Keluarga penyintas gempa tinggal di kereta api/ Reuters
Keluarga penyintas gempa tinggal di kereta api/ Reuters
KOMENTAR

INI kisah sejumlah warga Turki yang memilih berlindung di kereta api setelah gempa bumi 7,8 magnitudo menghancurkan tempat tinggal mereka. Mereka bersama sejumlah warga lain 'menetap' di stasiun Iskenderun. Nama Iskenderun merupakan kota pelabuhan di provinsi Hatay.

Dilansir Reuters, almarhum suami Sabriye Karan bekerja untuk perusahaan kereta api nasional Turki selama 32 tahun dan putrinya Nehir tumbuh dengan naik kereta. Setelah gempa bumi dahsyat melanda Turki dan merusak rumahnya, dia dan Nehir pindah ke stasiun kereta. Mereka tinggal dalam kabin kereta.

Di pagi hari, Nehir memasak air di atas kompor gas portabel miliknya. Dan sebelum tidur, ia menggunakan hand sanitizer untuk memastikan kebersihan diri dan kabinnya.

Mereka mendapatkan makanan gratis dari organisasi bantuan yang mendirikan tenda di luar stasiun Iskenderun.

"Kami tidak pernah membayangkan akan tinggal di sini (di kereta). Biasanya kami senang bepergian dengan kereta, tapi sekarang berbeda," ujar Sabriye tentang kabin dua tempat tidur yang ditempati bersama sang putri yang berusia 13 tahun.

Para penyintas gempa bertahan hidup di berbagai tempat. Mulai dari tenda, rumah kontainer, resor hotel, hingga gerbong kereta api. Sebanyak 1,5 juta orang Turki kehilangan tempat tinggal.

Meskipun flat lantai tiga Sabriye dan Nehir hanya terkena serangan ringan, dengan beberapa retakan muncul di dinding, mereka takut untuk kembali.

Gempa susulan yang terjadi berkali-kali telah menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada bangunan yang melemah. Pihak berwenang bahkan telah memperingatkan orang-orang bahwa banyak bangunan yang sudah tidak aman untuk dimasuki.

Suami Sabriye meninggal karena COVID pada tahun 2020, dan dia telah berjuang untuk mengatasi kehilangan tersebut. Namun kini diperparah oleh trauma gempa.

"Saya merasa sangat sendirian, saya merindukan kehidupan sosial kami dan minum kopi dengan tetangga," ujar Sabriye.

Ibu dan putrinya tersebut mengunjungi apartemen mereka selama beberapa jam setiap hari. Saat mereka pergi, Sabriye membacakan doa. Nehir juga telah menempel secarik kertas berisi doa di dinding retak apartemen.

Mereka menyimpan botol air, kotak jus, biskuit, dan makanan lain di balkon yang rusak. Sesekali mereka memasak sosis saat mengunjungi apartemen.

Stasiun Iskenderun dibuka tetapi dua jalur dipenuhi dengan gerbong yang menampung ratusan orang yang selamat. Mereka yang pertama tiba seperti Sabriye dan Nehir menemukan kabin tidur.

Ada pula Yusuf Kurma dan Aysel Ozcelik, keduanya menikmati makan malam di gerbong mereka. Gempa memaksa mereka menunda pernikahan.

Lainnya, seperti Arafat Ates dan istrinya Zeliha, mau tak mau harus tidur tegak di kursi.

“Kami tidak tahu bagaimana kami akan melewati bencana ini," kata pasangan itu.




Bali Tawarkan Pariwisata Baru Kolaborasi Seni, Budaya, dan Inovasi

Sebelumnya

Festival Balon Udara 2024 di Wonosobo, Suguhkan Langit Cappadocia Khas Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Horizon