Kota Makkah/Pixabay
Kota Makkah/Pixabay
KOMENTAR

KA’BAH adalah milik umat Islam, tetapi malah dikuasai dan dikotori kesuciannya oleh musyrikin Quraisy. Selain itu, kaum muslimin yang berziarah ke Baitullah justru mengalami perlakuan kekerasan. Namun, teror dari pihak Quraisy tidak menggentarkan nyali kaum muslimin, dan mereka berani melakukan perlawanan.

Syaikh Shafiyyurrahman dalam buku Sirah Nabawiyah (2014: 221) menceritakan:

Sa’d bin Mu’adz pergi ke Makkah untuk melakukan umrah. Di Makkah dia menetap di rumah Umayyah bin Khalaf. Dia berkata kepada Umayyah, “Berilah aku waktu sebentar, siapa tahu aku bisa melakukan tawaf di Ka’bah.”

Maka mendekati siang hari bersama Umayyah dia pergi ke Ka’bah. Abu Jahal yang berpapasan dengan keduanya, bertanya, “Wahai Abu Shafwan, siapakah yang bersamamu ini?”

Umayyah yang biasa dipanggil Abu Shafwan pun menjawab, “Dia adalah Sa’d.”

Abu Jahal berkata kepada Sa'd, “Bukankah engkau bisa tawaf di Makkah dengan aman, tetapi justru kalian melindungi orang-orang yang keluar dari agamanya. Bahkan kalian bertekad hendak membantu dan menolong mereka. Andaikan saja engkau tidak bcrsama Abu Shafwan, tentu engkau tidak bisa kembali kepada keluargamu dalam keadaan selamat.”

Dengan suara yang nyaring Sa'd menanggapi, “Demi Allah, jika engkau menghalangiku saat ini, pasti aku akan menghalangimu dengan cara yang lebih keras lagi perjalananmu melewati penduduk Madinah.”

Teror macam itu sudah merupakan sinyal ancaman yang dikirimkan pihak Quraisy. Sehingga Nabi Muhammad saw. dan para sahabat setianya membentuk satuan-satuan pasukan yang bertugas melakukan patroli di sekitar Madinah guna menjaga keamanan.

Satuan-satuan yang dibentuk oleh Rasulullah ini bertugas menyelidiki potensi ancaman dari musuh, dan mengambil tindakan preventif sekiranya ada bahaya yang mengancam. Di antara yang paling mengesankan adalah ekspedisi Nakhlah yang menimbulkan reaksi cukup menggemparkan.

Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya Ketika Rasulullah Harus Berperang (2017: 25) mengungkapkan:

Rasulullah mendelegasikan Abdullah bin Jahsyi bersama delapan orang sahabat dari kaum Muhajirin ke Nakhlah di sebelah selatan Makkah, pada hari terakhir bulan Rajab guna melakukan spionase dan memata-matai gerakan kaum Quraisy.

Akan tetapi mereka bertemu dengan sebuah kafilah dagang kaum Quraisy hingga terjadi perang dan mereka berhasil memenangkannya. Bahkan mereka berhasil membunuh komandannya bernama Amr bin Al-Hadhrami dan menawan dua dari anggota mereka, yaitu Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin Kaisan.

Peristiwa Nakhlah terjadi di akhir bulan Rajab. Karena bentrokan ini, kaum musyrikin Mekkah mendapatkan bahan untuk menjelek-jelekkan umat Islam. Mereka menebarkan berita bahwa kaum muslimin telah menodai kesucian bulan haram.

Rasulullah menunjukkan kemuliaah hatinya, yang kemudian melepaskan dua tawanan tersebut. Bahkan beliau berkenan membayar diyat (denda) orang Quraisy yang terbunuh di Nakhlah.

Namun, Allah Swt. kemudian membela tindakan Abdullah bin Jahsy dan rekan-rekannya. Orang-orang Islam yang terlibat sariyah (ekspedisi) Nakhlah tidaklah bersalah dan mereka tidak menodai bulan haram (yang disucikan).

Surat Al-Baqarah ayat 217, yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, ‘Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup.”

Ayat ini merupakan bentuk tegas pembelaan Tuhan kepada para sahabat yang terlibat peristiwa sariyah Nakhlah. Karena bentrokan bersenjata dengan pihak Quraisy itu menimbulkan kebimbangan di kalangan umat Islam, sebab telah terjadi peperangan di bulan haram (yang disucikan).

Di masa itu memang sudah ada kesepakatan bangsa Arab tentang bulan-bulan haram, yang mereka sucikan sehingga terlarang melakukan peperangan.

Pada Tafsir Al-Maraghi diterangkan, Rasulullah menugaskan mereka untuk mengamati gerakan kafilah dagang kaum Quraisy yang dipimpin oleh Amr bin Abdillah Al-Hadrami. Kemudian, utusan Rasulullah itu membunuh Amr dan menahan kedua orang anak buahnya serta menggiring kafilah tersebut yang membawa dagangan orang-orang Thaif ke Madinah. Peristiwa tersebut terjadi pada awal bulan Rajab, sedangkan mereka menyangka masih dalam bulan Jumadil Akhir.

Maka berkatalah orang-orang Quraisy, “Muhammad telah menghalalkan bulan haji, padahal pada bulan itu, orang penakut merasa aman dan semua orang mencari upaya penghidupannya dengan tenang.”

Lantas, apakah alasan yang membolehkan kaum muslimin melakukan perang di bulan suci itu?

Tafsir Al-Maraghi menjelaskan bahwa sesungguhnya, perbuatan mencegah dan menghalang-halangi yang dilakukan oleh kaum musyrikin terhadap kaum muslimin dalam menuju ke jalan Allah, yaitu agama Islam, penindasan terhadap mereka, fitnah terhadap agama mereka dengan membunuh orang yang baru masuk Islam, menyakiti keluarganya dan merampas harta bendanya, mencegah kaum muslimin melaksanakan ibadah haji dan umrah di Masjidil Haram, mengusir Nabi saw. dan kaum Muhajirin dari Mekkah, kekufuran mereka terhadap Allah, setiap kejahatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin tersebut, lebih besar dosanya dalam pandangan Allah dari melakukan peperangan pada bulan-bulan haji.

Memang patut dipuji adanya kesepakatan bangsa Arab untuk memuliakan bulan-bulan tertentu, yang dipakai untuk berziarah ke Ka’bah dengan rasa aman. Sehingga mereka pun sepakat melarang terjadinya peperangan selama bulan-bulan haram (yang sucikan).

Akan tetapi bentrokan bersenjata yang terjadi di Nakhlah tidaklah mencoreng sejarah Islam, karena mereka tidak melakukan pelanggaran. Justru kaum musyrikin Quraisy yang sudah banyak melakukan kejahatan sehingga sudah sewajarnya umat Islam melakukan berbagai upaya dalam melindungi dirinya.




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah