Ilustrasi anak obesitas/Net
Ilustrasi anak obesitas/Net
KOMENTAR

MASIH ingat dengan Kenzie, bayi asal Bekasi yang sempat viral karena di usianya yang baru 7 bulan namun sudah memiliki bobot 27 kilogram. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengkategorikan Kenzie sebagai balitas obesitas karena berdasarkan kurva pertumbuhan WHO berat badan ideal anak laki-laki di usia kurang dari 1 tahun 9,7 kg. Sedangkan berat badan 13,4 kilogram sudah dianggap obesitas.

Ternyata, Kenzie bukan satu-satunya balita yang obesitas. Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi mencatat hingga pertengahan 2023 terdapat sekitar 1.440 balita yang terindikasi obesitas dan 275 di antaranya masih berusia di bawah 2 tahun (0-23 bulan).

Menurut Dinkes, ada sejumlah faktor yang memicu obesitas tersebut, yaitu pola konsumsi yang tidak sehat hingga faktor genetik. Kurangnya pola asus orang tua lantaran sibuk bekerja, juga menjadi salah satu pemicu terjadinya obesitas karena asupan makan dan minum si kecil kurang diperhatikan.

“Banyak orang tua di daerah perkotaan seperti Bekasi ini sibuk bekerja, sehingga bayinya diasuh orang lain. Bisa jadi, si bayi dikasih makan dan minum yang manis biar diam, sehingga gampang obesitas,” ujar Sekretaris Dinkes Kabupaten Bekasi Supriadinata.

Benarkah makanan dan minuman manis menjadi pemicu paling cepat obesitas pada bayi dan anak?

Seorang dokter anak, dr Abdullah Reza, SpA menjelaskan, penyebab obesitas adalah karena ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran, seperti:

  • Ketidakseimbangan antara asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan yang dikeluarkan saat buang air besar (BAB)
  • Ketidakseimbangan antara gerak anak, yaitu tidak pernah berolahraga, hanya duduk-duduk saja, tidak banyak bergerak, dengan apa yang dikonsumsi, di mana melebih kebutuhan anak pada usianya.
  • Dan jangan pula lupakan adanya faktor lain seperti kelainan genetik atau kelainan hormonal.

Pada anak yang obesitas akan sangat mungkin mengalami berbagai penyakit lain seperti meningkatnya nilai kolesterol sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan penyakit jantung. Lalu, napas berhenti saat tidur (sleep apnue), gangguan ortopedi, hingga penyakit asma dan hati.

Pada anak obesitas sering dijumpai dengan gejala mengorok. Penyebab tersebut terjadi lantaran adanya penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada perut, sehingga mengganggu proses pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume torakal adomen dan menyebabkan beban kerja otot pernapasan meningkat.

Hal ini akan memiliki efek yang sangat besar pada kualitas hidup dan pengalaman sosial penderita obesitas, serta berimplikasi serius terhadap tingkat morbiditas.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News