mulai berlaku ketika pembacaan API mencapai 150 selama lebih dari 24 jam.

Sekolah dan taman kanak-kanak harus menghentikan semua aktivitas di luar ruangan ketika pembacaan API mencapai 100, dan ditutup ketika mencapai 200.

Sementara itu, kelompok lingkungan hidup Greenpeace meminta negara-negara di kawasan untuk memperkenalkan undang-undang untuk menghentikan perusahaan perkebunan yang menyebabkan polusi udara.

“Memberlakukan tindakan kabut asap lintas batas dalam negeri diperlukan sebagai tindakan pencegahan, terutama karena ada banyak dampak buruk di industri ini,” ujar Heng Kiah Chun, ahli strategi kampanye regional untuk Greenpeace Asia Tenggara, seperti dilansir Reuters.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News