Hati yang lalai dari mengingat Allah akan menghilangkan kenikmatan dari Ilahi/Net
Hati yang lalai dari mengingat Allah akan menghilangkan kenikmatan dari Ilahi/Net
KOMENTAR

LALAI adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Seorang ibu yang lalai dengan bayinya sebentar saja, bisa saja menghilangnya nyawa sang bayi. Ini hanya satu contoh, sebab terlalu banyak bencana besar berakhir memilukan berpangkal dari suatu kelalaian.

Dalam Islam, perkara lalai seringkali diingatkan bahayanya, tidak terkecuali tercantum di dalam kitab suci. Orang yang lalai hatinya dapat berakibat lupa diri dan pada level parahnya bisa terjerumus lupa dengan Tuhannya. 

Betapa berbahaya seorang manusia yang sudah terlalai dari Tuhannya. Tuhan saja dilalaikannya, apalagi manusia biasa. Bisa-bisa bencana dari kelalaian orang itu berdampak buruk kepada manusia lainnya.

Surat Al-Kahfi ayat 28, yang artinya:

Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.”

Ada beberapa poin menarik dari peringatan Al-Qur’an tersebut. Pertama, waspadalah terhadap manusia yang lalai hatinya dari mengingat Allah. Jauhi mereka!

Khalid A. Mu’thi Khalif dalam bukunya Nasihat Untuk Orang-Orang Lalai (2005: 17) mengutip, Sayyid Quthb berkata, “Kami (Allah) buat hati mereka lalai ketika dirinya hanya memikirkan dirinya, hartanya, anak-anaknya, dan kesenangan serta kelezatan yang dirasakan syahwatnya. Sehingga, dalam hatinya tidak ada lagi tempat bagi Allah Swt. Hati yang sibuk dengan hal-hal tersebut dan menjadikan semua itu sebagai tujuan hidupnya”. 

Tidak aneh jika ia kemudian lalai dari mengingat Allah, karena Allah Swt telah membuatnya lebih lalai lagi dan membiarkannya dalam kondisi seperti itu. Lalu, lepaslah kendali dari tangannya dan ia mendapatkan siksa yang telah Allah siapkan bagi orang-orang seperti dirinya yang menzalimi diri mereka sendiri juga menzalimi orang lain.

Kelalaian tidak pernah mendatangkan apapun kecuali kemalangan. Ketika seorang karyawan dari tugasnya lalu mendapatkan hukuman, maka kelalaian terhadap Allah dapat berujung azab. 

Kedua, penyebabnya adalah menuruti hawa nafsu. Hawa nafsu memang tidak ada batasannya. Nafsu tidak akan pernah puas sekalipun seluruh bumi ini ditaklukkannya.

Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan hawa nafsu! Karena yang dilalaikannya adalah kewajiban terhadap Tuhan, sehingga kita disibukkan dengan urusan duniawi belaka dan mengabaikan kehidupan abadi di akhirat. 

Kendalikan hawa nafsu, sebab akan berguna dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Ketiga, sadarilah perbuatan yang melampaui batas. Seperti makan yang melampaui batas, membuat perut kekenyangan dan timbul rasa malas tatkala azan berkumandang. Kita pun lalai melaksanakan salat.

Tuhan menganugerahi kebebasan, tetapi tidak bisa sebebas-bebasnya dalam kehidupan ini. Setiap kebebasan dipagari dengan batasan-batasan yang berfungsi menjaga kita agar tidak tergelincir ke jurang kebinasaan.

Sikap waspada merupakan suatu nilai lebih manusia dibandingkan binatang. Jangan sampai kualitas kita justru terpuruk di bawah hewan, disebabkan kelalaian hati yang terus dibiarkan.

Khalid A. Mu’thi Khalif (2005: 18) menulis, binatang itu tidak lalai dari tugasnya. Mereka selalu berzikir dan bertasbih. Binatang itu tidak mempunyai kewajiban hukum.

Diriwayatkan dari Sahl bin Mu'adz dari ayahnya dari Nabi Saw, Rasulullah pernah melewati suatu kaum yang sedang berhenti sambil duduk di atas hewan kendaraannya. Mendapati hal itu Nabi Saw bersabda kepada mereka:

Kendarailah hewan-hewan itu dengan baik dan biarkanlah dalam keadaan sehat. Jangan jadikan mereka sebagai kursi tempat duduk kalian saat berbicara di jalan maupun di pasar. Bisa saja hewan yang dikendarai itu lebih baik dari yang mengendarainya dan lebih banyak zikirnya kepada Allah Swt dibandingkan yang mengendarainya itu.” (HR Ahmad)

Kelalaian hati akan menimbulkan kemalangan dan berakhir dengan azab. Jangan pernah merendahkan diri, sebab binatang pun senantiasa mengingat Tuhannya. Ingatlah, dunia hanyalah sementara. Tidak ada manfaatnya menuruti hawa nafsu atau berlebihan dalam menikmati godaan duniawi. Manusia boleh saja mensyukuri nikmat hidup, tapi dengan hati yang tidak pernah lalai dari Ilahi.




Menjadi Korban Cinta yang Salah

Sebelumnya

Ana Khairun Minhu

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur